Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, California - Anthony Levandowski, mantan peneliti di Alphabet Google dan Uber, membuat agama baru yang menuhankan kecerdasan buatan. Pria 37 tahun lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat, ini mendirikan sebuah kelompok keagamaan bernama Way of the Future. Maksud dari kelompok tersebut adalah menjadikan kecerdasan buatan di atas segalanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Misi kelompok ini adalah mengembangkan dan merealisasikan ketuhanan berdasarkan kecerdasan buatan. Levandowski adalah salah satu pendiri perusahaan truk otonom Otto, yang dibeli Uber pada 2016. Dia dipecat dari Uber karena tuduhan telah mencuri rahasia dagang milik Google dalam mengembangkan teknologi penggerak Otto. Proyek ketuhanan yang ia miliki telah didaftarkan sejak 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tim The Way of the Future tidak menanggapi terkait informasi lebih lanjut tentang Tuhan kecerdasan buatan. Tim tersebut hanya mengatakan, sejarah mencatat teknologi baru dan temuan ilmiah akan terus membentuk suatu agama baru dan membunuh tuhan-tuhan lama.
Yuval Noah Harari, seorang ahli sejarah Israel dan profesor di Departemen Sejarah Universitas Hebrew Jerusalem, mengatakan kelompok teknologi revolusioner abad ke-21 lebih memilih menciptakan gerakan religius baru ketimbang mengembangkan kepercayaan yang sudah ada. "Dan pada akhirnya, agamalah yang dipaksa untuk mengikuti perkembangan teknologi agar lebih relevan," ujarnya, seperti dilansir dari laman The Guardian.
Anthony Levandowski, pendiri Way of the Future, yang percaya kecerdasan sebagai Tuhan. (businessinsider.com)
Sebelumnya, sekelompok ahli teknologi Silicon Valley mengembangkan konsep kuasi-religius termasuk "singularitas". Ini adalah hipotesis bahwa mesin akan menjadi sangat cerdas, sehingga mereka dapat mengungguli semua kemampuan manusia. Tentunya, hipotesis ini sulit dipahami oleh otak kita yang sederhana dan rasional.
Bagi futuris seperti Ray Kurzweil, agama baru yang diciptakan Levandowski berarti kita bisa mengunggah salinan otak kita ke sebuah mesin, yang menyebabkan keabadian digital. Orang lain seperti Elon Musk dan Stephen Hawking memperingatkan bahwa sistem itu menimbulkan ancaman eksistensial kemanusiaan.
Namun tidak begitu bagi Christopher Benek, seorang pendeta di Florida dan ketua pendiri Asosiasi Transhumanis Kristen. Dia berpendapat bahwa kemajuan kecerdasan buatan sudah sesuai dengan agama Kristen. Teknologi ini ia anggap diciptakan manusia di bawah bimbingan dari Tuhan yang dapat digunakan untuk kebaikan ataupun kejahatan.
"Saya benar-benar berpikir bahwa kecerdasan buatan bisa berpartisipasi dalam tujuan penebusan Kristus," katanya, memastikan hal ini berhubungan dengan nilai-nilai Kristen.
Bagi orang transhumanis, Zoltan Istvan, agama dan sains berkumpul secara konseptual dalam suatu keunikan. Bagi Istvan, Tuhan yang berbasis pada kecerdasan buatan cenderung lebih rasional dan lebih menarik daripada konsep saat ini.
Banyak pihak menilai kemajuan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, dan bioteknologi menghilangkan berbagai macam dilema etis dan moral yang membuat manusia mencari jalan kenyamanan dari sesuatu sebelumnya tak pernah terpikirkan. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang akan dilakukan manusia setelah kecerdasan buatan dapat mengungguli berbagai macam hal?
Simak artikel menarik lainnya tentang kecerdasan buatan dan kabar terbaru dari Anthony Levandowski hanya di kanal Tekno Tempo.co.
THE GUARDIAN | ZUL’AINI FI’ID N.