Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enny Soekamto senang se-kali sa-at Ratih Dardo, se-sama pera-ga-wati era 1970-1980, mengajak-nya- me-na-ri Jawa. Ratih adalah ketua paguyuban putri Kunti Na-li-bro-to yang sudah dua kali meng-gelar pen-tas wayang o-rang khusus perempu-an-.
Badan Enny, kini 52 tahun, su-dah ka-ku. Padahal sewaktu- ma-sih SD di Su-rabaya awal 1960-an, Enny panda-i me-na-ri- serimpi. Ia juga mendapat ser-ti-fikat menari untuk tari-an- Sumate-ra-. Habis itu berhen-ti-. "Nggak kenal- me-nari la-gi-, dugem terus," Enny ter-tawa-, menyebut istilah "dunia ge-mer-lap-" yang lazim diguna-kan- untuk me-lu-kiskan hura-hu-ra pesta.
Untuk melemaskan tubuh-nya-, Enny- tekun berlatih. Se-jak Januari la-lu, seminggu- se-kali ia latihan bersa-ma-. I-ni masih ditambah kursus pri-vat-. Dan Kamis dua pekan- la-lu- Enny pun menari bersama man-tan peragawa-ti se-perti Ri-ma Melati, Dhani Dahlan, Irma Hutabarat, dan Ratih.
Dalam lakon Hamangun En-dro-prasto, Enny memeran-kan- Drupadi. Ra-tih menjadi De-wi Kunti. Sebanyak 400 ti-ket- seharga Rp 250 ribu ter-ju-al ha-bis. Suami dan ketiga- anaknya ikut me-nonton-. Me-re-ka kaget juga, kok ya sang ma-ma bisa menari. "Tapi me-re-ka- bilang pantas saja, wong mu-kanya su-dah muka Jawa be-gini, kok," kata En-ny sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo