PWI Jaya Kamis pekan lalu mellgadakan acara "selamat jalan" juga
dengan Bang Ali. Tempat: di Balai Kota. Yang hadir: hampir semua
pemimpin redaksi atau wakilnya dari penerbitan di Jakarta.
Termasuk: pemimpin redaksi koran-koran yang kena breidel
Pemerintah antara lain T.D. Hafas dari almarhum Nusantara.
Hafas. kini bekerja memimpin suatu perusahaan bersama tokoh
gerakan wiraswasta Dr. Soeparman. nampak lebih segar dan sehat.
"Saya tak mengira bahwa saya akan termasuk orang yang diundang",
katanya kepada dua orang wartawan lain yang semeja duduk makan
dengannya. Nusantara dulu gencar sekali menghantam
kebijaksanaan Ali Sadikin soal pembangunan kios di dekat bioskop
Menteng dan Ali Sadikin keras pula marahnya kepada koran itu.
Ternyata malam itu Bang Ali - setelah menerima kopi dokumentasi
berbagai penerbitan di Jakarta yang memuat hal-hal tentang DKI
di masa pemerintahannya - meminta juga kopi dokumentasi
Nusantara, di samping Pedonlan dan Indonesia Raya almarhum. Di
antara penerbitan yang sudah dicabut SIT-nya, cuma Harian Kami
yang diwakili oleh Zulharman Said yang menyerahkan
kenang-kenangannya. Kata Bang Ali malam itu pula: ia memang suka
marah kalau dikritik terutama kalau si pengkitik tak tahu betul
duduk perkaranya. Tapi ia, katanya, tak pernah usul kepada
Kopkamtib atau Deppen agar kalau pengritik itu dicabut SlT-nya.
Sebab kalau dicabut, "pekerjaan Pak Domo (Kas Kopkamtib - Red.)
memang berkurang, tapi pekerjaan saya jadi tambah", karena ada
sejumlah penganggur baru: para karyawan suratkabar yang
dimatikan itu.
Lagipula, kata Ali Sadikin pula, lebih baik koran tidak
takut-takut mengungkapkan keadaan. "Soal benar atau tidak, itu
nanti -- pokoknya info sudah masuk", katanya. Daripada kita
menyangka keadaan tenang, beres, tapi tiba-tiba ada
"pendadakan".
Istilah Sadikin tetap istilah militer, tapi malam itu para
wartawan pada manggut-manggut faham betul. Dan akur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini