Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pabrikan chip di Cina ramai mengimpor mesin produksi chip bekas. Mereka melakukannya setelah terimpit oleh permintaan chip yang terus melambung sementara suplai bahan baku semikonduktor dunia tak bertambah--yang diperparah dengan perang dagang dengan Amerika Serikat yang membuat suplai dan permintaan untuk industri semikonduktor di Cina timpang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pasar barang bekas untuk produksi chip sekarang sedang booming," kata Liang Yuhao, product engineer di Ningbo Chipex Semiconductor Co. kepada Global Times, Minggu 21 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia mengaku kalau perusahaannya telah membeli tambahan 20 alat uji lembaran semikonduktor (wafer) dari 30 alat yang sudah dimiliki. "Pesanan tahun ini telah meningkat lebih dari 10 ribu wafer per bulan dibandingkan tahun lalu dan kami harus segera menambah produksi," katanya.
Menurut Liang, kebanyakan mesin bekas untuk produksi semikonduktor diimpor dari Jepang. Alat-alat dan bahan baku bekas itu, dia menambahkan, bisa lebih murah 30 persen daripada barang yang baru.
Namun, laporan media setempat menyebutkan, meledaknya pasar barang bekas untuk industri semikonduktor itu telah mendorong harganya naik rata-rata 20 persen. Kebutuhan utama berupa alat lithography pada bahan semikonduktor bahkan naik sampai lebih dari 300 persen.
"Peralatan industri semikonduktor bekas kini menjadi barang panas, dengan harganya di tempat kami yang sudah naik sekitar 10 persen," kata Liao Jingqiang, penyalur peralatan manufaktur bekas berbasis di Provinsi Guangdong, Cina.
Peralatan lithography, misalnya, dijualnya 3-7 juta yuan (Rp 6,6-15,5 miliar), sedang mesin pemotongnya mulai dari 4 juta yuan. "Kami menerima belasan pesanan setiap hari sehingga tidak banyak stok yang ada," kata Liao.
Xiang Ligang, Direktur Jenderal Aliansi Konsumsi Informasi di Beijing, menekankan kalau kelangkaan chip di dunia dan sanksi ekonomi dari Amerika telah menjepit perusahaan chip lokal di Cina. Peralatan bekas yang dianggap lebih mudah dirangkai dan lebih murah daripada yang baru lalu diambil sebagai pilihan untuk banyak pabrik chip skala kecil.
Menurutnya, "Kebanyakan peralatan semikonduktor bekas di Cina datang dari Jepang, di mana skala pasarnya relatif kecil."
Namun, laporan dari Semiconductor Equipment and Materials International pada Desember lalu menyebutkan kalau Cina telah menjadi pasar terbesar untuk peralatan industri semikonduktor bekas di dunia pada 2020. Sepanjang tahun itu, nilai impor Cina senilai $13,7 miliar atau hampir Rp 200 triliun, naik 30 persen dari tahun sebelumnya.
"Angka impor peralatan lithography tumbuh 97 persen pada tahun yang sama," bunyi laporan itu.
Di dunia, banyak industri telah terpukul oleh kelangkaan suplai chip yang yang menjadi otak dari seluruh perangkat elektronik cerdas saat ini. Apple, misalnya. Perusahaan ini tercatat sebagai pembelanja semikonduktor terbesar di dunia, $58 miliar setiap tahunnya. Gara-gara masalah pasokan semikonduktor pula, Apple sempat menunda dua bulan peluncuran smartphone terbarunya iPhone 12 pada tahun lalu.
Industri otomotif idem. Ford dan General Motors belum lama ini mengatakan kelangkaan chip bisa menggerus keuntungan masing-masing pada tahun ini sebesar $2,5 dan 2,0 miliar.
Di dunia game, Sony pada bulan lalu telah menyatakan kalau target penjualan PlayStation 5 tak akan mungkin tercapai pada tahun ini. Microsoft bahkan memperkirakan masalah rebutan chip di antara industri-industri bakal bertahan hingga akhir tahun ini.
Bukti paling nyata dari pasokan chip yang terbatas datang dari Samsung. Perusahaan raksasa dari Korea ini belum lama mengumumkan penundaan satu seri smartphone flagship terbarunya. Padahal Samsung, pembelanja chip terbesar kedua di dunia, adalah juga produsen chip terbesar kedua di dunia.
"Luar biasa, Samsung yang biasa menjual semikonduktor hingga $56 miliar kepada industri lain, dan mengkonsumsi senidiri senilai $36 miliar, sampai terdampak dan mengumumkan penundaan peluncuran produknya," kata Neil Campling, analis media dan teknologi di Mirabaud Group.
GLOBAL TIMES | GUARDIAN | NEW SCIENTIST