Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Pasien Obesitas 148 Kg RS Hasan Sadikin Jalani Operasi Bariatrik

Operasi bariatrik memperkecil ukuran lambung pasien hingga daya tampungnya tinggal seperempat dari ukuran semula.

7 Februari 2019 | 05.54 WIB

Pasien obesitas Ny.S, 39 tahun, asal Karawang tengah dirawat inap di RSHS Bandung. Beratnya mencapai 148 kilogram. TEMPO/ANWAR SISWADI
Perbesar
Pasien obesitas Ny.S, 39 tahun, asal Karawang tengah dirawat inap di RSHS Bandung. Beratnya mencapai 148 kilogram. TEMPO/ANWAR SISWADI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Operasi memperkecil ukuran lambung diklaim bisa menyusutkan bobot pasien obesitas dengan drastis. Pengerjaannya lewat bedah bariatrik telah menjadi tren global. Biaya operasinya di rumah sakit pemerintah dan swasta di Indonesia berkisar Rp 50-100 juta.

Baca: RS Hasan Sadikin Bandung Tangani Pasien Obesitas 148 Kilogram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Metode bedah itu memperkecil ukuran lambung pasien hingga daya tampungnya tinggal seperempat dari ukuran semula. Selain itu menurut dr. Reno Rudiman, ada sensor atau syaraf dan hormon ghrelin yang ikut dibuang. “Sensor laparnya itu di situ,” kata spesialis konsultan bedah digestif (pencernaan) di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung itu awal pekan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang pasien obesitas asal Karawang, Ny. S, 39 tahun, akan menjalani operasi itu. Ketika datang Jumat pekan lalu bobotnya mencapai 148 kilogram. Ia datang dengan keluhan napas sesak dan tulang belakang sakit. RSHS Bandung membentuk tim dokter untuk bedah bariatrik.

Operasi itu disebut sebagai langkah pamungkas setelah pasien dinilai gagal menjalankan terapi seperti olahraga dan diet. Pasien obesitas yang dibolehkan melakukan operasi ini seperti indeks berat tubuhnya lebih dari angka 40, punya penyakit lain seperti diabetes atau hipertensi.

Dengan pengecilan lambung dan hilangnya sensor lapar, nafsu makan pasien akan berkurang. Hasilnya bobot tubuh akan merosot secara drastis. Dari pasien yang sudah melakukan, beratnya bisa mencapai bobot ideal. “Ada yang diabetes juga sampai tidak perlu obat lagi, hipertensi juga turun,” katanya.

Koleganya, dr. Hikmat Permana, mengatakan jumlah penderita obesitas di Indonesia sejauh ini belum terdata. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlahnya terhitung banyak dari total populasi. “Angka prevalensi obesitas grade 1,2,3 di atas 10 persen bersama pasien lain yang punya penyakit jantung dan diabetes,” kata spesialis konsultan endokrin metabolik diabetes di RSHS Bandung itu.

Meskipun metode itu telah menjadi tren di dunia sejak 3-5 tahun belakangan, Indonesia terhitung ketinggalan. Pelayanan bedah itu masih terbatas di beberapa rumah sakit, seperti di Jakarta dan Bandung. Menurut Reno, penyebabnya ada dua faktor, yaitu besaran biaya operasi dan ketakutan karena ada sebagian organ pasien yang dibuang.

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus