Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan soal isu kandungan bromat dalam Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), BPOM seharusnya bersikap proaktif. Selama ini fungsi BPOM baru sebatas regulator atau pengawas, tetapi tidak menjalankan fungsi sebagai lembaga eksekutor. “Seharusnya BPOM langsung terjun ke lapangan (begitu ada isu) untuk memastikan bahwa air minum dalam kemasan yang beredar di masyarakat itu sudah memenuhi kaidah dan strandar keamanan dan higienitas,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 7 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika menemukan penyimpangan seperti ambang batas kadar bromat dalam AMDK, lanjut Trubus, BPOM seharusnya bisa mengintervensi sekaligus menindak pelaku produsen AMDK yang terbukti melanggar. "Karena ini menyangkut hidup orang banyak," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, sejak akhir Desember 2023 hingga Februari 2024 muncul isu kandungan bromat yang kembali membuat gaduh di media dan sosial media. Pada dasarnya, isu terkait bromat mulai mencuat dan dibahas secara global pada Agustus 2023, saat AMDK merk Zephyrhills ditarik dari peredaran di Amerika Serikat.
Trubus menyoroti selama ini BPOM seperti ada di menara gading, di mana kebijakannya tidak bisa tersentuh. Saat terjadi masalah, justru melempar kesalahan ke pihak lain. Contoh kasus adalah cemaran Etilen Glikol dan Dietilen Glikol EG/DEG pada obat batuk anak yang menelan korban jiwa 2023 lalu. Dan sekarang berpotensi terjadi lagi pada isu cemaran bromat di AMDK yang diduga bersifat karsinogenik.
“Kalau terhadap industri kosmetik ilegal saja BPOM seperti raja tega, kenapa terhadap air minum dalam kemasan yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya juga kok seperto loyo atau mandul. Sebagai lembaga negara ia punya tanggung jawab sosial kepada publik,” sesal Trubus.
Dosen Kimia Anorganik dari FMIPA Universitas Indonesia, Yuni K. Krisnandi menjelaskan, bromat (BrO3−) adalah zat kimia yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Biasanya bromat jarang ditemukan di air minum yang tidak tercemar. “Jika bromat ditemukan dalam air minum kemasan, biasanya ini terjadi karena dua hal, pertama karena bromida atau Anion Br- yang ditemukan secara alami di air dan berikatan dengan kalium, bereaksi dengan ozon atau O3 pada proses ozonisasi atau sterilisasi AMDK. Selain itu dapat juga terbentuk saat pembentukan in situ atau secara langsung di tempat hipoklorit yang juga salah satu metode untuk desinfeksi air agar terbebas dari mikroba dan patogen,” kata profesor dari FMIPA Universitas Indonesia itu.
Menurut Yuni, batas konsentrasi bromat dalam AMDK adalah 10 ppb (part per billion) atau 0,01 mg/liter. “Kalium bromat itu dikategorikan sebagai senyawa yang memiliki potensi karsinogenik. Hal ini berdasarkan cukup banyak bukti, tentang efek karsinogenik pada hewan percobaan. Untuk efek terhadap manusia masih dibutuhkan penelitan lebih lanjut,” ujarnya.
Dokumen Badan Kesehatan Dunia, WHO, berjudul Bromate in Drinking-water menjelaskan, mengonsumsi bromat dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Beberapa orang yang mengonsumsi bromat konsentrasi tinggi juga mengalami efek ginjal, efek sistem saraf, dan gangguan pendengaran.
Kandungan Bromat dalam AMDK Berbeda-beda
Mengapa kandungan bromat pada AMDK satu dan yang lain berbeda? Menurut Yuni, hal ini tergantung dari faktor-faktor lain seperti sumber air dan proses pengolahannya. “Jika sumber airnya sudah mengandung kalium bromida maka saat dilakukan proses ozonisasi akan terbentuk bromat, kemudian penggunaan hipoklorit (kaporit) saat pengolahan AMDK juga berpengaruh.”
Pandangan dari ahli Kimia ini sederhananya menyatakan bahwa kandungan bromat pada AMDK sangat tergantung dengan kualitas dari sumber air yang digunakan oleh AMDK tersebut. Meski seharusnya kandungan bromat dalam produk AMDK tidaklah tinggi, namun hal ini dapat berbeda ceritanya jika sumber air yang digunakan oleh brand AMDK tersebut sudah buruk atau tercemar dari asalnya. Yang mengakibatkan kandungan bromat di produk AMDK tersebut menjadi tinggi pasca proses ozonisasi dan sterilisasi AMDK.
Beberapa negara sudah membuat aturan terkait batas aman kandungan bromat di AMDK. Tetapi di Indonesia, saat ini baru diatur di Kementerian Perindustrian. BPOM sebagai regulator keamanan dan pengawasan makanan, justru belum membuat aturan terkait hal ini.