Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Suasana liburan yang terbawa saat memulai rutinitas bekerja menandakan mengalami sindrom post holiday blues. Kondisi ini terjadi ketika orang berganti suasana liburan kembali ke rutinitas sehari-hari.
Perubahan suasana ini membuat orang merasa sedih atau gangguan emosi. Termasuk perubahan suasana selepas libur sekolah yang panjang. Lantas, apa itu post holiday blues?
Tentang Post Holiday Syndrome
Dikutip dari Healthline, psikoterapis Angela Ficken menjelaskan, post holiday blues kondisi kesedihan setelah berakhirnya liburan. Adapun psikoterapis Mike Dow mengatakan, kecenderungan orang mengalami post holiday blues, termasuk kesepian, memencilkan diri, masalah keluarga. Efek dari post holiday blues mengakibatkan insomnia, lemah, mudah marah, sulit berkonsentrasi, dan cemas.
Mengutip laman Its.ac.id, psikolog klinis Riliv Toetik Septriasih mengatakan post-holiday blues merupakan gejala psikologis berupa suasana hati yang dipenuhi kesedihan hingga kesepian setelah menjalani liburan. Menurut Toetiek, ada dua hal utama yang dapat menyebabkan post holiday blues bisa terjadi.
Pertama, ketika seseorang menjadikan liburan sebagai media untuk menghindar dari tanggung jawab yang seharusnya dihadapi. Kedua, apabila orang tersebut mengalami peristiwa tidak mengenakkan saat berlibur. Misalnya, ketika kehabisan uang, menghadapi kehilangan atas seseorang atau sesuatu, hingga perubahan gaya hidup seperti jam tidur dan pola makan.
Sementara itu, psikolog klinis Kasandra Putranto menyebutkan, post-holiday blues dialami selama proses transisi dari libur panjang. Sebab, tidak mudah untuk beradaptasi kembali terhadap kehidupan yang biasa seperti kembali bekerja atau sekolah. Post-holiday blues pada umumnya akan kembali seperti semula. Namun, perlu penanganan medis jika berlangsung lebih dari dua minggu.
Untuk mencegah hal tersebut, Kasandra menganjurkan masyarakat memulai aktivitas rutin seperti biasa sebelum masa liburan usai. Misalnya, kembali bangun lebih pagi, melakukan persiapan untuk kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan tugas yang sempat tertunda selama liburan. Serta menjauhi aktivitas yang minim gerak, seperti bermain media sosial terlalu lama atau menghabiskan waktu untuk tidur di rumah.
Dikutip dari Verywell Mind, post holiday blues menyebabkan tekanan mental dalam waktu pendek. Kondisi ini juga menimbulkan beberapa emosi, seperti:
1. Kekosongan
Berbagai alasan, termasuk kelelahan bisa mempengaruhi perasaan kekosongan. Musim liburan biasanya diisi aktivitas yang menyenangkan dan ceria.
2. Kekecewaan
Rasa kecewa setelah liburan bisa jadi hanya reaksi alami dari pemulihan setelah emosi positif yang intens. Misalnya, kegembiraan melihat teman dan keluarga berkumpul bersama.
3. Kesepian
Perasaan kesepian bisa juga muncul saat musim liburan, karena masih ada yang harus dikerjakan. Bagi yang merasakan kesepian selama musim liburan atau setelahnya, psikolog menyarankan untuk memupuk rasa syukur dan bersikap baik terhadap diri.
4. Stres
Jika bepergian untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, logistik bisa membuat segalanya terasa rumit. Bersia kembali dari perjalanan panjang membuat seseorang merasa stres.
5. Kehilangan
Jika dekat dengan keluarga saat liburan dan tiba-tiba tidak lagi, seseorang akan kecewa dan merasa seperti kehilangan.
Kendati demikian, post holiday blues bukanlah penyakit patologis atau perilaku tidak wajar sehingga bisa untuk diatasi. Antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan untuk meningkatkan mood, seperti:
- Melakukan pijat seluruh badan atau refleksi agar kalian rileks
- Melakukan creambath di salon
- Istirahat dan tidur yang cukup
- Nonton bareng dengan keluarga atau teman
- Olahraga pagi
- Memasak
- Makan siang bersama teman dan bersenda gurau.
KHUMAR MAHENDRA | YAYUK WIDIYARTI | FANI RAMADHANI
Pilihan editor: Memahami Penyebab Post Holiday Blues yang Biasa Menyerang Usai Liburan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini