Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta Hingga saat ini, banyak orang masih menilai bahwa selaput dara adalah simbol keperawanan.
Padahal, penilaian tersebut tidaklah benar. Sebetulnya apa itu selaput dara?
Melansir laman flo.health, selaput dara adalah jaringan tipis dan elastis yang terletak di bawah lubang vagina. Jaringan ini memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda, serta dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Selaput dara yang benar-benar menutupi lubang vagina mungkin terlihat seperti cakram tipis atau cincin. Sementara selaput dara yang tidak sepenuhnya menutupi lubang vagina mungkin akan terlihat seperti bulan sabit.
Selaput dara yang normal umumnya memiliki lubang bukaan. Beberapa wanita memiliki lubang bukaan yang kecil, sementara beberapa yang lain memiliki banyak lubang bukaan. Selaput dara juga mungkin memiliki tag kulit, tonjolan, atau takik yang disebut caruncles himen.
Selaput dara sebagian besar terdiri dari jaringan elastis yang dapat bergerak dan meregang saat kulit di sekitar vagina bergerak. Bagian selaput dara yang menempel pada vulva sedikit lebih tebal atau lebih padat daripada lipatan selaput yang bergerak bebas dari permukaan kulit. Bagian membran yang bergerak bebas tidak mengandung serabut saraf, otot, atau sel darah, sehingga tidak mungkin berdarah atau sangat sakit meskipun robek.
Apakah Setiap Wanita Memiliki Selaput Dara?
Dilansir dari Natural Cycles, beberapa wanita dilahirkan dengan selaput dara yang kecil atau tanpa selaput dara sama sekali. Hal ini normal dan tidak membutuhkan perhatian medis.
Banyak orang kerap mengartikan wanita yang selaput daranya rusak atau tidak utuh pasti disebabkan oleh hubungan seks. Padahal, selaput dara juga bisa rusak karena hal lain, seperti olahraga atau penggunaan produk menstruasi seperti tampon.
Selain itu, pada banyak wanita, selaput dara bisa menipis dari waktu ke waktu tanpa pertanda apapun. Bagi yang lain, robekan mungkin lebih jelas jika selaput dara lebih tebal dan kurang elastis.
“Ini mungkin sama sekali tidak terlihat atau anda mungkin mengalami rasa sakit atau pendarahan setelah pemasangan tampon pertama atau hubungan seks pertama," kata Mary Rosser, direktur divisi untuk obstetri dan ginekologi umum di Montefiore Health System, sebagaimana dikutip dari SELF.
Selaput Dara dan Tes Keperawanan
Pada banyak negara, anak perempuan seringkali dipaksa untuk menjalani tes keperawanan karena berbagai alasan. Di beberapa daerah, tes keperawanan pada korban perkosaan untuk memastikan apakah pemerkosaan terjadi atau tidak juga sudah menjadi praktik yang umum.
Tes ini biasanya dilakukan dengan memeriksa robekan atau ukuran pembukaan selaput dara.
Jika selaput dara seorang anak perempuan robek, maka ia dianggap sudah tidak perawan. Hasil tes ini kemudian dapat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap moral, kehormatan, dan status sosialnya. Padahal, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, selaput dara juga bisa robek karena sebab-sebab lain.
Menurut WHO, sebagaimana dilansir dari laman resminya, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tes keperawanan dapat membuktikan apakah seseorang telah melakukan hubungan seksual atau belum.
Tes keperawanan dengan memeriksa robekan selaput dara tidak hanya melanggar hak asasi perempuan. Namun dalam kasus perkosaan juga dapat menyebabkan rasa sakit tambahan atau membuat korban kembali trauma.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca juga: 7 Mitos Keperawanan, Faktanya Tak Semua Wanita Punya Selaput Dara
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini