Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM telah merevisi aturan dan ketentuannya tentang Bisfenol A (BPA) per April lalu. BPOM akan mewajibkan pemasangan label peringatan bahaya senyawa kimia itu untuk setiap air minum dalam kemasan (AMDK) yang proses produksinya terpapar plastik polikarbonat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bisfenol A adalah senyawa kimia yang telah digunakan selama puluhan tahun dalam pembuatan plastik polikarbonat dan juga resin epoxy. BPOM mengatur tentang BPA untuk penggunaannya sebagai bahan kemasan pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diketahui, polikarbonat banyak digunakan sebagai bahan kemasan pangan, antara lain botol susu bayi, botol air minum (galon), dan tableware. Sedangkan resin epoxy digunakan sebagai pelapis pelindung bagian dalam kaleng makanan dan minuman, termasuk makanan formula bayi kalengan yang berbentuk cair.
Aturan terbaru BPOM itu termuat dalam Peraturan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Label Pangan Olahan, yang merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018. Ada dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu Pasal 48a dan Pasal 61a.
Pasal 48a berbunyi: Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada Label air minum dalam kemasan wajib mencantumkan tulisan 'simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam'.
Pasal 61a: Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan 'dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan' pada Label.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Ema Setyawati, mengatakan kepada Tempo pada 31 Juli 2024 bahwa revisi peraturan BPOM dilakukan dalam upaya memberi perlindungan pada kesehatan masyarakat. Disebutkannya, aturan baru mengikuti hasil kajian ilmiah European Food Safety Authority (EFSA) pada 19 April 2023.
EFSA mengubah penetapan nilai tolerable daily intake (batas wajar dalam tubuh) BPA dari 4 mikrogram/kilogram berat badan per hari, menjadi 0,0002 mikrogram/kg berat badan per hari. Perubahan batas toleransi menjadi 20 ribu kali lebih rendah itu membuat BPOM menilai perlu untuk merevisi aturan lama terkait label BPA di AMDK.
"Dengan semakin berkurangnya kadar yang diperbolehkan masuk ke tubuh manusia, maka diperlukan label peringatan untuk mengedukasi masyarakat," kata Ema.
Sebagai gambaran dari mendesaknya perubahan aturan itu adalah hasil sampling dan pengujian laboratorium terhadap kemasan galon AMDK jenis polikarbonat yang dilakukan BPOM pada 2021. Saat itu ditemukan adanya migrasi BPA dari kemasan ke air minum di dalamnya sebesar rata-rata 0,033 mikrogram/kg berat badan per hari.
Ilustrasi kemasan pangan.
Ema menjelaskan, paparan sinar matahari atau air panas berisiko membuat BPA meluruh dari kemasan. Risiko berikutnya adalah migrasi lebih jauh BPA ke dalam tubuh manusia. "Oleh karena itu revisi regulasi pelabelan BPA pada AMDK menjadi sangat penting, mengingat sebagian produk AMDK dikemas dalam kemasan polikarbonat," katanya.
Dalam ketentuan yang dibuatnya, BPOM menyatakan kewajiban untuk menyesuaikan pelabelan BPA pada AMDK paling lama empat tahun sejak peraturan ditetapkan April 2024. Selama masa penyesuaian empat tahun ke depan, BPOM tidak akan menerbitkan sanksi pelaku usaha yang melanggar, tapi hanya sosialisasi.
"Namun jika sudah lewat dari empat tahun saat peraturan ditetapkan, maka BPOM akan menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis, pencabutan izin produksi maupun denda hingga paling tinggi Rp 50 juta," kata Erma.