Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Guru Besar Unair Sebut Struktur Virus Nipah Mudah Bermutasi

Virus Nipah memiliki struktur RNA sehingga karakternya seperti flu dan Covid-19 yang mudah bermutasi.

3 Februari 2021 | 09.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Penelitian Avian Influenza Research Center A-BSL 3, di kampus C Universitas Airlangga Surabaya. TEMPO/Fully Syafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah pandemi Covid-19, ada virus lain yang menjadi perbincangan di sejumlah negara di Asia, yaitu virus Nipah. Guru Besar dari Universitas Airlangga Chairul Anwar Nidom menerangkan, virus tersebut memiliki struktur RNA.

Baca:
Kepri Waspadai Ancaman Virus Nipah dari Malaysia, Berpotensi Pandemi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Artinya, karakternya seperti flu dan Covid-19 yang mudah bermutasi,” ujar dia saat dihubungi, Selasa malam, 2 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan virus Nipah pertama diketahui pada 1998 di Malaysia. Virus tersebut kemudian menyebar ke sejumlah negara, seperti Thailand, India, Singapura, Cina, dan Bangladesh.

Sebagaimana Covid-19 yang menyebar melalui perantara kelelawar, virus Nipah juga bertransmisi lewat kelelawar, khususnya kelelawar buah dan babi.

"Infeksi virus Nipah adalah penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia, juga dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung dari orang ke orang," demikian tertulis di laman resmi WHO.

Menurut Nidom, yang juga seorang profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Unair itu, ada hal yang harus diperhatikan yang dapat mempengaruhi mutasi virus Nipah itu. Contohnya seperti perubahan cuaca, bencana alam, dan mobilitas manusia.

“Kebanyakan mikroorganisme, terutama virus RNA mengalami mutasi dan perubahan sifat-sifat,” tutur Nidom.

Ketua tim Laboratorium Professor Nidom Foundation (PNF) itu menerangkan bahwa virus Nipah belum pernah ditemukan di Indonesia, sehingga saat ini sifatnya harus antisipasi dan waspada.

“Artinya para peneliti sebaiknya mulai mengadakan surveilans terhadap keberadaan virus ini di Indonesia,” kata Nidom.

Seseorang yang terinfeksi virus Nipah akan merasakan gangguan pernapasan hingga peradangan pada jaringan otak hingga mengganggu kerja saraf atau ensefalitis. WHO menyatakan belum ada obat atau vaksin khusus virus Nipah.

Nidom juga menceritakan bahwa dia dan timnya di PNF tahun lalu pernah diajak untuk menguji suatu vaksin oleh lembaga luar negeri. “Tapi kami menolak. Karena fasilitas yang diperlukan belum siap dan Indonesia belum pernah ada kasus virus Nipah tersebut,” ujarnya.

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus