Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hawa dingin membekap seputaran Danau Havasu, Lake Havasu City, Arizona, Amerika Serikat, akhir Februari lalu. Suhu berada pada kisaran 6-8 derajat Celsius, selisih hampir 30 derajat dibanding suhu di Ancol, Jakarta Barat. Saking dinginnya udara, siraman air panas pada kaki sampai tak terasakan Aero Sutan Aswar, yang biasa hidup di daerah tropis.
Apa yang membuat remaja yang lahir di Jakarta, 4 Desember 1994, itu kurang kerjaan, ”bermain” di danau dingin? Aero mengikuti kejuaraan dunia Jet Ski Offshore Mark Hahn 300 Miles. Ini adalah kompetisi balap jet ski internasional paling bergengsi dengan lintasan terpanjang di dunia, yang digelar setiap tahun di Danau Havasu, tempat lahir olahraga jet ski. Lintasan itu setara dengan jalur perairan Jakarta-Ujung Kulon pulang-pergi.
Agar dia tahan menembus udara membekukan, tiga lapis pakaian penghangat untuk atlet membebat tubuhnya. Tak lupa Aero memasang pelindung kepala, tangan, sampai kaki. Tanpa ragu, dia terjun dan melintasi danau berkedalaman 30 meter itu dengan menunggang jet ski menembus kabut. ”Ujung lintasan sudah tidak kelihatan,” kata Aero.
Aero terus menggeber jet ski, tak peduli cipratan riak air dan tusukan angin dingin dari depan merajam hingga ke tulang. Sempat berhenti empat kali mengisi bahan bakar, dia mempertahankan kecepatan yang rata-rata mencapai 74 mil per jam atau sekitar 120 kilometer per jam. ”Enggak mikir apa-apa, pokoknya yang di depan harus dikejar,” kisahnya. Alhasil, Aero berhasil mencatatkan waktu 4 jam 30 menit, yang membawanya ke posisi pertama dengan menyisihkan ratusan peserta lain. Aero juga mendapat gelar penampil terbaik dan penghargaan Iron Man 2011 berkat aksinya sebagai pengendara tunggal tercepat dan paling tangguh.
Total lima penghargaan dia dapat dari kejuaraan Danau Havasu, yang menambah panjang daftar prestasinya di dunia jet ski. Desember tahun lalu, misalnya, dia meraih medali emas Endurance Open di ajang Asian Beach Games 2010, Muskat, Oman. Pada World Cup 2010 di Phitsanulok, Thailand, dia menduduki peringkat kedelapan untuk Pro Runabout Open dan peringkat keenam pada World Finals 2010, Lake Havasu City. Selama 2010, sepuluh gelar pada kejuaraan internasional dia raih. ”Saat ini dia atlet jet ski profesional termuda di dunia,” kata ayahnya, Syaiful Ikhsan Sutan Aswar.
Aero sudah mengikuti lomba jet ski internasional sejak berusia 13 tahun, untuk kelas junior. Dia sempat cedera. Lalu, ketika terjun di King’s Cup, Pattaya, Thailand, pada 2009—salah satu kejuaraan jet ski bergengsi—dia sempat ditolak karena terlalu muda. ”Tapi lolos setelah penyelenggara melihat prestasinya,” kata Syaiful. Wakil Asia saat itu hanya dari Indonesia dan Jepang. Aero, peserta termuda, harus melawan atlet senior Prancis, Nicholas R., yang berusia 36 tahun, juara dunia jet ski 15 kali. Hasilnya, Aero juara ketiga—setelah Nicholas dan seorang atlet Australia.
Di lingkup nasional, Aero tak punya lawan. Dia langganan juara pertama kejuaraan dalam negeri sejak mulai ikut pada usia empat setengah tahun, dalam kejuaraan Baby Race di Pantai Mutiara, Ancol, Jakarta, 1999. ”Kaki belum begitu sampai, kepala keberatan helm,” Aero mengenang. Sejak itu, dia terus memenangi kejuaraan jet ski nasional—sesekali peringkat kedua atau ketiga.
Cemerlang di usia muda membuat kehadiran Aero di ajang balap jet ski di berbagai belahan bumi ini dinantikan. Belum pulih benar dari jetlag sepulang dari Amerika, dia sudah harus bersiap mengikuti kejuaraan di Malaysia bulan depan atas undangan Kerajaan Selangor dan Terengganu. ”Rajanya pernah meminta Aero menetap beberapa waktu di sana untuk mengajarkan jet ski,” kata Syaiful.
Semua pencapaian itu tak mengherankan, karena Aero sudah dipersiapkan sejak bayi. Saat masih bayi, dia sudah sering diajak melihat laut, dan pada usia dua tahun Aero sudah digendong sambil naik jet ski. ”Agar tertanam cinta pada laut,” kata Syaiful, sang ayah.
Pada usia dua setengah tahun, Aero sudah turut memegang setang jet ski untuk mengendalikan gas dan arah. Setahun kemudian, dia total memegang setang tanpa bantuan. Pada usia empat tahun, Aero jalan sendiri membuntuti ayahnya. Pada usia itu, dia sempat menabrak kapal wisata sarat penumpang di Ancol, yang tumburannya mengakibatkan penumpang berjatuhan. Aero sendiri terpental dan jatuh ke laut. Dia tidak cedera, bahkan masih ikut membantu penumpang yang kecebur. Aero kecil sama sekali tidak jera. ”Nyoba terus dan belajar dari kesalahan.”
Hingga kini pun Aero terus belajar teknik menghela jet ski yang melaju kencang dengan aman. Latihan rutin itu dilakukan setiap akhir pekan di Ancol, Jakarta. ”Kalau seminggu tidak ke laut, rasanya risi,” kata Aero. Pantai itu tempat latihan bagus, karena ombaknya sering tak terduga. Tak ada teknik baku, masing-masing ada penanganannya. ”Harus dilompati atau ngepot bila ketemu ombak, yang pas nanti ketemu sendiri,” ujar Aero.
Atlet jet ski memang harus sering berkenalan dengan beragam ombak untuk menghindari risiko fatal. Olahraga jet ski yang bertumpu pada kecepatan ini rawan karena mudah mengakibatkan kendaraan terlontar, terbalik, menabrak, atau ditabrak dengan risiko dari patah tulang sampai meninggal. Aero menyadari ini. Untuk itu, dia punya ”ritual” sebelum mengikuti kejuaraan: menonton video kecelakaan-kecelakaan yang pernah terjadi. ”Lebih ingat untuk hati-hati,” katanya.
Tak hanya teknik di air yang diasah intensif. Stamina dan kekuatan tubuh mutlak menunjang aksi di laut. Untuk itu, Aero berlatih fisik dua kali sepekan di pusat kebugaran. Gemblengan fisik juga dijalaninya di rumah, dengan paket sit-up 200 kali dan push-up 100 kali, kadang lari, sejak pukul lima pagi. Malamnya pun Aero masih berolah tubuh dengan futsal dan taekwondo—hingga dia meraih ban hitam. ”Untuk jaga diri dan mental,” ujar remaja dengan tinggi 177 sentimeter dan berat 77 kilogram itu.
Toh, Aero tetap seorang remaja gaul. Barisan giginya berkawat hijau. Ketika ditemui Tempo di sebuah pusat belanja di Senayan, Selasa pekan lalu, dia asyik bermain dengan gadget di tangannya. ”Normal-normal saja, sebulan dua kali jalan dengan teman,” katanya.
Siswa tingkat 10 Mentari International School Jakarta ini juga tidak keteteran mengikuti pelajaran. Dia menaruh minat besar pada matematika, fisika, dan teknologi. Aero mengaku bosan ditanya bagaimana bisa membagi waktu dan tenaga untuk jet ski, belajar, dan bergaul dengan kalangan seusia. Baginya, semua itu terjangkau dalam 24 jam sehari. Ada tip? ”Aku tidak nonton televisi.”
Pada akhirnya, buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Sang ayah, Syaiful alias Fully, adalah penggila jet ski sejak 1970-an, ketika olahraga ini belum lumrah dikenal. Dia pernah melintasi Jakarta-Singapura dan melakukan perjalanan Jakarta-Bali dengan jet ski. Syaiful intensif mengembangkan olahraga jet ski di Indonesia. Mulai 2000, dia menjadi Ketua Indonesian Jet Sport Boating Association, induk jet ski Indonesia, yang terus mempopulerkan bidang ini dan mencari atlet-atlet andal. Ambisi Syaiful mengembangkan jet ski Indonesia terpahat pada sosok Aero. ”Sudah lama saya bertekad melahirkan juara dunia dari Indonesia.”
Harun Mahbub
Sepercik tentang Jet Ski
Jet ski awalnya nama merek perahu pribadi pabrikan Kawasaki Heavy Industries, kemudian berkembang menjadi sebutan nama salah satu cabang olahraga air. Jet ski masih terbatas untuk kalangan kaya. Maklum, harga satu unit jet ski standar bisa mencapai Rp 200 juta, belum termasuk perawatan dan biaya ikut kejuaraan.
Perlombaan jet ski secara umum adalah adu cepat dalam suatu lintasan. Ada beberapa kategori, seperti freestyle, freerider, closes course racing, dan offshore. Kejuaraan jet ski Indonesia diadakan empat kali setahun. Lokasi lomba di antaranya Ancol, Danau Toba, dan Pantai Kuta, Bali. Selain kejuaraan internasional yang digelar beberapa negara, ada World Cup dan World Final di Lake Havasu City, Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo