Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti dari program observasi European Union’s Earth Copernicus mengatakan bulan September 2020 merupakan bulan terpanas yang tercatat secara global. Rekor baru suhu panas ini didorong oleh cuaca panas yang menyentuh hampir setiap benua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CNN, pada Kamis, 8 Oktober 2020, melaporkan Eropa mengalami suhu terpanas sepanjang September dengan rekor pertengahan bulan di Paris, sementara Paraguay dan Brasil selatan mengalami cuaca terpanasnya di akhir bulan. Hal serupa juga terjadi di Siberia, Australia, dan Los Angeles County.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara keseluruhan, suhu September 2020 lebih tinggi 0,05 derajat Celcius dibandingkan September 2019, bulan terpanas sebelumnya. Sedangkan dibandingkan pada September 40 tahun lalu, suhu September 2020 lebih tinggi 0,63 derajat celcius.
Selain itu, para ilmuwan juga mengatakan suhu tahunan untuk tahun 2020 menunjukkan pola yang mirip dengan tahun 2016 yang merupakan tahun terpanas sampai saat ini. Belum ada kepastian apakah suhu tahunan 2020 juga akan memecahkan rekor suhu tahun 2016.
Menurut para peneliti, pemecahan rekor suhu terpanas akan bergantung pada pola iklim lain seperti La Nina, sebuah pola cuaca kompleks yang dihasilkan dari variasi suhu laut di Pasifik Ekuator.
Di bulan yang sama, Copernicus juga menemukan bahwa luas es laut Arktik pada bulan September 2020 mencapai tingkat terendah kedua setelah September 2012.
“Kombinasi rekor suhu dan rendahnya es laut Arktik pada tahun 2020 menyoroti pentingnya peningkatan dan pemantauan lebih komprehensif di Kawasan yang memanas lebih cepat,” kata Direktur Layanan Prubahan Iklim Copernicus, dikutip dari BBC.
Rekor cuaca seperti bulan September sebenarnya selalu dipecahkan secara alami. Tapi untuk fenomena yang terjadi belakangan ini, beberapa ahli meteorologi menilai ada dampak dari aktivitas manusia.
Ilmuwan perubahan iklim dari Reading University, Edward Hawkins, mengatakan fenomena pemecahan rekor yang terjadi saat ini baru diakibatkan oleh kenaikan suhu Bumi sebanyak satu derajat. “Satu derajat pemanasan berbahaya bagi sebagian orang, seperti yang telah kita lihat. Dua derajat masih lebih berbahaya, dan tiga derajat bahkan lebih berbahaya," kata Hawkins.
FORBES | CNN | MUHAMMAD AMINULLAH | EZ