Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Bobotoh atau suporter Persib Bandung tak semuanya identik dengan kaus warna biru. Ada kelompok Flower City Casual (FCC) yang memiliki keanggotaan cair, juga tidak mewajibkan anggotanya mengenakan kaos ataupun embel-embel yang berhubungan dengan Persib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah pendirian kelompok ini disampaikan salah satu pentolannya, Rizki Ardi Maulana, 36 tahun. Ia mendapat inspirasi seusai menonton film berjudul Green Street Hooligans (2005) besutan sutradara Lexi Alexander.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Salah satu referensinya sih film Green Street Hooligans, kemudian kita cari tahu sumber lain hingga akhirnya kita bikin Casual," ujar Rizki kepada Tempo, di Bandung, Jumat, 2 Maret 2018.
Pada 2005 lalu, Rizki beserta 11 rekannya memutuskan untuk mendirikan FCC di Bandung. Namun, belakangan nama FCC lebih dikenal dengan sebutan Casual saja.
Bobotoh Persib Bandung, Flower City Casual. (flickr/Rizki Ardi Maulana)
Berbeda dengan kelompok suporter Viking Persib Club (VPC) ataupun Bobotoh Maung Barsatu (Bomber) yang mewajibkan anggota resminya dengan kartu anggota. FCC justru enggan menempuh jalur formal organisasi dimana membubuhi semacam kartu pengenal bagi anggotanya. "Kita sengaja tidak bikin id card, kalau mau gabung ya gabung saja," ujarnya.
Ciri khas FCC memang cukup kental dengan gaya-gaya suporter sepak bola di daratan Inggris. Tidak mengenakan kaos ataupun embel-embel yang berhubungan dengan Persib menjadi penanda utama bagi kelompok suporter ini.
Rizki mengatakan adaptasi urusan gaya mendukung tim sepak bola merupakan bentuk subkultur pendukung sepak bola di Inggris pada periode 1970-an hingga awal 1980. Casual kental dengan gaya berpakaian mengenakan jaket dan sepatu dari jenama terkenal semisal Adidas, Lacosta, Kappa, Burberry, dan yang lainnya.
Menurut Rizky, fase awal FCC terbentuk memang menyuguhkan sesuatu yang berbeda saat mendukung skuad Maung Bandung ke stadion. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan Bobotoh yang ikut dengan Casual semakin menjamur, walhasil urusan fesyen terkadang tidak menjadi patokan utama kelompok Casual ini.
"terkadang masih ada teman-teman yang mengenakan syal Persib, ya tidak masalah juga," ujarnya. "Tapi ada juga teman-teman yang bilang, oh ini mah kemunduran jauh dari budaya aslinya di Inggris, tapi kalau kata saya sih justru ya inilah ketika budaya menyerap ke budaya lokal jadi akulturasi."
Rekan Rizky yang juga merupakan pendiri FCC, Arlan Siddha, mengakui kalau percampuran budaya memang sesuatu yang niscaya, tidak terkecuali dalam sepak terjang Casual di Tanah Air--khususnya di Bandung.
"Itu terbentuk hanya karena kesamaan, suka musik, bola, suka budaya Inggris subculture Inggris. Mau Tidak mau adopsinya dari sana," katanya. "Kita juga menyadari ke sini ke sini ada attitude yang tidak bisa disamakan dengan di Inggris,"
Generasi awal Casual, ketika homebase Persib di stadion Siliwangi, Kota Bandung, biasanya, sebelum berangkat ke stadion, kelompok Casual selalu berkumpul di suatu tempat berjarak ratusan meter dari stadion. Kemudian setelah kumpul bareng, mereka pun datang ke stadion dengan berjalan kaki.
"Karena kan memang tradisinya berjalan kaki, namun belakangan semakin sulit, untuk parkir motor pun susah, akhirnya kita putuskan tempat pertemuan ya di tribun stadion saja," katanya.
Bobotoh Persib Bandung, Flower City Casual. (Facebook/Flower City Casual)
Casual mulai dikenal tepatnya pada 2010 silam. Kala itu, Arlan dan rekan-rekan Casual lainnya sudah mulai memberanikan diri untuk tampil dan mencari eksistensi di kalangan Bobotoh saat mendukung langsung pertandingan Persib di stadion. "Akhirnya Bobotoh lain jadi lihat dan pengen ikut," katanya.
Selain berpakaian bergaya kasual, identitas lain yang dimiliki FCC adalah membuat lagu-lagu penyemangat (chants) dengan bergaya bahasa Inggris. Chants ini juga menjadi pembeda kelompok yang biasa memenuhi tribun utara stadion ini dengan kelompok suporter lainnya.
Chants yang umum mereka nyanyikan adalah, "We love you 3x and where you play we follow we follow we follow coz we support for persib for persib for persib and that's the way we like it we like it we like it .. wooo ooo oooo wooo ooo ooo."
Penggalan lirik lagu milik Casual di atas kerap kali menambah atmosfir di stadion kian gempar. Selain menjadi pembeda, lirik menggunakan bahasa Inggris dibalut dengan nada-nada hasil adopsi budaya folk Eropa dinilai lebih mampu memberikan semangat bagi pemain di lapangan hijau. "Atmosfernya terasa lebih gahar juga," katanya.
Sejak berdiri hingga kini FCC sudah melahirkan 3 generasi. Kalau generasi awal hanya berisikan puluhan orang saja, generasi kini Casual sudah memiliki masa hingga ribuan anggota. "Karena tidak tercatat, paling jumlah Casual sekarang 3/4 tribun utara ya," katanya.
Selain berjumpa di stadion, Casual pun kerap kali menggelar pertemuan tiap bulannya. Diskusi bareng dari mulai membicarakan sepak bola, musik hingga forum jual beli pun tersaji dalam meja pertemuan itu.
Khusus ketika akan melakoni laga tandang, mereka pun biasanya menggelar pertemuan untuk membicarakan masalah teknis. Bagaimana mengantisipasi masalah tiket ataupun keselamatan ketika bertandang ke markas lawan.
Urusan tiket, memang menjadi masalah krusial bagi kelompok Casual ini. Khususnya tiket laga kandang Persib, kerapkali anggota Casual tidak kebagian tiket ataupun sudah memiliki tiket namun tidak bisa masuk karena tribun stadion sudah sesak dipenuhi penonton ilegal yang tidak memiliki tiket tapi tetap merangsek masuk.
"Kalau urusan tiket kami memang tidak memiliki hak istimewa dari Panpel. Kami memang tidak mau itu dan menghindari hal itu untuk tetap menjaga posisi kita sama manajemen," katanya.
Casual sejauh ini telah memberi warna tersendiri terhadap kelompok suporter pendukung Persib, bersama Viking dan Bomber. Mereka mendukung tim kesayangannya dengan gaya berbeda.