Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JARANG ada produsen pesawat seradikal Airbus. Mereka pernah membuat pesawat penumpang pertama dengan susunan kursi yang memakai dua gang, Airbus 300. Mereka juga baru saja membuat pesawat penumpang terbesar di dunia, Airbus 380. Inovasi mereka bahkan sampai tingkat keterlaluan. Kini mereka membuat pesawat khusus untuk mengangkut penumpang berdiri, mirip bus kota di Jakarta.
Ide nyeleneh ini lahir setelah insinyur-insinyur pesawat Airbus terusik de-ngan melambungnya harga BBM. Lonjakan itu telah memangkas keuntungan bahkan hampir membangkrutkan ba-nyak maskapai penerbangan. Salah satu cara mujarab untuk menolong maskapai itu adalah membuat pesawat yang bisa mengangkut penumpang lebih banyak tapi irit avtur dan irit biaya investasi.
Maka, lahirlah ide membuat pesawat dengan ”kursi berdiri”. Kursi ini ber-upa sandaran setinggi orang dewasa de-ngan kemiringan sekitar 15 derajat. Desain ”kursi berdiri” ini lebih ramping ketimbang kursi konvensional dan lebih hemat tempat.
Bentuk sandaran punggung tak jauh beda dengan sandaran kursi pesawat biasa. Bedanya, bagian panggul penumpang ditopang semacam jok kecil yang miring sekitar 130 derajat. Dengan kursi model ini, jarak antarkursi bisa diperpendek dari 78,7 sentimeter menjadi 76,2 sentimeter. Dengan kursi berdiri ini, maskapai bisa menjejalkan penumpang lebih banyak tanpa harus mengeluarkan biaya investasi ekstra. Agar irit bahan bakar, kursi ini dibuat dari bahan khusus yang beratnya lebih ringan 6,8 kilogram dibanding jok kelas ekonomi bia-sa, yang beratnya sekitar 37 kilogram. ”Kami membuat desain kursi yang le-bih tipis,” kata Alexander Pozzi, direktur riset Weber Aircraft. Kursi ini cocok untuk penerbangan jarak pendek, yang hanya berdurasi sekitar satu jam.
Airbus tampaknya akan memakai ide itu untuk pesawat A380, yang diluncurkan tahun ini. Pesawat bongsor itu tadinya berkapasitas 500 penumpang. Dengan ide kursi berdiri itu, jumlah penumpangnya bisa menjadi 853 orang, masih aman untuk pesawat A380.
Ide ini tak bertentangan dengan ketentuan keselamatan penerbangan yang dibikin Federal Aviation Administration (FAA) Amerika. Mereka tak pernah mengharuskan penumpang duduk saat pesawat lepas landas atau mendarat. Mereka hanya memandatkan bahwa penumpang harus berada dalam keadaan aman.
Meski terbilang aman, ide itu rupa-nya belum menarik perhatian serius maskapai penerbangan. Di Amerika, mi-salnya, maskapai American Airlines dan United Airlines masih ragu-ragu. ”Kami selalu mencari pilihan yang lain,” kata juru bicara United, Brandon Borrman.
American juga memilih cara konservatif. Mereka membuang semua kursi pesawat yang besar, sejak tujuh tahun silam, dan menggantinya dengan kursi tipis buatan pabrik Jerman, Recaro. Kursi baru itu rupanya menghasilkan tambahan lima kursi kelas ekonomi di pesawat kecil MD-80. Total penumpang ekonomi menjadi 120 orang dan kocek mereka diperkirakan mendapat pemasukan sekitar US$ 60 juta per tahun.
Gagal di pasar Amerika Serikat, Airbus membujuk maskapai penerbangan di Asia. Tapi jawabannya sama. ”Kami belum tertarik meningkatkan kapasitas tempat duduk saat ini,” kata Geoffrey Tudor, juru bicara maskapai Jepang, JAL.
Bagaimana dengan maskapai Indonesia? Lion Air, yang selama ini terkenal dengan penerbangan murah, masih pikir-pikir. ”Ide itu menarik,” kata juru bicara Lion, Hasyim Arsal Alhabsy, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Hasyim mengatakan, Lion Air akan melirik konsep Airbus bila memang pesawat jadinya lebih hemat bahan bakar dan menarik minat penumpang alias laku dijual. Masalahnya, kedua unsur itu belum terbukti. Malahan, kata dia, kebanyakan pesawat prototip tak pernah sampai pada proses produksi.
Sementara ini, kata Hasyim, mereka masih berkonsentrasi pada 60 pesawat Boeing 737 900 ER yang baru dibeli dari Boeing tahun lalu. ”Pesawat ini potensinya sudah jelas, yaitu lebih hemat bahan bakar,” katanya.
Tampaknya Airbus harus bersabar sampai konsep bus in the air alias bus kota di udara itu benar-benar bisa diterima secara luas. Sementara itu tetaplah dengan kebiasaan lama, kembali duduk dan mengencangkan sabuk pengaman saat pesawat lepas landas atau mendarat.
Deddy Sinaga (New York Time)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo