Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penenun muda dan senior kelompok Ralsasam mengerjakan pesanan tenun ikat tanimbar dengan alat tenun tradisional di Desa Tawiri, Kota Ambon. Provinsi Maluku memiliki wastra tradisional tenun ikat Tanimbar, yang dalam perkembangannya terus berevolusi dan kini dipopulerkan dengan sebutan tenun Maluku. ANTARA/FB Anggoro
Yoke Mattruti, penenun kelompok Ralsasam menunjukan tangannya yang berwana biru usai mewarnai benang secara alami pada proses pembuatan kain tenun ikat Tanimbar. Tenun ini masih bertahan hingga generasi kedua di pelosok kampung di Kabupaten Kepulauan Tanimbar hingga ke Kota Ambon. ANTARA/FB Anggoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desainer Wignyo Rahadi (kedua kanan) memberikan hormat setelah menampilkan peragaan busana tenun Maluku di acara puncak Gernas BBI Aroma Maluku, di Kota Ambon. Wastra ini bukan sekadar sehelai kain karena terkandung juga warisan tradisi, identitas, dan nilai kebersamaan dalam proses pembuatannya. ANTARA/FB Anggoro
Pemasangan manik-manik di produk dompet tenun ikat Tanimbar di studio Kabeta Craft, Kota Ambon. Produk akhir tenun sekarang beragam, salah satunya berupa produk sehari-hari yang dikombinasikan dengan tenun Maluku. ANTARA
Proses pemasaran secara digital produk dompet dan tas tenun ikat Tanimbar di studio Kabeta Craft, Kota Ambon. Perkembangan tenun di Maluku selama dua tahun terakhir juga menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan bagi perajin wastra serta industri kecil. ANTARA
Perajin memilih benang beraneka warna yang menggunakan bahan alami dari daun, kulit kayu dan kunyit di rumah kelompok tenun Ralsasam di Kota Ambon, Maluku. Pembuatan tenun dengan pewarna alami bisa memakan waktu sampai dua minggu. ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini