Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Makin banyak orang bekerja sebagai afiliator, baik di Shopee, Tokopedia, maupun di Lazada.
Afiliator mendapat bayaran berdasarkan barang yang terjual berkat promosinya.
Banyak yang mencampuradukkan afiliator dan influencer karena sama-sama mempromosikan produk.
IKLAN itu berseliweran di YouTube. Isinya ajakan memperoleh pendapatan sebagai afiliator di marketplace besar. Apa itu afiliator?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamus Besar Bahas Indonesia Kementerian Pendidikan mendefinisikan afiliator sebagai orang yang mempromosikan bisnis digital di Internet. Modal pekerjaan afiliator adalah akun media sosial, bisa Instagram, TikTok, X, ataupun Facebook. Pemilik akun mesti mendaftar melalui fitur affiliate di platform penjualan online, seperti Shopee, Lazada, dan Tokopedia. Pembuat konten ini akan mempromosikan produk dari toko digital itu dalam bentuk video pendek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Milawinda, 31 tahun, adalah seorang afiliator. Sehari-hari dia membuat video untuk memasarkan sebuah barang. Videonya berisi pesan ajakan untuk membeli produk tersebut. Dia mengedit video tersebut agar lebih menarik, lalu mengunggahnya lewat fitur affiliate di Shopee.
Pemilik akun Instagram @milacandek dengan 9.000-an pengikut ini mengatakan, layaknya pekerja kantoran, afiliator perlu bekerja secara konsisten. Perlu pola waktu unggah dan jumlah video yang diunggah—baik live maupun hasil rekaman. "Kalau tidak, komisi bisa zonk," kata Milawinda kepada Tempo pada Sabtu, 28 Desember 2024.
Afiliator Shopee, Milawinda, dalam acara Shopee Super Summit 2024. Dokumentasi Pribadi
Sarjana manajemen informatika di Universitas Riau, Pekanbaru, itu mengatakan afiliator harus mengunggah minimal satu video rekaman dan tayang langsung minimal dua jam per hari untuk mendapatkan perhatian pasar. Milawinda sendiri menayangkan antara 5 dan 15 video rekaman per hari serta melakukan siaran live selama tiga jam antara pukul 09.00 dan 23.00 WIB.
Milawinda secara total membuat 155 unggahan dengan 5.100 pengikut di akun affiliate Shopee. Dia mengaku mendapat rata-rata Rp 500 ribu per hari. "Pendapatan paling tinggi Rp 2,5 juta sehari,” ujar mantan pegawai marketing toko alat tulis dan kantor di Pekanbaru itu. Dia dibantu dua orang sebagai penyiar pendamping.
Meski terdengar menggiurkan, menurut Milawinda, banyak hambatan pekerjaan yang langsung menurunkan komisinya. Mulai dari pemadaman listrik sampai masalah koneksi Internet. "Komisi dipastikan tidak bisa sama setiap hari," tuturnya.
Dola Wulandari, afiliator lain di Shopee, banyak mengulas produk yang berhubungan dengan bayi dan para ibu. Mulai dari sabun, handuk, hingga produk perawatan kulit. Alasannya sederhana. Dia juga sedang merawat anak balitanya yang berusia 3 tahun. Dengan menggunakan fitur affiliate, setiap produk yang dipromosikan Dola memiliki tautan ke toko digital di marketplace tersebut.
Dola awalnya sekadar rajin berbagi pengalaman produk-produk bayi yang dia gunakan. Temannya, yang rutin menyaksikan konten ibu satu anak itu di Instagram, menyarankannya sekalian jadi afiliator. Mendengar teman itu mendapat komisi hingga Rp 1 juta per hari, Dola tergiur dan ikut menjadi afiliator sejak November 2021.
Perempuan asal Padang, Sumatera Barat, yang pernah jadi pegawai honorer di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Rengat, Riau, itu juga meyakini kunci keberhasilan afiliator adalah konsistensi dalam menayangkan video. Menurut dia, frekuensi penayangan paling tidak sepuluh video per hari. Namun, kalau hanya mampu lima video, ya jalankan saja dengan jumlah itu. Jangan hari ini lima, besoknya delapan. Konsistensi, dia melanjutkan, untuk meningkatkan angka kunjungan dan pembelian produk. "Buat saya, durasi ideal 18 detik," ujarnya.
Afiliator Shopee, Dola Wulandari, saat siaran langsung untuk mempromosikan produk yang akan diunggah ke fitur Shopee Affiliate. Dokumentasi Pribadi
Afiliator juga perlu pintar memilih produk yang dipromosikan. Produk yang sama bisa dua kali diunggah dalam satu pekan. Contohnya, pada Senin, Dola mengunggah lima video tentang alat memasak X. Esok hari, dia membicarakan produk lain, misalnya make up A. Pada Rabu, Dola baru bisa kembali mempromosikan alat memasak X. "Dengan angle baru dan cerita baru," tuturnya.
Dola kerap mengunggah video sebelum pukul 07.00 dan pada malam hari. Sebab, sepanjang siang, orang masih sibuk bekerja dan cenderung jauh dari telepon seluler. "Pasti jangkauannya sedikit," ujarnya.
Hasil kerja Dola sebagai afiliator di Shopee sepanjang 2023 tak kurang dari Rp 180 juta. Penghasilan itu berasal dari komisi 10-12 persen dari produk yang terjual.
Kini, ada aturan baru di lokapasar tersebut, yaitu tidak semua produk berkomisi. Maka, para afiliator perlu lebih selektif. Satu cara menilai potensi produk, kata Dola, adalah melirik tingkat penjualannya. Misalnya terjual lebih dari seribu unit per bulan.
Baru-baru ini, Dola mendapat tawaran mempromosikan buku anak dengan sistem barter. Dia diminta membuat empat video review buku tersebut dengan bayaran produk. Satu produk senilai Rp 500 ribu. "Mereka bilang 'oke', ya, saya langsung bikin," kata Dola.
Bicara soal afiliator, sulit tidak menyebut Ayu Catur, 30 tahun. Pada Agustus 2024, dia menerbitkan bukunya, Buku Sakti Shopee Affiliate: Dari Cupu Jadi Suhu, Raih Cuan hingga Puluhan Juta per Bulan.
Ayu masuk Shopee setelah "diracuni" adiknya pada 2021. Dua bulan pertama, penghasilannya Rp 40 juta sudah dipotong pajak dari hasil mempromosikan daster, celana, sepatu, dan jilbab. Kini, perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur, itu lebih sering membicarakan kosmetik di depan 103 ribu pengikutnya di Shopee Affiliate dengan komisi Rp 50-70 juta per bulan.
Ayu mengatakan afiliator adalah sistem kerja sama antara pemilik akun dan pemilik merek atau marketplace. Bisa Shopee, Tokopedia, ataupun Lazada. Banyak produsen membangun sistem afiliasi karena dinilai menguntungkan dalam promosi.
Sebelumnya, banyak pemilik merek menggunakan jasa selebgram, TikToker, dan YouTuber. Bayaran per konten bisa Rp 2 juta, Rp 10 juta, atau lebih. "Tapi belum tentu dapat engagement yang tinggi," kata Ayu, yang memiliki lebih dari 96 ribu pengikut di Instagram.
Dengan sistem bagi hasil, kata Ayu, afiliasi dinilai lebih adil. Pemilik produk baru membayar jika barangnya laku berkat promosi afiliator. Makin banyak barang terjual, baik pemilik maupun afiliator makin senang. "Sama-sama untung," kata pemilik akun YouTube dengan 1,13 juta pengikut itu.
Afiliator berbeda dari influencer. Influencer harus memiliki jumlah pengikut tertentu di media sosial. "Influencer ada aturan khusus, tergantung platform media sosialnya," ujar Ayu.
Rinciannya begini. Seseorang dengan akun yang diikuti 1.000 sampai 10 ribu pengikut disebut influencer nano, akun dengan 10 ribu sampai 100 ribu pengikut disebut influencer mikro, akun dengan 50 ribu sampai 500 ribu pengikut disebut influencer menengah, akun dengan 500 ribu sampai 1 juta pengikut disebut influencer makro, dan akun dengan lebih dari 1 juta pengikut disebut influencer mega.
Afiliator tidak memiliki standar jumlah pengikut. Menurut Ayu, ada penjual yang melihat latar belakang pengikut saat memilih afiliator. Namun ada juga yang mengabaikan faktor tersebut dan lebih mementingkan tingkat interaksi atau engagement yang tinggi. ”Kalau engagement tinggi, penjualan bakal ramai,” kata sarjana teknik informatika di Universitas Putera Batam itu.
Pritha Wibisono, pakar digital marketing, mengatakan banyak orang kerap menyamakan influencer dan afiliator karena sama-sama mempromosikan produk di media sosial. Perbedaannya ada di mekanisme pembayaran. Influencer memiliki daftar harga atau rate card terlepas dari hasil penjualan, kata dia, sementara afiliator menerima komisi sekian persen dari nilai penjualan.
Influencer, Pritha melanjutkan, bisa berperan ganda sebagai afiliator. "Tapi afiliator, ya, afiliator saja," ujarnya kepada Tempo pada Ahad malam, 29 Desember 2024.
Menurut Pritha, tingkat interaksi merupakan faktor paling penting dalam promosi produk di media sosial. Dia mengatakan kian banyak akun dengan jumlah pengikut banyak tapi tingkat engagement-nya rendah. "Sehingga kerap jadi pertanyaan, apakah dia 'membeli followers'," kata Pritha.
Ada perbedaan lain. Menurut pengamat e-commerce Ignatius Untung, kinerja afiliator tidak sekadar mempromosikan produk. Ada mekanisme performance based, yakni afiliator harus membagikan tautan transaksi. "Sehingga bisa dikenali bahwa orang yang bertransaksi pakai link itu berarti atas rekomendasi dia,” kata Untung.
Adapun pemengaruh umumnya mempromosikan produk tanpa tautan dan penilaian kinerja. “Walaupun ada juga influencer yang diminta menjalankan performance based seperti afiliator,” kata Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia periode 2018-2020 ini. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo