Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pencatutan KTP atau identitas Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada padanya bisa dilakukan dengan beragam modus. Mulai dari pembobolan data dengan cara peretasan hingga cara yang mungkin tak disangka-sangka semisal penggandaan di tempat layanan fotokopi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chairman CISSReC, Pratama Persadha, mengungkap itu saat diminta tanggapannya atas dugaan pencatutan KTP untuk meloloskan pasangan calon kepala daerah Jakarta dari jalur perseorangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana. CISSReC adalah lembaga riset keamanan siber yang belum lama ini mengungkap adanya kebocoran data milik Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pratama, pencatutan KTP saat ini semakin mudah karena banyaknya kebocoran data yang terus terjadi sampai saat ini. "Sebagian besar data pribadi yang bocor memiliki kolom NIK, sehingga oknum hanya melakukan filtering dengan kodefikasi dua digit awal NIK," katanya, Selasa 20 Agustus 2024.
Masyarakat Indonesia yang masih kerap menduplikat KTP di layanan fotokopi, sebagai syarat melamar kerja atau keperluan lainnya, juga diharapkan Pratama bisa lebih meningkatkan kewaspadaannya. Sebab, dia menambahkan, tidak jarang oknum pencatutan KTP bekerja sama dengan layanan fotokopi.
"Cara lain yang bisa dilakukan untuk pencatutan NIK adalah kerja sama layanan fotokopi untuk menyimpan satu duplikat KTP yang merupakan KTP DKI Jakarta," ucap Pratama.
Pratama menyorot sifat masyarakat di Tanah Air yang abai akan keamanan identitas pribadi turut berpotensi menyebabkan pencatutan NIK KTP semakin masif terjadi di Indonesia. Misalnya saat membuat dokumen yang tidak terpakai ke tong sampah. Seharusnya dokumen yang dibuang sudah dihancurkan terlebih dahulu supaya tidak disalahgunakan.
"Data-data penting ada dalam dokumen seperti surat lamaran pekerjaan, undian, formulir pendaftaraan keanggotaan, dan sejenisnya," ucap Pratama.
Diberitakan sebelumnya, tim pasangan Dharma-Kun membantah pencatutan KTP sebagai bukti dukungan hingga mereka dianggap memenuhi syarat pendaftaran peserta Pilkada Jakarta 2024. Bantahan diberikan sekalipun pengaduan korban pencaturan mengalir ke Bawaslu.
Tim tersebut menyatakan sudah mengumpulkan KTP sesuai aturan dan tidak ada manipulasi data seperti yang dugaan yang beredar luas. "Jika hari ini ada masyarakat yang merasa dirinya tidak mendukung Dharma-Kun, namun KTP miliknya tercantum sebagai pendukung, ya itu di luar sepengetahuan kami," kata koordinator pengumpul surat dukungan Jakarta Pusat, Indra Syahfirman.