Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik Kota Depok mencatat, angka kemiskinan di Kota Belimbing ini hingga akhir tahun 2019 mencapai 2,07 persen atau menurun dari tahun 2018 yang mencapai 2,14 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Seksi Neraca dan Analisis BPS Kota Depok, Bambang Pamungkas mengatakan, jika dihitung dalam jiwa, jumlah penduduk miskin di Kota Depok hingga tahun 2019 mencapai 49.357 jiwa dari sebelumnya 49.394 jiwa atau turun 37 jiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mengalami penurunan 0,07 persen atau 37 jiwa dari tahun sebelumnya,” kata Bambang dikonfirmasi Tempo, Jumat 24 Januari 2020.
Bambang menambahkan, meski secara angka mengalami penurunan, pada kenyataannya penduduk miskin di Kota Depok hanya berjalan di tempat. “Kalau dilihat sebetulnya jumlah penduduk miskin di Kota Depok mereka lari, tapi larinya di atas treadmill,” kata Bambang.
Alasannya, kata Bambang, meski secara jiwa mengalami penurunan, namun garis kemiskinan di Kota Depok mengalami peningkatan pesat atau bisa dikatakan biaya hidup di Kota Depok peningkatannya lebih besar dibandingkan peningkatan ekonomi orang miskin tersebut.
“Tahun 2018 prosentase kemiskinannya 2,14 persen dengan garis kemiskinan Rp 615.255 per kapita per bulan, sementara pada 2019 prosentase kemiskinan 2,07 % garis kemiskinannya Rp 644.860 per kapita per bulan,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, terkait gini rasio atau ketimpangan sosial di Kota Depok mencapai angka 0,387 atau masuk dalam kategori ketimpangan sedang. “Ketimpangan kita sedang karena di atas 0,3,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, salah satu indikator ketimpangan yang terjadi di Kota Depok disebabkan oleh maraknya pembangunan perumahan namun diperuntukkan bukan bagi masyarakat miskin atau masyarakat berpenghasilan rendah.
“Depok itu perumahan banyak dibangun ya, dan perumahannya itu mahal-mahal, jadi secara logikanya orang yang bisa beli rumah-rumah baru di Depok itu hanya orang yang penghasilannya tinggi,” kata Bambang.
Indikator lain, disebutkan Bambang, di Depok belum dibudayakan perilaku filantropis atau tindakan mencintai sesama manusia, “Di Depok ini banyak orang kaya, tapi belum ada budaya filantropis, atau orang kaya merasa penting untuk mendistribusikan duitnya untuk bantu orang orang yang miskin, terutama yang di sekitarnya,” kata Bambang.
Bambang mengatakan dengan membudayakan perilaku filantropis diharapkan ketimpangan dan angka kemiskinan di Kota Depok dapat terus berkurang. “Mengatasi ketimpangan tidak bisa hanya oleh pemerintah, tapi oleh masyarakat dengan kita budayakan filantropis itu,” kata Bambang.