Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Eccedentesiast artinya seseorang yang menyembunyikan kesedihan atau perasaan sebenarnya di balik senyum. Istilah ini berasal dari bahasa Latin dan populer di media sosial untuk menggambarkan orang yang tampak bahagia meskipun hatinya tidak demikian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dunia psikologi, fenomena ini terkait dengan konsep masking atau penyembunyian emosi. Seseorang menjadi eccedentesiast ketika merasa perlu menunjukkan ekspresi positif demi menjaga citra, hubungan, atau untuk menghindari perhatian.
Apa itu Eccedentesiast?
Eccedentesiast artinya orang yang menutupi perasaan sebenarnya di balik senyuman. Istilah ini tidak berasal dari kosakata resmi dalam bahasa Latin klasik, tetapi merupakan istilah populer yang berkembang di era modern untuk menggambarkan emosi kompleks seseorang. Kata ini diduga terinspirasi dari bahasa Latin "ecce" yang berarti “melihat" dan "dente" yang berarti "gigi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara harfiah, kata ini seolah menggambarkan seseorang yang "melihat gigi" saat tersenyum, atau dengan kata lain, seseorang yang memaksakan senyum lebar untuk menutupi perasaan terdalamnya.
Eccedentesiast menjadi ungkapan puitis yang menggambarkan bagaimana orang berusaha menyembunyikan kesedihan atau kekecewaan dengan senyum yang tampak tulus.
Gejala Eccedentesiast Dalam Psikologi
Dalam psikologi, perilaku ini terkait dengan konsep masking, yaitu menutupi emosi asli dengan ekspresi yang lebih diterima secara sosial, sering kali sebagai mekanisme penanggulangan (coping mechanism) terhadap stres atau emosi negatif.
Perilaku ini juga bisa menjadi tanda gangguan psikologis, seperti depresi atau kecemasan, di mana seseorang merasa perlu berpura-pura bahagia untuk menjaga citra diri atau menghindari perhatian yang tidak diinginkan.
Gejalanya meliputi senyum atau tawa yang tampak dipaksakan, kesulitan menunjukkan emosi sebenarnya, perasaan cemas atau tertekan, serta rasa terisolasi meskipun terlihat ceria di luar. Jika berlangsung terus-menerus dan memengaruhi kualitas hidup, kondisi ini memerlukan perhatian dari profesional kesehatan mental.
Dampak Melakukan Eccedentesiast
Ketika seseorang secara terus-menerus menekan emosi negatif demi mempertahankan citra positif, mereka bisa mengalami peningkatan stres dan kelelahan emosional.
Emosi yang ditekan ini, terutama rasa sedih atau cemas, tidak mendapatkan kesempatan untuk diproses dengan sehat, sehingga cenderung menumpuk.
Akibatnya, seorang eccedentesiast mungkin akan merasakan tekanan batin yang besar atau mengalami burnout. Tindakan menekan perasaan asli ini juga dapat memperparah kondisi seperti kecemasan dan depresi karena individu merasa terjebak dalam citra yang tidak sepenuhnya mencerminkan keadaan emosionalnya.
Selain berdampak pada diri sendiri, perilaku eccedentesiast juga bisa memengaruhi hubungan sosial. Ketika seseorang terus berpura-pura bahagia, orang-orang di sekitarnya mungkin tidak menyadari kondisi sebenarnya, sehingga sulit bagi mereka untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Hal ini dapat menciptakan jarak emosional antara seorang eccedentesiast dan orang-orang terdekatnya, membuatnya merasa semakin kesepian atau terisolasi. Dalam jangka panjang, mereka mungkin merasa bahwa hubungan yang dijalani bersifat dangkal, karena tidak ada ruang untuk berbagi emosi yang lebih dalam.
Cara Mengatasi Eccedentesiast
Bagi seorang eccedentesiast yang ingin keluar dari kebiasaan menyembunyikan emosi asli di balik senyuman, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mulai lebih jujur dalam mengekspresikan perasaan:
Sadari dan Akui Perasaan
Langkah pertama adalah mengenali dan menerima perasaan yang sebenarnya, tanpa harus merasa bersalah. Mengakui perasaan ini bisa membantu mengurangi tekanan untuk terus tampil bahagia.
- Bangun Koneksi Emosional dengan Orang Terpercaya
Carilah orang terdekat yang bisa diandalkan, seperti teman, keluarga, atau profesional. Berbagi perasaan secara terbuka dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi beban emosi dan mendapatkan dukungan yang tulus.
- Luangkan Waktu untuk Self-Care dan Relaksasi
Kebiasaan menekan emosi seringkali membuat stres bertambah. Melakukan aktivitas yang menenangkan, seperti meditasi atau menulis jurnal, dapat membantu melepaskan emosi dengan cara yang sehat dan menenangkan.
- Latihan untuk Mengekspresikan Diri Secara Bertahap
Tidak harus langsung terbuka sepenuhnya; mulai dengan mengutarakan hal-hal kecil terlebih dahulu. Misalnya, mulai dari mengungkapkan perasaan ketika mengalami hari yang berat atau sedang merasa lelah.
Alisha Faradina, berkontribusi dalam artikel ini.