Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Warung Kopi Purama di Jalan Alkateri, Braga, Bandung, hampir berusia satu abad. Bangunannya yang bergaya Cina-Belanda Kolonial menunjukkan usianya. Papan nama yang terpasang di depan menunjukkan bahwa warung ini sudah ada sejak 1930.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kedai kopi ini berada di antara ruko penjual karpet, gorden, dan tekstil. Dari luar, bangunan bernuansa cokelat itu terlihat kecil, namun saat masuk, ruangan tampak luas berkat dinding-dindingnya yang tinggi. Nuansa masa lampau terlihat dari interior klasik gedung berukuran 120 meter persegi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Aldi Yonas, pemilik Warung Kopi Purnama generasi ke-4, menceritakan bagaimana kedai yang ada sejak Indonesia belum merdeka ini bertahan hingga kini. Ia mengatakan bahwa faktor bangunan yang masih dipertahankan juga ikut berperan. Keluarganya sengaja mempertahankan bentuk bangunan itu karena nilai sejarahnya. "Itu untuk menjadi bukti sejarah bahwa ini memang sudah lama dan didukung foto-foto dokumentasi juga," kata Aldi kepada Tempo, Kamis, 20 Maret 2025. Jadi, pengunjung masih bisa merasakan suasana tempo dulu ketika berkunjung.
Cita Rasa Makanan dan Minuman
Selain bangunan, pemilik juga mempertahankan cita rasa menu dari generasi pertama. Resep dan cara mengolah setiap hidangan tetap menggunakan metode lama warisan keluarga yang menjadi ciri khasnya. Menu populer di sini adalah roti srikaya, roti gulung sosis, dan kopi susu yang banyak diminati para pembeli. Semua sajian, khususnya roti srikaya, dibuat sendiri menggunakan resep khusus sehingga terasa berbeda dari warung kopi lain. Untuk kopi, Purnama menggunakan biji kopi arabica dan robusta sebagai campurannya. Oleh karena itu, setiap kopinya memiliki rasa pahit asam.
"Purnama itu kuncinya punya jati diri. Jadi Purnama tuh enggak mungkin tiba-tiba terlalu ngikutin zaman dengan bikin matcha green tea, misalnya," kata Aldi.
Ia juga mengatakan warung kopi ini tidak bisa tiba-tiba mengubah kopi susu khasnya menjadi kopi latte kekinian. "Jadi, makanannya tetap ada jati diri Purnama, yaitu makanan peranakan Indonesia, Belanda, Cina. Di situ kuncinya, jadi memang ada benang merahnya. Nah itu enggak bisa diutak-atik," ujar Aldi yang mewarisi bisnis ini dari ibunya.
Bertahan di Tengah Maraknya Coffee Shop Modern
Selama 95 tahun warung kopi ini melewati berbagai zaman, tetapi suasana tempo dulu serta resep makanan yang terus dijaga membuatnya masih diminati pengunjung. Meski begitu, pemilik pernah melakukan perubahan untuk menyesuaikan permintaan pelanggan. Misalnya, pada 2010 pemilik menambahkan non-smoking area di belakang seluas 140 meter persegi. Lalu, pada 2016 ada pemugaran sekaligus renovasi dengan memajang kembali barang-barang peninggalan generasi sebelumnya, seperti lemari, radio, gelas-gelas jadul, dan papan nama Tjhiang Shong She, nama pertama kedai ini sebelum menjadi Warung Kopi Purnama.
Meski tetap bertahan dengan konsep jadul, kedai ini tidak sepi pengunjung. Hampir semua usia dari muda hingga tua berdatangan untuk makan atau sekadar nongkrong. Selain tempat sarapan, Warung Kopi Purnama juga jadi lokasi untuk makan siang serta makan malam. Kedai kopi tersebut buka setiap hari mulai pukul 06.30 hingga 22.00 WIB, biasanya waktu sibuk saat sarapan dan makan malam.
NIA NUR FADILLAH
Pilihan Editor: Mengintip Cara Meracik Kopi Aceh yang Masih Menggunakan Saringan