Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DKI mengklaim mengawasi ketat pembuangan limbah dan perusakan perairan oleh tindakan industri.
Pencemaran air di Teluk Jakarta akan berdampak pada penghidupan nelayan di pesisir Ibu Kota.
Mulai dari buruknya sejumlah parameter baku mutu air laut hingga ditemukannya sampah APD medis dan parasetamol.
JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatakan mayoritas kawasan di muara Teluk Jakarta berstatus tercemar ringan. Hal ini didasari data pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup DKI pada 22 titik pemantauan di Teluk Jakarta, Maret lalu. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, mereka harus mengukur 38 parameter baku mutu air laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Secara umum tercemar ringan. Sebanyak 16 titik pemantauan atau 73 persen area tercemar ringan, 4 titik atau 18 persen tercemar sedang, dan 2 titik tercemar berat,” kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara rutin, Dinas Lingkungan Hidup memeriksa seluruh parameter baku mutu sebanyak dua kali setiap tahun. Selain muara Teluk Jakarta, pemeriksaan dilakukan di 11 titik muara laut dan delapan titik perairan Kepulauan Seribu. Sejumlah parameter dalam daftar pemantauan antara lain warna, kecerahan, kekeruhan, kebauan, keasaman, dan suhu air laut. Selain itu, Dinas harus mengukur kepadatan, sampah, lapisan minyak, dan puluhan kandungan kimia.
Kondisi Teluk Jakarta kembali menjadi perhatian setelah publikasi sebuah jurnal ilmiah di Marine Pollution Bulletin Volume 169, Agustus lalu. Empat peneliti berkolaborasi menyusun laporan berjudul "High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia". Dalam riset itu, para peneliti tersebut menemukan adanya kandungan parasetamol mencapai 610 nanogram per liter di perairan Angke dan 420 nanogram per liter di Ancol.
Menurut Yogi, parasetamol bukan salah satu parameter baku mutu air laut. Hal ini membuat DKI memang belum pernah mencatat atau meneliti kandungan asetaminofen di Teluk Jakarta. Selain itu, kata dia, Dinas mencatat kawasan Muara Angke dan Ancol bukan wilayah yang tercemar berat.
Warga beraktivitas di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, 3 Oktober 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat
Berdasarkan laporan periode pertama, perairan Angke tercemar ringan karena sejumlah parameter berada di atas standar, seperti fosfat, nitrat, ammonia, TSS, turbidity, coliform, dan fecal coli. Sedangkan perairan Ancol juga hanya didominasi peningkatan phispat dan nitrat. Meski demikian, kata dia, Dinas Lingkungan tetap merespons laporan tingginya kandungan parasetamol di Teluk Jakarta.
“Kami telusuri sumbernya. Kalau pencemarannya berasal dari industri, akan kami berikan sanksi administratif,” ujar dia. “Seperti saat kami mengawal pemulihan air laut yang tercemar akibat kebocoran minyak mentah.”
Selain parasetamol, sejumlah riset telah melaporkan tingginya pencemaran di kawasan Teluk Jakarta. Kolaborasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Pertanian Bogor, dan Universitas Terbuka pernah membuat riset peningkatan volume sampah medis berupa alat pelindung diri (APD) pada awal pandemi Covid-19. Selama periode Maret-April 2020, mereka menemukan sekitar 780 alat medis dengan berat total mencapai 0,13 ton atau setara dengan 15-16 persen dari total sampah harian yang bermuara di perairan Marunda dan Cilincing. Beberapa jenis sampah medis yang ditemukan adalah masker, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, dan jas hujan—APD darurat yang sering digunakan tenaga kesehatan atau relawan.
Dalam riset yang sama, para peneliti juga menemukan jumlah sampah plastik di dua perairan tersebut telah meningkat hingga 46-57 persen. Teluk Jakarta memang telah tercatat sebagai muara sampah-sampah yang hanyut di 13 sungai di Ibu Kota. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah mencatat total limbah industri yang mengalir ke Teluk Jakarta mencapai 77,2 ribu ton dan limbah rumah tangga 10,6 ribu ton per tahun.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, menilai pemerintah seharusnya berfokus dalam pemulihan ekosistem di perairan Jakarta yang semakin buruk. Selain itu, ia mengkritik tetap bergulirnya isu penuntasan proyek reklamasi di pulau terbengkalai.
Menurut Tubagus, Walhi telah lama mendorong pemerintah menertibkan limbah rumah tangga dan industri yang kerap dibuang ke aliran sungai hingga laut. Sebab, kata dia, kegiatan itu memperburuk kualitas air di Teluk Jakarta dan mengancam biota laut. Secara langsung, kondisi ini juga akan mempersulit para nelayan pesisir yang mencari nafkah dengan menangkap ikan dan membudidayakan kerang di lokasi tersebut.
“Pencegahan terhadap beban pencemaran harus dilakukan lebih dulu, termasuk juga menginventarisasi segala jenis atau parameter pencemaran,” kata Tubagus. “Temuan ini (parasetamol) semakin menambah panjang daftar beban pencemaran di Teluk Jakarta.”
FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo