Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang gugatan perdata terhadap Rocky Gerung yang diajukan David Tobing selaku penggugat kembali digelar pada Selasa, 27 Februari 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan ini digelar dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dari pihak tergugat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum Rocky Gerung, Muhammad Al Ayyubi Harahap mengatakan, bahwa pihaknya menghadirkan saksi fakta dari Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia atau KSPSI, Mohammad Jumhur Hidayat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasannya, kata Ayyubi, saksi fakta itu ada di dalam seminar buruh untuk aksi penolakan Undang-undang Omnibus Law, saat Rocky Gerung mengucapkan pernyataannya yang dituding menghina Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu.
"Tadi saksi Jumhur sudah menjelaskan kepada majelis hakim apa yang dia lihat, dia dengar, dan dialami bahwa diksi pernyataan Rocky Gerung itu berkaitan dengan kebijakan Jokowi yang menerbitkan UU Omnibus Law," kata Ayyubi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa, 27 Februari 2024.
Berdasarkan penjelasan Jumhur, Ayyubi mengungkapkan bahwa UU Omnibus Law yang diterbitkan Jokowi itu merugikan buruh, masyarakat adat, dan sektor yang lain. Ayyubi juga menyatakan, bahwa dari kesaksian Jumhur, kliennya tidak pernah menyebut nama David Tobing selaku penggugat gugatan ini.
"Penggugat juga tidak ada di acara itu, jadi perkara ini apa yang dilakukan oleh Rocky Gerung dalam seminar itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan David Tobing," ujarnya.
Karena itu, Ayyubi menilai bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan hukum dan legal standing untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebab, ujarnya, dalam sidang pemeriksaan dari pihak penggugat, tetapi tidak ada satupun saksi fakta dan saksi ahli dari penggugat untuk diperiksa.
Sebelumnya kata Ayyubi, penggugat telah menyerahkan bukti-bukti surat kepada Majelis Hakim dalam persidangan. Namun, kata Ayyubi, ketika diperiksa, bukti-bukti yang diserahkan penggugat adalah peraturan perundang-undangan saja.
Undang-undang itu tentang Kewarganegaraan, UU ITE, UU tentang Advokat, UU Hak Asasi Manusia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Surat Edaran Mahkamah Agung, tangkap layar Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita online tentang Rocky Gerung, dan doktrin hukum perdata.
"Walapun penggugat melampirkan 1 barang bukti video Rocky Gerung, namun hal itu menunjukkan bahwa Penggugat sama sekali tidak memiliki bukti-bukti yang layak hingga harus melampirkan peraturan perundang-undangan sebagai bukti surat," katanya.
Penggugat sama sekali tidak memiliki bukti surat apapun untuk menunjukkan bahwa Rocky Gerung telah melanggar hukum dan langsung merugikan diri penggugat.
Karena itulah, kuasa hukum melihat gugatan perdata terhadap Rocky Gerung dilakukan hanya untuk mengganggu Rocky Gerung yang sering memberikan kritik terhadap pemerintah
"Karena gugatan dan proses persidangan tidak dilakukan secara serius, terlebih lagi gugatan tidak diajukan dengan dasar fakta maupun hukum yang jelas," kata Ayyubi.
Kata Ayyubi, gugatan yang dilampirkan oleh penggugat seperti ini dikenal dengan vexatious litigation. Majelis Hakim seharusnya sudah dapat melihat atau menilai kelayakan dan keseriusan gugatan ini. Gugatan ini sudah seharusnya ditolak oleh majelis hakim yang memeriksa perkara.