Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KENDATI tubuh sudah mulai ringkih, Mahathir Mohamad, 82 tahun, masih bersemangat dalam menyampaikan pikiran. Sabtu dua pekan lalu, bekas Perdana Menteri Malaysia itu hadir di Jakarta memberikan orasi ilmiah di depan lulusan terbaru Universitas Pancasila. Sepanjang pidato, berulang kali ia menekankan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa.
Selepas orasi, ia sempat ditanyai, apa solusi yang tepat bagi segudang masalah dalam pendidikan Indonesia. Sambil lalu, Siswono Yudohusodo, Ketua Yayasan Universitas Pancasila, berkelakar, ”Siapa tahu (Mahathir) jadi Presiden Indonesia.” Kontan, hadirin tertawa. Namun Mahathir, yang pernah menjadi menteri pendidikan, lekas menukas, ”Itu tak mungkin.”
Masalah yang dihadapi Indonesia, menurut dia, jauh lebih besar daripada di Malaysia. ”Indonesia memerlukan satu nilai yang bisa dijadikan pegangan bersama,” katanya. Walau tahu pelaksanaannya tak mudah, ia percaya Indonesia masih punya harapan untuk maju.
Omong-omong, bila Malaysia dulu banyak belajar dari Indonesia, apakah sekarang masih ada yang bisa dipelajari? ”Tentu saja. Indonesia punya skala permasalahan yang berkali-kali lipat dari Malaysia. Kalau Indonesia bisa mengatasi suatu masalah besar, berarti kami dapat mengatasi masalah serupa dengan mudah,” ujarnya. Mahathir memang masih tangkas bicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo