Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta seperti tak pernah ingin mengecewakan para pelancong. Juga ketika para turis baru mendarat tengah malam di kota gudeg ini dan perut keroncongan. Jangan khawatir, ada banyak pilihan meredam lapar di sekitar bandara. Dari warung kaki lima hingga kafe. Bila anda ingin rehat sejenak di kafe, Cafe Syndeo yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari Bandara Adisucipto, mungkin layak dicoba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delapan menit berkendara, Anda akan sampai di kafe dengan nuansa putih dan hitam ini. Di satu sisi dinding hitam, terdapat gambar sepasang wayang. Di restoran dengan desain yang futuristik dan elegan, gambar itu memberi kesan bahwa kafe ini tidak melupakan unsur tradisional. Di bagian lain, beberapa sangkar burung berwarna putih juga mengingatkan akan rumah-rumah pedesaan Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desember lalu, Syndeo meluncurkan menu baru, yakni masakan Barat, Asia, dan hidangan otentik lokal Indonesia. Apa saja menunya?
Untuk menghangatkan badan saat malam hari, cobalah sop buntut. Bumbu rempah menjadi andalan chef Nurhadi meracik menu yang diberi label Sop Buntut Maguwo ini. “Setiap rempah atau bumbu memiliki ciri khas yang dirasakan oleh bagian tubuh manusia,” ujar dia.
Jahe, misalnya, akan menghangatkan badan. Sedangkan lada, hangatnya terasa di leher. Lalu cabai terasa di lidah. Tak lupa pula ada tambahan cengkeh dan biji pala. “Kalau semua itu dicampur, akan terasa di seluruh tubuh,” ujarnya.Sop Buntut adalah salah satu menu andalan di Cafe Syndeo Yogyakarta. Tempo/Ika Chandra
Ia juga memiliki cara agar daging buntut lunak di lidah. “Kami merebusnya dalam waktu lama dan dijaga agar tidak terus mendidih,” kata dia. Bahan baku buntut diimpor dari Australia, dengan alasan pasokannya selalu stabil. Di luar negeri, buntut jarang dikonsumsi sehingga suplai berlimpah. Sop buntut di Syndeo dibanderol dengan harga Rp 108 ribu, sudah termasuk pajak.
Menu lokal lain adalah Ayam Geprek Keju. Ini sangat berbeda dengan ayam geprek yang biasa ditemui. Sesuai namanya, selain sambal yang masuk di sela-sela serat daging dan kulit ayam, ada tambahan keju yang meleleh pada bahan utama hidangan ini. Pedas dan gurih membentuk rasa baru yang betah di mulut.
Untuk makanan internasional, Syndeo, antara lain, menyajikan Beef Wagyu Sirloin yang menggunakan bahan baku Australian Beef Wagyu Meltique Marble 2-3. Daging dimasak menggunakan minyak zaitun dan campuran sayur dan bumbu seperti tomat, lada, butter, dan bumbu-bumbu lain. Sajian seharga Rp 210 ribu ini menjadi pilihan menarik.
Ada lagi menu Italia, yaitu kudapan Arancini Cheese Ball atau sering disebut bola-bola nasi. Bahan nasi diolah dengan keju parmesan, Mushroom Champignon, keju Mozzarella, telur, bawang putih, dan bahan lain. Yang membuat menu ini istimewa, menurut chef, adalah digunakannya minyak dari jamur truffle.
Jamur yang tumbuh di bawah tanah dekat pohon ini sangat langka dan sulit didapatkan. Di Italia, jamur ini dicari dengan menjelajahi bukit-bukit dan didampingi anjing pelacak yang akan mengendus keberadaan jamur tersebut. Dalam salah satu proses pembuatan, Arancini disiram dengan minyak truffle. “Aromanya luar biasa,” ujar chef.
Syndeo Cafe juga tengah mengenalkan lapis dan bolu baru dengan rasa nangka matang yang manis. Menu ini terinspirasi oleh buah nangka yang menjadi bahan utama gudeg, makanan khas Yogyakarta. Ini digadang-gadang akan menjadi pilihan baru oleh-oleh dari Yogyakarta. Nyam...!
Berita lain: