Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

NJOP Melejit, Warga dan DPRD Kota Bekasi Protes

Warga dan DPRD Kota Bekasi terkejut mengetahui tagihan PBB naik akibat NJOP melejit hingga 100 persen ketimbang tahun sebelumnya.

2 Maret 2019 | 12.25 WIB

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda. Foto: Facebook Aan Suhanda
Perbesar
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda. Foto: Facebook Aan Suhanda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kota Bekasi terkejut menerima tagihan pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun ini yang naik hingga 100 persen ketimbang tahun sebelumnya. Kenaikan pajak tersebut ditengarai akibat  nilai jual obyek pajak atau NJOP melejit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca juga: Katulampa Siaga 3, Banjir Sudah Rendam Sebagian Jakarta Pagi Ini

Fairus, pria yang tinggal di Kampung Nangka, Kelurahan Perwira, Kecamatan Bekasi Utara, protes. Dia harus membayar pajak tanah tahun ini sebesar Rp 1.096.000 atau naik empat kali lipat dari 2018. "Tahun lalu hanya Rp 200 ribu," kata Fairus kepada Tempo, Jumat, 1 Maret 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menerangkan bahwa berdasarkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dari Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kota Bekasi nilai jual lahannya seluas 400 meter Rp 437.568.000 dan bangunan seluas 200 meter persegi senilai Rp 303.200.000. Sedangkan tarifnya sebesar 0,15 persen, padahal tahun lalu 0,1 persen.



Jeritan warga Kota Bekasi juga muncul di media sosial. Pemilik akun Facebook Dewie Fitriani menyebut tagihan PBB tahun ini hampir Rp 800 ribu. Padahal, tahun sebelumnya sekitar Rp 400 ribu. "Semalam ambil surat PBB dari Pak RT, pas lihat nominal yang harus dibayar kaget, naik dua kali lipat," tulisnya pada Senin malam lalu. Pemilik akun Ning's Yulia juga mengaku menerima tagihan PBB Rp 50 ribu, padahal tahun lalu Rp 29 ribu.

Pemerintah Kota Bekasi akhirnya memberikan penjelasan. Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda, pemerintah menaikkan NJOP tanah per Januari 2019 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan disertai petunjuk pelaksanaan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 37 Tahun 2012.

Kenaikan tarif PBB tersebut adalah implikasi dari penyesuaian atau kenaikan NJOP tanah dengan harga pasaran. Kenaikan NJOP dan tarif PBB tersebut juga tak harus disosialisasi kepada masyarakat karena itu merupakan ketetapan yang telah diatur dalam regulasi. "NOJP di Kota Bekasi masih jauh dari harga tanah di pasaran," ujar Aan.

Aan pun menjelaskan bahwa menaikkan NJOP tanah adalah bagian dari skema menggenjot pendapatan daerah dari sektor PBB, sekaligus menaikkan harga pasaran tanah di Bekasi. Tahun ini instansinya menargetkan pendapatan dari PBB Rp 599 miliar atau naik Rp 259 miliar dari target pada 2018 sebesar Rp 340 miliar. Pendapatan tahun lalu bahkan melampaui target hingga 133 persen atau Rp 440 miliar.

Kenaikan harga tanah di Bekasi bersifat parsial atau tidak sporadis demi menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Aan menyebut kenaikan tertinggi berada di kawasan ekonomi dan perdagangan. Dia mencontohkan, di kawasan Perumahan Harapan Indah, NJOP sebelumnya sekitar Rp 2,3 juta per meter persegi, tapi kini menjadi Rp 4 juta. Sedangkan harga pasaran di sana kini mencapai Rp 10 juta per meter persegi.



Menurut Aan, NJOP tanah paling tinggi berada di pusat kota, yaitu di sekitar Jalan Ahmad Yani. Harga resmi yang baru dipatok Rp 12,650 juta per meter persegi atau naik dari sebelumnya sekitar Rp 10 juta.

Merujuk pada regulasi, dia menerangkan, NJOP di Kota Bekasi terbagi menjadi 100 kelas. Paling tinggi atau kelas 1 senilai Rp 68 juta, sedangkan terendah Rp 170. Kelas harga lahan tertinggi terdapat di tengah Kota Bekasi dan terendah di kawasan Bantargebang.

Aan mengatakan kenaikan nilai NJOP berkorelasi dengan tarif PBB yang mesti dibayar per tahun oleh masyarakat. Tarif PBB pun dibagi tiga kategori: NJOP lahan di bawah Rp 500 juta tarif PPB 0,1 persen dari nilai lahan, Rp 500 juta-1 miliar tarif 0,15 persen, serta di atas Rp 1 miliar tarifnya 0,25 persen. Maka wajar jika terjadi kenaikan PBB hingga empat kali lipat karena BJOP-nya juga naik.

"Sebelumnya kena 0,1 persen karena NJOP di bawah Rp 500 juta, tapi sekarang tarifnya 0,15 persen karena NJOP-nya Rp 500 juta-1 miliar.”

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Choiruman Juwono Putro, juga memprotes jebijakan pemerintah daerah karena menaikkan NJOP tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Dia mengaku sudah mengetahui adanya perdebatan di masyarakat akibat melonjaknya tagihan PBB. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut khawatir kenaikan PBB akan menurunkan rasio masyarakat membayar pajak.

Menurut dia, jika mayoritas masyarakat tak membayar pajak, pendapatan pajak tahun ini akan lebih rendah dari tahun lalu. “Kami ingin pendapatan meningkat tapi dengan informasi yang jelas kepada masyarakat," ujar Choiruman.

Tahun ini, Pemerintah Kota Bekasi mematok target ambisius dalam pendapatan dari PBB, yakni Rp 599 miliar. Angka tersebut naik sekitar 70 persen dari target tahun sebelumnya. "Ini dampak dari penerapan kebijakan ZNT (zona nilai tanah) yang masyarakat belum tahu," ujar Choiruman.

ZNT adalah program Badan Pertanahan Nasional untuk menilai harga tanah. Meski peta ZNT belum jelas, pemerintah daerah buru-buru menetapkan kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan di Bekasi sejak Januari lalu.

Choiruman menuturkan target pendapatan daerah tahun lalu sebesar Rp 2,4 triliun tapi hanya tercapai Rp 2 triliun. Sedangkan tahun ini target total justru dipatok Rp 2,8 triliun. "Kenaikan hampir 50 persen atau hampir Rp 1 triliun,” kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kota Bekasi itu. “Ini tidak realistis.”

Baca juga: Cuitan Tokoh yang Sempat Terperdaya Hoax Ratna Sarumpaet

Dia khawatir, efek NJOP melejit, target itu memicu terjadinya defisit anggaran seperti yang terjadi pada 2018 sebesar Rp 340 miliar, tapi realisasinya hanya Rp 133 miliar. Bahkan, tahun sebelumnya, diargetkan Rp 290 miliar, namun terealisasi Rp 101 miliar. Artinya, pendapatan daerah lebih kecil ketimbang belanja yang telah ditetapkan.
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus