Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untunglah jadwal pertandingan sepak bola itu tidak bertabrakan dengan malam renungan kemerdekaan, saat ia membawakan monolog sepanjang 20 menit yang berjudul Keluh Kesah Apel Newton di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ini monolog keenam Danarto yang dihasilkannya selama 30 tahun terakhir, dan yang pertama secara khusus mendedah ide sufisme. Plotnya sendiri berkisah tentang seorang lelaki yang kehilangan istri dan lima anaknya setelah terjadinya perang nuklir.
Balik lagi tentang sepak bola, penulis Orang Jawa Naik Haji ini mengaku inilah satu-satunya hobi yang membuat ide kreatifnya dalam penulisan terus mengalir. ”Saya bahkan mengamati ’rapor’ banyak pemain kelas dunia,” katanya serius. Repotnya, jika punya kesempatan bertemu dengan David Beckham atau Michael Ballack, kemungkinan besar Danarto memilih diam. ”Bahasa asing tidak ada yang nyantol di kepala saya,” ujarnya dalam sebuah wawancara yang pernah dipublikasikan Jaringan Islam Liberal. ”Bahasa Inggris yang saya bisa cuma I love you. Don’t leave me. If you leave me, I will die.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo