Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Ini Kapal Riset Fridtjof Nansen, Pernah datang ke Indonesia

Nama Fridtjof Nansen, ilmuwan asal Norwegia, diabadikan menjadi nama kapal riset Norwegia.

10 Oktober 2017 | 17.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nansen Penjelajah Samudra Hindia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Nama Fridtjof Nansen, ilmuwan asal Norwegia, diabadikan menjadi nama kapal riset Norwegia. Bahkan, kapal riset tersebut pernah menyambangi Indonesia, tepatnya pada 27-28 Juli 2015.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, kapal riset Fridtjof Nansen akan melakukan ekspedisi mengarungi bagian selatan Samudera Hindia untuk mempelajari ekosistem laut dan perikanan di kawasan tersebut. Kapal yang dikenal sebagai Nansen Vessel yang dioperasikan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) ini memulai perjalanannya dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tujuan besar ekspedisi ini seputar ketahanan pangan global, khususnya dari sektor perikanan," kata Mark Smulders, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia, saat meresmikan misi ekspedisi di Tanjung Priok, seperti dikutip dari Koran Tempo edisi 2 Juli 2015. Dalam sambutannya, dia menekankan bahwa sektor perikanan dapat dikelola dengan baik apabila masalah seputar kelautan dapat dipecahkan.

Kapal itu akan mengambil sampel di 33 titik di Samudra Hindia selama 21 hari. Perjalanannya akan berakhir di Port Louis, Kepulauan Mauritius.

Ekspedisi bertajuk International Ocean Expedition kedua ini adalah bagian dari Program Penelitian Nansen yang digagas Institute of Marine Research of Bergen, Norwegia. Ekspedisi serupa pertama kali diadakan pada 1965 menggunakan Kapal Nansen generasi pertama.

Kapal generasi kedua yang sekarang ada baru mulai aktif pada 1993. Sejak saat itu, kapal ini telah mengarungi banyak wilayah perairan dunia, seperti Afrika Barat dan sepanjang pantai Amerika Latin.

Nama Nansen diambil dari nama seorang ilmuwan oseanografi asal Norwegia kelahiran 10 Oktober 1861, Fridtjof Nansen. Pada masa mudanya, Nansen pernah memimpin kelompok yang pertama mengeksplorasi Greenland pada 1888 dan ekspedisi Kutub Utara sepanjang 1893-1896.

Nansen belajar zoologi di Royal Frederick University di Christiania (sekarang Oslo) dan kemudian bekerja sebagai kurator di Museum Bergen. Selain dikenal sebagai ilmuwan, Nansen pernah meraih Nobel Perdamaian pada 1922.

Setelah 1896, arah riset utamanya beralih ke seputar masalah oseanografi. Saat itulah dia membuat kapal pesiar penelitian untuk menjelajahi Atlantik sebelah utara. Kapal ini yang kemudian bermetamorfosis menjadi Nansen Vessel generasi pertama.

Sambil mengelilingi Nansen Vessel generasi kedua yang sedang bersandar di Tanjung Priok sore itu, Henning Sangolt, Kepala Dek Kapal, menceritakan seluk-beluk kapal. Dengan luas 75,5 x 17,4 meter dan berat 1.444 ton, kapal ini dapat membawa 45 orang. "Termasuk 15 pelaut dan 30 ilmuwan," ujarnya. Dalam penelitian kali ini, tim hanya terdiri atas 16 peneliti.

Fridtjof Nansen. wikipedia.org

Tak ubahnya gedung penelitian, kapal ini pun memiliki banyak laboratorium yang terletak di geladak bagian bawah. Di antaranya laboratorium ikan yang kerap disebut sebagai laboratorium basah; Benthos, laboratorium plankton; ruang studi oseanografi, tempat mempelajari iklim dan air laut; serta laboratorium foto. Untuk mengambil data tentang kelautan dan mengambil profil Samudra Hindia, kapal ini juga dilengkapi dengan laboratorium CTD (conductivity, temperature, depth).

Sangolt menjelaskan, semua laboratorium tersebut didukung oleh sistem stasiun cuaca, akuisisi data, dan jaringan sistem komputer ilmiah. "Kami juga punya split-beam echo sounder yang dapat merekam kondisi bawah laut berdasarkan suara," dia mengklaim. Pemindai suara itu terdiri atas acoustic doppler current profiler dan bathymetric multi-beam echo sounder. "Semua sistem tersebut akan tersinkronisasi di ruang akustik."

Sedangkan di ruang kemudi terdapat tujuh panel yang menampilkan sistem navigasi dan sistem kendali. Dari salah satu panel tampak garis lurus yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dengan Port Louis di Mauritius, yang berjarak lebih dari 6.000 kilometer (3.400 nautikal mil).

Dalam menempuh jarak Priok-Mauritius itu, Nansen Vessel dapat memacu kecepatannya mencapai 13 knot, setara dengan 24 kilometer per jam. Tentunya, Sangolt mengatakan, dengan memperhatikan kondisi angin dan cuaca yang tergambar pada panel electronic chart display and information system.

Dengan memanfaatkan semua fasilitas tersebut, para peneliti berusaha mengkaji hubungan antara pola arus besar samudra ekosistem kelautan serta perikanan. Arus besar Samudra Hindia, atau biasa dikenal Indian Ocean Gyre, merupakan fenomena unik. Fenomena tersebut, menurut Reidar Toresen, peneliti dari Institute of Marine Research yang memimpin ekspedisi kali ini, "Berdampak signifikan terhadap pola perikanan di wilayah perairan sekitar samudra."

Di Indian Ocean Gyre, sampah-sampah yang sudah menjadi potongan kecil itu teraduk dan mengendap di dasar samudra. "Kami ingin mengungkap dari manakah mereka berasal dan menganalisis cara penanganannya," ujar dia.

Indah Lutfiyati, anggota penelitian asal Indonesia, mengatakan selama perjalanan tim akan melakukan beberapa tahap metode dan pengambilan data penelitian. Ada beberapa data yang harus dikumpulkan dari ekspedisi kali ini, yakni data hidro-oseanografi berupa kedalaman dan permukaan laut; data CTD berupa daya kondusi laut, temperatur, tingkat salinitas, dan pendar cahaya; data ekologi berupa tingkat keasaman (pH) dan nutrisi laut; serta, data jumlah limbah plastik di samudra.

"Semua data tersebut nantinya akan dianalisis untuk melihat pemetaan dan pola perikanan yang ada," ujar Indah.

Simak artikel menarik lainnya tentang Fridtjof Nansen hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus