Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggolongkan pemanis buatan atau aspartam sebagai bahan baku kimia pada makanan dan minuman yang perlu dibatasi konsumsinya. Tujuannya untuk menghindari timbulnya risiko kesehatan akibat zat sintesis ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nutrients (2021), aspartam memiliki tingkat kemanisan sebesar 180-200 kali lebih manis daripada sukrosa,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu dikonfirmasi di Jakarta, Ahad, 16 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Apa itu pemanis buatan atau aspartam?
Maxi mengatakan aspartam adalah senyawa yang terbuat dari fenilalanin dan asam aspartat. Fungsinya menggantikan gula atau pemanis pada makanan dan minuman yang dijual bebas di pasaran. Dikutip dari Reuters, aspartam memiliki kekuatan manis yang tinggi, yakni 200-400 kali tingkat kemanisan gula.
Menurut Maxi, bahan ini populer digunakan bagi penderita diabetes. Kandungan kalorinya sangat rendah. Satu sendok teh aspartam hanya terdapat 4 kalori dibandingkan dengan 16 kalori dalam satu sendok teh gula.
2. Disebut lulus uji keamanan
Aspartam disebut telah lulus uji keamanan yang ketat sebelum disetujui untuk digunakan sebagai pemanis buatan. Food and Drug Administration di Amerika Serikat, European Food Safety Authority (EFSA) di Uni Eropa, dan lembaga pengawas makanan lainnya di seluruh dunia juga telah menyetujui penggunaan zat ini sebagai bahan pemanis dalam makanan dan minuman.
Selanjutnya: Bahaya pemanis buatan....
3. Rentetan bahaya pemanis buatan
Kendati dinyatakan aman, namun sejumlah studi ilmiah menyebutkan adanya efek samping penggunaan aspartam. Dikutip dari cancer.org, penelitian terhadap zat ini menunjukkan bahwa konsumsi dalam jumlah besar tak aman bagi wanita hamil.
Tak hanya itu, pemanis buatan juga memperburuk migrain. Pasalnya dapat menghasilkan produk sampingan berupa glutamat saat dimetabolisme tubuh manusia. Kadar glutamat yang melebihi batas normal berisiko menyebabkan sakit kepala serta memperburuk gejala migrain.
Efek samping lainnya bahkan bisa memicu gangguan perilaku. Hal ini sebab kandungan asam aspartat dan fenilalanin dapat berubah menjadi metanol, senyawa-senyawa tersebut dapat memengaruhi fungsi kognitif, suasana hati, aktivitas motorik, pola tidur, serta nafsu makan seseorang.
Menurut Maxi, metanol tersebut juga berisiko meningkatkan kadar radikal bebas, sehingga turut memicu kerusakan sel-sel di dalam tubuh, termasuk sel pada sistem saraf. Artinya, kata dia, aspartam yang dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka panjang dapat memperburuk kerusakan sistem saraf. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif progresif. Salah satunya adalah penyakit alzheimer.
Lebih lanjut Maxi menjelaskan, komplikasi fenilketonuria juga bisa disebabkan oleh aspartam. Komplikasi itu berupa kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya tidak mampu mengurai fenilalanin dengan baik. Penderita fenilketonuria perlu menghindari konsumsi produk yang mengandung fenilalanin, seperti aspartam.
“Karena berisiko menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya adalah kerusakan otak,” ujar Maxi.
Parahnya, meski kerap digunakan sebagai pengganti gula untuk penderita diabetes, konsumsi aspartam secara berlebihan justru dapat meningkatkan kadar gula darah. Sehingga memicu terjadinya kerusakan pankreas. Akibatnya, produksi hormon insulin dalam tubuh menjadi terganggu, sehingga berisiko menyebabkan diabetes.
Pemanis buatan ternyata juga berpotensi menyebabkan kanker jika dikonsumsi tak wajar. Risiko ini, kata Maxi, berdasarkan penelitian yang dipublikasikan pada jurnal PLOS Medicine (2022). Studi mengungkapkan bahwa kanker payudara dan kanker darah paling tinggi peluangnya terjadi akibat zat aspartam ini.
“Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak konsumsi aspartam terhadap risiko penyakit kanker,” katanya.
Sejumlah gangguan kesehatan yang juga menjadi dampak negatif aspartam, antara lain meningkatkan berat badan jika dikonsumsi berlebihan. Kondisi itu berisiko mengganggu metabolisme di dalam tubuh yang memicu peningkatan berat badan. Jika makanan yang mengandung pemanis buatan dikonsumsi melebihi batas wajar, kata Maxi, hal ini dapat menaikkan berat badan hingga menyebabkan obesitas.
4. Batas konsumsi aman aspartam harian
Dilansir dari ANTARA berdasarkan keterangan tertulis WHO yang dirilis Sabtu, 15 Juli 2023 menyatakan penilaian dampak kesehatan dari pemanis non-gula aspartam dirilis atas kajian Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) beserta Komite Pakar Gabungan tentang Bahan Aditif Pangan (JECFA) WHO dan FAO.
Mengutip “bukti terbatas” untuk karsinogenisitas atau proses pembentukan kanker pada manusia, IARC menggolongkan aspartam sebagai kemungkinan karsinogenik bagi manusia (IARC Group 2B) dan JECFA, WHO menyatakan asupan harian yang dapat diterima ialah sebesar 40 miligram per kilogram berat badan.