Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Situasi yang beresiko membutuhkan pendekatan yang beresiko pula. Ada kalanya kita dihadapkan dengan situasi di mana idealisme tak bisa lagi dipertahankan. Kita dipaksa berkompromi, bertindak melawan nilai-nilai yang dianut, demi bisa bertahan hidup beberapa hari lagi.
Samurai memiliki nilai-nilai idealisme tersebut, yang mengatur mulai dari cara mereka berbicara, bersikap, hingga kapan saatnya katana dihunuskan. Mereka menyebutnya sebagai Bushido, jalan pedang para Samurai. Namun, apakah Bushido harus setiap saat dipatuhi? Ghost of Tsushima, game eksklusif PlayStation 4 terbaru, mengajak gamer mendalami hal itu.
Dikembangkan oleh studio first-party Sony, Sucker Punch, Ghost of Tsushima mengambil setting era Kamakura, Jepang tahun 1185 hingga 1333. Pada era tersebut, salah satu peristiwa bersejarah yang berperan besar terhadap peradaban Jepang ke depannya adalah Invasi Mongol.
Invasi pertama terjadi di tahun 1274, dibuka dengan tibanya pasukan Mongol di Pantai Komodahama, Pulau Tsushima. Delapan puluh samurai dikirim untuk menghentikannya, dipimpin Gubernur Tsushima So Sukekuni. Jin Sakai (Daisuke Tsuji), protagonis dari Ghost of Tsushima, adalah satu dari puluhan samurai yang dikirim
Seperti peristiwa aslinya, samurai berguguran dalam babak pertama Invasi Mongol itu. Beruntung bagi Jin Sakai, ia berhasil bertahan hidup. Diselamatkan seorang pencuri bernama Yuna, Jin Sakai mendapat kesempatan kedua untuk hidup dan mencegah invasi yang lebih parah dari Kekaisaran Mongol. Namun, sekarang, Ia seorang diri.
Jin Sakai sebagai Samurai
Menjadi samurai terakhir dari Pulau Tsushima, Jin Sakai sadar bahwa nyaris mustahil mengalahkan pasukan Mongol pimpinan Khotun Khan, kerabat dari Genghis Khan, seorang diri. Ia kalah jumlah, kalah peralatan, kalah pertahanan pula. Ia tiba di satu titik di mana harus memilih antara menghadapi Mongol dengan cara Samurai atau cara yang ia sebut "tidak terhormat".
Pergulatan tersebut menjadi fondasi gameplay Ghost of Tsushima. Gamer diajak memilih antara bermain sebagai Jin Sakai sang Samurai atau sebagai Jin Sakai sang Ninja yang disebut penduduk setempat sebagai 'Hantu dari Tsushima'.
Kedua jalan memiliki pendekatan yang berbeda. Sebagai Samurai, Jin Sakai akan lebih konfrontatif, menggunakan teknik Kenjutsu untuk menghabisi pasukan-pasukan Mongol. Awalnya, mekanisme pergerakan Jin Sakai akan cukup sederhana, kombinasi serangan ringan, serangan berat, tangkisan, dan gerakan menghindar. Seiring berjalannya game, gamer akan diperkenalkan dengan berbagai kuda-kuda Kenjutsu yang akan berpengaruh terhadap jalannya pertarungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada empat kuda-kuda di Ghost of Tsushima: Stone, Water, Wind, dan Moon. Memakai kuda-kuda "Stone" akan membantu gamer untuk melawan musuh berpedang. Jika memakai kuda-kuda "Water". pergerakan gamer akan lebih luwes untuk menangkal serangan musuh-musuh berbadan tambun. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan untuk melawan jenis musuh tertentu.
Hal paling asyik dari jalan Samurai adalah mekanisme adu pedang "Death Match" ala film-film Akira Kurosawa. Berhadapan dengan musuh kuat, refleks gamer ditantang untuk bisa menghabisi musuh dengan sekali tebas. Mekanismenya sederhana, diawal dengan menekan segitiga untuk masuk kuda-kuda menyerang dan melepaskannya ketika tiba saatnya menebas musuh. Tidak terlalu sulit melihat kapan musuh akan mulai menyerang karena polanya cukup mudah diingat.
Jin Sakai sebagai Hantu dari Tsushima
Sementara itu, bermain sebagai Hantu dari Tsushima memberikan pengalaman bermain yang 180 derajat berbeda. Jin Sakai sebagai Hantu dari Tsushima lebih versatil, tidak sekaku persona Samurai-nya. Ia tidak lagi hanya menggunakan katananya, tetapi juga busur, kunai (pisau lempar), bom asap, tanto (pedang pendek), hingga lonceng pengalih perhatian. Sebagai Hantu dari Tsushima, Jin Sakai lebih senyap, menghabisi musuh dari bayangan sebelum mereka bisa mencari bantuan.
Untungnya (dan anehnya), ketika narasi game ini sibuk bergulat antara pendekatan Samurai atau Ninja, gamer diberi kebebasan untuk mengkombinasikan keduanya. Tidak ada penalti untuk hal tersebut. Skill tree untuk jalan Ninja tidak akan ditutup hanya karena gamer lebih banyak bermain sebagai Samurai dan begitu pula sebaliknya. Resikonya, memadukan kedua pendekatan mungkin akan membuat game ini menjadi lebih mudah.
Pada akhirnya, gamer lah yang memegang kontrol dan tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Toh, melansir buku Chugaku Shakai Resishiteki Bunya, dalam catatan sejarah Jepang, tak sedikit kaum-kaum terhormat Jepang era dulu berbuat curang demi kepentingan dirinya sendiri. Tapi, sadar dan tidak sadar, cara bertarung ala Ninja tersebut jadi poin penting dalam pengembangan cerita dan permainan Ghost of Tsushima. Jin sendiri sudah sadar akan resiko aksinya di masa depan nanti.
Alam Pulau Tsushima di game Ghost of Tsushima
Di luar gameplay, sorotan patut diberikan kepada bagaimana tim Sucker Punch mencoba menampilkan Tsushima seindah mungkin. Rangkaian bunga sakura di luar kuil, kabut yang menutupi padang Tsushima, hingga daun-daun musim semi yang berguguran di sekitar Jin membuat Ghost of Tsushima sangat sinematik sekaligus indah. Hal itu dipercantik alunan suara alam serta cuaca yang dinamis di mana, nantinya, bisa dikendalikan Jin juga dengan serulingnya.
Cuaca dan alam menjadi penghormatan Ghost of Tsushima terhadap karya-karya sutradara legendaris Akira Kurosawa. Di film Akira Kurosawa, cuaca dan alam memiliki peran integral untuk membangun mood yang hendak dihadirkan. Sebagai contoh, di film Seven Samurai, awan gelap kerap dipakai Akira Kurosawa untuk menunjukkan besarnya ancaman dari kelompok bandit. Ghost of Tsushima melakukan hal yang sama, mengkuti jejak Kurosawa yang disebut The Master of Weather.
Singkat kata, Sucker Punch berhasil membawa pemain ke era Samurai dengan eksekusi gameplay, kisah, serta pemandangan Jepang yang detil. Gameplaynya, menurut beberapa yang sudah mencoba, bisa terasa repetitif, terlalu mudah, bahkan tidak menawarkan hal-hal yang sepenuhnya baru. Apalagi, jika Ghost of Tsushima dibandingkan dengan Sekiro yang belum lama terbit. Namun, sejak awal, apa yang dijual oleh Ghost of Tsushima memang bukan gameplay saja, tetapi juga bagaimana visual dan kisah Jepang yang nyaris otentik melengkapinya.
ISTMAN MP | ANDI IBNU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini