MUHAMMAD Ali, 48 tahun, masih tetap mahabintang. Sudah lama ia menanggalkan sarung tinjunya, dan sudah lama pula julukan Si Mulut Besar ia lupakan. Namun, Ali yang datang ke Jakarta bersama istri keempatnya, Yolanda, tetap dielu-elukan. Di Masjid Istiqlal, Jakarta, sebelum dan sesudah sembahyang Jumat pekan lalu, ratusan umat Islam memanggil-manggil: Ali... Ali... Ali..., mirip di ring tinju. Ali sendiri, begitu memasuki masjid, berusaha mengepalkan tangannya. Lalu ia naik ke atas podium dan berseru, "Assalamualaikum." Turun dari podium Ali minta sisir dan menyisir rambutnya dengan santai. Dari seorang penggemarnya ia menerima kopiah hitam yang langsung dipakainya. "Wah, panas sekali," celetuknya seraya melepas kopiah itu. Usai sembahyang, petinju legendaris ini harus menunggu sekitar satu jam sebelum bisa meninggalkan masjid. Soalnya, massa masih berkerumun dengan yel-yel bersahutan. Dari podium Ali mohon agar diberi jalan ke luar. "Islam adalah beradab, beri saya jalan," katanya. Penggemarnya pun menyingkir. Kesempatan itu segera dimanfaatkan. Sambil memegang kedua sepatunya, Ali berlari kecil ke luar. Lucunya, dia tidak menuju ke mobil yang disiapkan, melainkan ke arah lain. Panitia terpaksa menyerobot mobil Taft milik seorang mayor yang biasa sembahyang di Istiqlal. Akhirnya Ali dilarikan ke Hotel Sahid Jaya tanpa pengawalan sirene. Bahkan di dalam Taft GT cuma ada Ade Nasution, Harold Smith, dan si pemilik mobil, Mayor Yamin. Ade Nasution adalah ketua panitia yang mendatangkan Ali ke sini. Mobil Taft itu hanya berhenti di gedung BCA, di seberang Hotel Sahid. Ade Nasution dan promotor Harold Smith terpaksa menggandeng Ali menyeberangi Jalan Sudirman. Lagi-lagi orang berkerumun. Dasar Ali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini