Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Samarinda - Ahli orangutan dari Universitas Mulawarman, Yaya Rayadin, mengungkapkan ada lima persoalan yang menjadi ancaman bagi primata berambut merah itu. Lima persoalan itu yang dihadapi primata bernama latin Pongo pygmaeus ini ialah, masalah kebijakan, kapasitas sumber daya manusia, kegiatan pembukaan kawasan habitat, adanya perburuan, dan kebakaran hutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan Indonesia periode 2007-2017 sudah berakhir. Banyak catatan dan perkembangan yang terjadi selama satu dekade," kata Yaya, dalam konferensi pers SRAK Orangutan Indonesia Regional Kalimantan Timur 2017-2027 di Hotel Grand Victoria Samarinda, Selasa, 14 November 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dampak yang tidak terduga karena masifnya ancaman adalah terganggunya struktur populasi. Menurut Yaya, orangutan sekarang banyak ditemukan berkelamin jantan dan usia dewasa. "Kondisi tersebut lantaran mayoritas mereka (jantan dan dewasa) yang mampu bertahan hidup," kata dia. Adapun yang induk betina,bayi serta anak-anak, banyak yang tidak bisa bertahan lantaran desakan dari lima isu tersebut.
Perubahan anatomi juga terlihat di wilayah temuan orangutan. Orangutan yang ditemui di wilayah hutan alam atau kawasan bernilai konservasi tinggi masih memiliki berat normal sekitar 40-60 kilogram untuk induk dewasa. Sementara untuk yang ditemukan di wilayah terdegradasi, beratnya bisa mencapai 25 kilogram induk dewasa. "Kurus sekali," ujar dia. Pada kondisi ini diduga dapat menyebabkan penurunan populasi.
Berikut lima masalah tersebut:
1. Kebijakan
Menurut Yaya, masih ada tantangan pertanggungjawaban atas konflik orangutan dan manusia. Ia mencontohkan ketika ada kasus konflik orangutan-manusia, persepsi pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kotamadya/kabupaten, tanggung jawab penyelesaiannya ada di Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem atau Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal, menurut Yaya, konflik terjadi salah satunya lantaran keluarnya izin konversi kawasan hutan yang statusnya APL (Areal Penggunaan Lain) untuk konsesi perkebunan sawit, perkebunan, pertambangan maupun pengelolaan hutan.
2. Kapasitas Sumber Daya Manusia
Konflik orangutan dan manusia bisa tertangani dengan baik, menurut dia, bila tahu cara penanganannya. Kini, mayoritas perusahaan pemegang konsesi (sawit, tambang, hutan) sudah memiliki satuan tugas (satgas) orangutan. Keberadaan satgas pengelolaan dan pemantauan jenis-jenis satwa yang dilindungi, khusunya orangutan di unit manajemen menjadi satu prasyarat dalam sertifikasi produk mereka baik untuk sawit berkelanjutan (ISPO/RSPO), maupun pengelolaan hutan lestari (FSC/PHPL). Sehingga, kata Yaya, laju konflik di kawasan perusahaan di kaltim sudah menurun. Namun, konflik justru masih ditemukan di perkebunan masyarakat.
"Untuk konflik di tingkat masyarakat ini memang harus dicari solusinya," kata Yaya. Alternatif termudah adalah memberdayakan satgas perusahaan yang lokasinya berdekatan dengan kebun masyarakat dan sosialisasi yang intensif. Sejumlah satgas-satgas terlatih yang berada didalam perusahaan, terbukti mampu membantu mengendalikan konflik orangutan yang masuk di wilayah masyarakat. Namun, di masa depan, memang diperlukan peningkatan kapasitas masyarakat dalam meredam konflik dengan orangutan.
3. Pembukaan Kawasan Hutan
Banyaknya pembukaan kawasan habitat orangutan membuat primata besar ini ditemukan di tempat-tempat yang dulu takpernah terpikirkan. Ia mencontohkan kawasan Delta Mahakam yang notabene didominasi mangrove dengan satwa kunci Bekantan, pernah ditemukan orangutan. Begitupun jalan-jalan di sepanjang Berau menuju Kecamatan Kelay, Kutai Timur, kanan-kirinya sudah terlihat sarang orangutan. Pemandangan serupa juga ditemukan di kawasan Sebulu yang jalanannya sudah bisa terlihat sarang orangutan.
4. Perburuan
Menurut Yaya, perburuan di sini bukan bermaksud memburu orangutan, melainkan alat jerat berburu babi atau rusa yang juga menyebabkan orangutan terperangkap, kemudian cedera.
5. Kebakaran Hutan
Kebakaran jelas menggangu kawasan hewan penjelajah ini, karena semakin sedikit area tempat pergerakan orangutan. Akibat dari lima ancaman tersebut, populasi orangutan kini tersebar di mana mana baik didalam maupun diluar habitat. "Mereka menyebar ke tempat-tempat yang menyediakan tanaman pakan bagi orangutan, termasuk kawasan perkebunan buah milik masayarakat," kata Yaya.
Simak artikel menarik lainnya tentang orangutan hanya di kanal Tekno Tempo.co.