Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hasil survei YLKI menyebutkan sebanyak 27 persen gedung pemerintah di Jakarta melanggar aturan kawasan dilarang merokok.
Mayoritas pelanggar regulasi itu ialah aparat sipil negara.
Ada gedung kelurahan yang menyediakan tempat cuci tangan berisi materi iklan rokok.
JAKARTA – Sejumlah gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum steril dari asap rokok. Padahal perkantoran pemerintah Jakarta merupakan bagian dari kawasan dilarang merokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyaknya pelanggaran regulasi kawasan dilarang merokok tecermin dalam survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada 1-14 Juni 2021. Sigi dan observasi itu dilakukan di 250 gedung milik pemerintah DKI dan melibatkan 500 responden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasilnya, sebanyak 27 persen gedung pemerintah di Jakarta melanggar aturan kawasan dilarang merokok. Mayoritas pelanggar regulasi itu ialah aparat sipil negara (ASN) sebesar 47 persen; petugas, seperti sekuriti dan pasukan oranye, 24 persen; serta tamu 29 persen.
“Masih banyak ASN yang justru melanggar aturan,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, saat menyampaikan hasil survei “Implementasi Kawasan tanpa Rokok di Kantor Milik Pemprov DKI Jakarta”, kemarin. Padahal, ia melanjutkan, sanksi bagi amtenar yang melanggar aturan itu ialah pemotongan tunjangan kinerja daerah.
Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Daerah menyebutkan amtenar ataupun calon pegawai negeri yang tertangkap tangan merokok di lingkungan kerja pemerintah daerah dan tempat dilarang merokok tidak akan diberi tunjangan kinerja selama satu bulan.
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Tulus menjelaskan, Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok menyebutkan ada tujuh tempat yang termasuk kawasan dilarang merokok, yakni tempat umum, tempat kerja, angkutan umum, tempat ibadah, arena kegiatan anak, tempat belajar, dan pelayanan kesehatan. Namun hasil survei YLKI itu justru menunjukkan pelanggaran aturan tersebut di gedung pemerintah DKI.
Hasil survei dan observasi itu, Tulus melanjutkan, juga menemukan satu kelurahan yang diduga bekerja sama dengan perusahaan rokok dengan cara menyediakan tempat cuci tangan yang berisi materi iklan rokok. “Padahal kantor milik pemerintah harus bebas dari iklan rokok,” ujarnya.
Anggota Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, mengatakan pelanggaran aturan kawasan dilarang merokok masih terus terjadi karena sanksi bagi pelanggar aturan itu tidak realistis. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyebutkan sanksi bagi pelanggar regulasi kawasan dilarang merokok ialah denda Rp 50 juta atau kurungan selama 2 tahun penjara. “Ini tentu saja tidak realistis kalau diterapkan,” tuturnya.
Agus mendesak pemerintah DKI dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta segera mengesahkan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Kawasan tanpa Rokok. Sanksi dalam raperda itu dianggap lebih realistis untuk diterapkan.
Kepala Bidang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, Eko Saptono, mengamini hasil survei itu. Ia juga menemukan sejumlah amtenar merokok di kantornya. “Hasil pengawasan kami sama seperti temuan YLKI,” ujarnya.
Eko mengklaim telah memberikan sanksi kepada ASN yang melanggar aturan kawasan dilarang merokok. “Kami langsung berikan teguran tertulis,” tuturnya.
Menurut Eko, pelanggaran kawasan dilarang merokok di gedung pemerintah DKI masih ditemukan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat ihwal hal tersebut. Survei YLKI menyebutkan responden nekat melanggar regulasi karena sejumlah hal, seperti kurangnya kesadaran untuk menaati aturan itu, tidak ada tempat merokok, kurangnya sosialisasi aturan, hingga atasan mereka yang perokok.
Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan NAPZA Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Endang Sri Wahyuningsih, akan membangun kampung bebas asap rokok di setiap kecamatan. Tujuannya, mencegah pertambahan jumlah perokok, khususnya anak, yang nantinya berdampak pada menurunnya jumlah orang sakit akibat rokok, seperti kanker. “Karena anak ini akan menjadi investasi perusahaan rokok jika mereka telah menjadi perokok aktif,” ujar Endang.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo