Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Oslo - Sebuah penelitian baru oleh para ilmuwan di Universitas Oslo membantah pemahaman lama tentang Black Death, bahwa tikus menjadi penyebab wabah yang menewaskan jutaan orang di Eropa pada abad pertengahan.
Baca: Tim Ilmuwan Ini Coba Ungkap Teka-teki Otak, Hasilnya...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut para ilmuwan, Black Death tampaknyan tidak disebarkan oleh tikus-tikus kotor, tapi oleh kutu (flea dan lice) yang dibawa oleh manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Universitas Oslo menciptakan sebuah model matematis untuk menguji jika tikus adalah pelakunya. Hasilnya, angka kematian di sembilan kota di Eropa termasuk London tidak sesuai.
Jika kutu dari tikus menyebarkan wabah pes, para ahli akan melihat beberapa orang yang meninggal pada awalnya. Kemudian jumlahnya akan melonjak, karena tikus terinfeksi yang membawa parasit akan mati dan kutu mereka membuat lompatan ke manusia.
Sebaliknya catatan kematian menunjukkan bahwa orang-orang yang kotor mungkin telah memicu penyebaran Black Death.
Kebanyakan orang akan memiliki kutu ketika wabah tersebut tiba di Eropa pada tahun 1346 karena mereka jarang mandi.
Ahli biologi komputasional Boris Schmid, dari Pusat Sintesis Ekologi dan Evolusioner di Universitas Oslo, mengatakan: "Untuk tujuh dari sembilan kota abad pertengahan, model yang paling tepat menggambarkan wabah abad pertengahan adalah yang mengasumsikan bahwa ektoparasit manusia - kutu - adalah cara utama wabah menyebar.
Black Death tahun 1348 membunuh separuh penduduk London dalam waktu 18 bulan, dengan tubuh menumpuk lima tingkat di kuburan massal. Ketika Wabah Besar 1665 menyerang, seperlima orang di London meninggal.
Pandemi itu menyebar dari Eropa hingga abad ke-14 dan ke-19, diperkirakan berasal dari kutu yang mendapat makan dari tikus yang terinfeksi sebelum menggigit manusia dan menyebarkan bakteri ke mereka.
Tapi para ahli modern menantang pandangan dominan bahwa tikus menyebabkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan itu.
Peneliti Norwegia, yang juga menciptakan model matematis untuk kutu manusia, menemukan grafik tingkat kematian yang mereka miliki mendekati kematian yang tercatat dalam artikel dan laporan pemerintah saat itu.
Model ini akan menyebarkan wabah lebih efisien lagi karena orang-orang yang tidur di ranjang yang sama akan digigit kutu yang sama.
Penelitian para ilmuwan ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
DAILY MAIL