Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini, Indonesia disebut sudah memasuki darurat judi online. Namun, sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1947 tentang Penertiban Perjudian dikeluarkan, judi di Indonesia adalah kegiatan legal yang difasilitasi pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dinukil dari ejournal.uinsaid.ac.id, pada rentang 1945 sampai 1960, untuk mendongkrak perekonomian negara, pemerintah mengadakan Lotre Dana Harapan yang dikelola oleh pemerintah pusat di bawah tanggung jawab Yayasan Rehabilitasi Sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Yayasan Rehabilitasi Sosial merupakan sebuah lembaga yang muncul di era pemerintahan Presiden Soekarno yang bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan di bidang sosial. Namun, yayasan ini telah ditutup pada tahun 1965. Kemudian pada era kepemimpinan Soeharto, lembaga ini kembali muncul dengan nama yang berbeda yaitu Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) atau saat ini dikenal dengan Kementerian Sosial.
Lebih lanjut, pada 1974 – 1976 pemerintah melakukan studi banding di Inggris untuk mencermati tentang pelaksanaan model perjudian dalam bentuk undian yang dinamakan forecast. Dengan berbagai pertimbangan dari Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Inteljen Negara (BAKIN), dan Departemen Sosial, Kupon Porkas Sepak Bola diresmikan, peredaran, dan penjualannya pada 28 Desember 1985.
Ilustrasi SDSB. Foto: Istimewa
Perkembangan Istilah Judi
Meurut catatan Sejarah, perjudian di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan bentuk dari waktu ke waktu, dari Lotre Dana Harapan hingga SDSB.
Bermula dari Lotre Undian Harapan yang dikelola oleh pemerintah pusat di bawah tanggung jawab Yayasan Rehabilitasi Sosial, hasil dari penarikan lotre ini digunakan untuk pembiayaan permasalahan sosial sesuai dengan aturan yang tertera pada Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomer: B.A. 5-4-76/169 tentang penyelenggaraan undian harapan.
Dana Harapan kemudian ditutup karena protes dari masyarakat dan tidak mampu menggalang dana lebih untuk kepentingan sosial sehingga diganti dengan SSB (Sumbangan Sosial Berhadiah). Akan tetapi dalam sosialisasinya pemerintah menyampaikan bahwasanya hal tersebut bukanlah judi, melainkan suatu sumbangan.
Ilustrasi SDSB. Foto: Istimewa
Setelahhnya, KSSB (Kupon Sumbangan Sosial Berhadiah) diberlakukan sejak 1979 dan dicetak dan diundi sebanyak 4 juta lembar. Namun hal ini hanya berlaku 9 tahun saja dan diganti dengan SDSB di penghujung 1988-an. Peredaran KSSB saat itu diikuti dengan beredarnya porkas dan berganti menjadi KSOB pada 1987.
Pelaksanaan KSOB mengacu pada SK Menteri Sosial nomor 29/BSS 1987. Keberadaan KSOB sama halnya dengan Porkas, hanya berlangsung singkat. KSOB dan TSSB selanjutnya digantikan oleh SDSB. Hingga pada 1993, izin dari SDSB dicabut dan dibatalkan oleh pemerintah karena penolakan dan protes dari berbagai kalangan, termasuk aksi mahasiswa dan fatwa dari MUI yang mengharamkan SDSB.