Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu mengkritik pembebasan lahan dalam pengembangan kawasan mega Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK 2).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pola pembebasan lahan proyek di sepanjang pantai utara Tangerang itu dikritik Said Didu karena dinilai dilakukan secara sporadis dan sembunyi-sembunyi. "Menggunakan preman-preman kampung, berlangsung sembunyi-sembunyi selama dua hingga tiga tahun terakhir, secara sporadis tidak di satu hamparan," kata Said Didu pada Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Said mengaku belum melihat langsung site plan pengembangan PIK 2. Meski begitu, ia mendengar mega proyek ini akan membentang di sepanjang lebih kurang 20 kilometer hingga Kronjo. "Saya dengar PIK 9 itu di Kronjo," ujarnya lewat sambungan telepon.
Pola pembebasan lahan yang acak itu, kata dia, membuat masyarakat merasa ketakutan sewaktu-waktu tanahnya dibeli paksa. "Jadi tidak langsung pengembang terkait, melainkan dibeli melalui oknum dengan preman-preman yang membujuk masyarakat, dengan harga rendah. Saya dengar Rp 50 ribu per meter," kata Said.
Ia menduga dalam pembebasan lahan ini, ada keterlibatan aparat dari tingkat desa, kecamatan hingga Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah kabupaten. "Bukan tidak mungkin suatu hari ada warga sedang tidur siang, ketika begitu bangun tiba-tiba tanahnya sudah ganti kepemilikan dan tercatat di BPN sudah berganti nama. Ini harus dibongkar," ucapnya.
Lebih jauh, Said mengaku berani bersuara saat ini lantaran dia memiliki pengalaman soal tanah miliknya yang dibelinya dari masyarakat 20 tahun lalu. Di luar pengalaman itu, kata dia, banyak warga yang cerita ke dirinya tapi tidak berani bersuara.
Dari cerita yang didengarnya, kata Said, pengembang kecil membeli tanah warga dengan harga Rp 200 hingga 300 ribu per meter persegi. Namun harga terjun bebas manakala dibeli oleh kaki tangan pengembang dengan harga hanya Rp 50 ribu per meter persegi.
"Kenapa saya sebut Agung Sedayu, karena yang akan bangun jalan tol berlokasi di PIK 2 dari Bandara (Bandara Soekarno-Hatta) ke Kronjo ya Agung Sedayu. Artinya bukan orang lain, dong," ujarnya.
Selanjutnya: Bila warga tidak mau menjual tanah, ...
Bila warga tidak mau menjual tanah, kata Said, maka mereka dipaksa menjual dan melapor ke pengadilan. Walhasil, uang ganti rugi yang dititipkan pengadilan oleh instansi yang memerlukan tanah yang akan diterima warga.
Said Didu Kritik lewat Video, Laut Dipatok
Sebelumnya, dalam video berdurasi 2 menit 8 detik yang beredar tampak Said Didu mengenakan kaos putih berkerah dengan logo Adidas di dada kiri, berkacamata hitam berdiri di atas rakit bambu.
Saat menyampaikan kritik pada video itu, Said berada tak jauh dari dermaga Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Dari kejauhan tampak hutan mangrove dan patok-patok yang ditancapkan ke laut sebagai pagar memanjang.
Dan video tersebut, Said menyebutkan nelayan terusir karena laut telah dipatok. "Saya muter-muter ke wilayah yang disebutkan sebagai Proyek Strategis Nasional yang kita tahu pemiliknya adalah PT Agung Sedayu yang akan membangun jalan tol.
"Lihat faktanya, inilah wilayah PIK, Teluknaga, Mauk, ini sudah habis dipatok-patok oleh pengembang tadi. Dan dampaknya rakyat terusir, dipaksa menjual tanahnya dengan harga yang dietapkan, informasi lima puluh ribu (Rupiah)," kata Said sambil mengarahkan telunjuknya ke kapal-kapal nelayan yang terhalang pagar laut itu.
Ketika dikonfirmasi soal video itu, Said membenarkannya. Ia menyatakan video itu berisi keprihatinanya tentang kondisi masyarakat yang takut melawan intimidasi dan teror. Dia pun mengaku geram dan marah.
"Ini sudah masif, preman-preman masuk kampung menjadi kepanjangan tangan pengembang. Rakyat banyak mengadu ke saya tapi mereka dalam ketakutan," kata Said.
Sebelumnya melalui siaran tertulis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan PIK 2 dan Bumi Serpong Damai (BSD) masuk pengembangan Program Strategis Nasional atau PSN. Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Ahmed Zaki Iskandar menyatakan banyak perizinan di BSD dan PIK
2 yang masih belum rampung sehingga memasukan dua pengembang besar itu menjadi PSN.
Selanjutnya: Alasan itulah yang kemudian dikritik ...
Alasan itulah yang kemudian dikritik Said Didu. "Dari awal saya pertanyakan kenapa PIK 2 dengan jalan tol yang dibangun itu menjadi PSN. Ternyata tujuannya adalah untuk menggusur rakyat," kata Said.
Bantahan Agung Sedayu Grup
Pengembang Agung Sedayu Grup (ASG) merespons pernyataan Muhammad Said Didu dalam video yang beredar tersebut. Melalui penasihat hukum perusahaan ASG, Haris Azhar Law n Firm mengultimatum agar Said memperbaiki pernyataannya.
"Fakta-fakta di atas berbanding terbalik dengan opini yang tidak tepat yang dibuat oleh Said Didu. Pihak perusahaan mengetahui yang bersangkutan merupakan pihak yang memiliki kepentingan, didmana dia memiliki tanah di sekitar wilayah pembebasan perusahaan," kata Haris ketika dihubungi.
Oleh sebab itu, kata Haris, Agung Sedayu Grup perlu meluruskan dan memberikan hak jawab atas pernyataan Said Didu yang tidak tepat, dangkal dan emosional, yang tidak didasarkan dengan bukti-bukti yang ada. "Untuk itu, kami meminta SD untuk memperbaiki pernyataanya," ucapnya.
Ada sejumlah poin bantahan tertulis yang dikirim ASG kepada Tempo, dibantaranya memuat hal harga penjualan tanah yang dibebaskan selama ini oleh perusahaan dan tidak pernah ada unsur pemaksaan. "Justru kami (perusahaan) sering melakukan pembelian tanah dengan harga di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan harga pembelian tersebut sifatnya diumumkan secara terbuka," kata Haris.
Agung Sedayu Grup, kata Haris, juga sering harus berhadapan dengan pemain harga tanah (calo, broker) yang mana hal ini bisa dilihat dari berbagai persidangan kasus-kasus sengketa pertanahan di daerah pengembangan.
Tak hanya itu, pernyataan Said Didu tentang pemagaran air laut itu juga ditegaskan Haris tidak benar. "Kami sama sekali tidak pernah melakukan pemagaran laut yang menghalangi akses nelayan ke laut
sebagaimana yang dituduhkan SD," tuturnya.
Haris juga menyatakan PIK 2 merupakan salah satu perusahaan pengembangan kawasan properti yang masuk dalam salah satu PSN dengan nilai investasi Rp 40 Triliun. "Nilai investasi seluruhnya menggunakan biaya sendiri, tanpa menggunakan uang negara (APBN) maupun uang daerah (APBD) sepeserpun," katanya yang juga aktivis Hak Asasi Manusia dan pendiri LSM Lokataru di Jakarta.