Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Sejarah Hari Ini: Rapat Besar di Lapangan IKADA

Para pemuda tergerak untuk mengadakan rapat umum memperingati sebulan kemerdekaan guna menegaskan status negara Indonesia

19 September 2021 | 16.29 WIB

Suasana rekonstruksi rapat raksasa Ikada 1945 di lapangan Monas, Jakarta Pusat, Ahad sore, 16 September 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Perbesar
Suasana rekonstruksi rapat raksasa Ikada 1945 di lapangan Monas, Jakarta Pusat, Ahad sore, 16 September 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan setelah Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi, pemerintah Indonesia belum berhasil mengukuhkan kekuasaannya di semua bidang. Para pemuda pun tergerak untuk mengadakan rapat umum memperingati sebulan kemerdekaan guna menegaskan status negara dan merekatkan secara emosional antara pemerintah dan rakyat Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di masa awal kemerdekaan, terdapat dua macam pemerintahan, yaitu pemerintahan bala tentara Dai Nippon dan pemerintahan Republik Indonesia. Aboe Bakar Loebis dalam Kilas Balik Revolusi (1992) menuliskan saat itu posisi menteri diisi oleh orang-orang bekas pegawai kolonial yang menjadi kepala jawatan di zaman Jepang.

 

Acara yang sedianya diadakan pada 17 September diundur dua hari dan dilakukan di lapangan Ikatan Atletik Djakarta atau IKADA. Peristiwa ini juga disebut sebagai rapat Ikada.

 

Penggagas rapat raksasa ini yaitu komite van aksi yang merupakan wadah bagi para pemuda dan mahasiswa. Mereka mampu memobilisasi massa hingga 300 ribu orang dan mendesak pemerintah untuk hadir dalam agenda tersebut. Komite ini terdiri dari beberapa sub organisasi seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API), BARA (Barisan Rakyat), dan Barisan Buruh Tani (BBT).

 

Pemerintah Dai Nippon yang mendengar rencana rapat ini membuat perintah tandingan. Mereka melarang mengadakan rapat umum di lapangan IKADA dan mengancam akan menitindakan tegas untuk mencegah hal itu berlangsung.

 

Walaupun mendapat tekanan dari pemerintah Jepang, para pemuda tersebut menolak tunduk pada pelbagai ancaman yang diberikan. Namun Pemerintah Indonesia justru bersikap lunak karena tidak mau mengambil resiko untuk melawan kemauan Jepang. Presiden Sukarno bahkan dikabarkan awalnya menolak untuk datang. Namun para pemuda dari Asrama Prapatan 10 terus membujuk Sukarno.

 

Bung Kano pun melunak dan mau menghadiri rapat tersebut. Kedatangan Bung Karno sudah ditunggu oleh para pemuda dari pagi hingga petang menjelang. Massa yang awalnya riuh, setelah Sukarno mendatangi rapat tersebut, hening seketika.

 

Bersama Bung Hatta, Bung Karno meminta massa rapat besar IKADA untuk tetap tenang dan percaya kepada pemerintah. “Kalau memang saudara percaya kepada Pemerintah Republik Indonesia yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan ini, walaupun kami akan robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kepada kami, dengan tunduk kepada perintah-perintah kami dan disiplin. Sesudah perintah kami ini, marilah kita sekarang pulang dengan tenang dan tentram," ucapnya.

 

GERIN RIO PRANATA

Baca juga:

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus