Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Singapura mengizinkan serangga dijadikan sebagai makanan, restoran di negara tersebut terang-terangan memasukkannya ke dalam hidangan. Salah satu restoran yang menyajikan serangga adalah House of Seafood Singapura. Di restoran itu, kari kepala ikan disajikan dengan jangkrik renyah dan hidangan tahu ditambahkan serangga. Para pelanggan ternyata suka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reuters melaporkan, restoran tepi pantai ini adalah restoran pertama yang menyajikan serangga pada menunya setelah otoritas pangan negara kota tersebut bulan ini menyetujui 16 spesies serangga sebagai makanan. Keenam belas spesies itu antara lain jangkrik, belalang, larva, dan ulat hongkong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangkrik dan serangga lainnya telah lama dinikmati sebagai makanan kaki lima di Asia Tenggara, tetapi tidak di Singapura. Di negara yang menjadi pusat keuangan yang makmur itu, impor makanan dibatasi secara ketat demi tujuan keamanan dan kebersihan.
Disukai pelanggan restoran
Francis Ng, kepala eksekutif House of Seafood, mengatakan bahwa pelanggan senang ada hidangan yang menonjolkan serangga, seperti hidangan tahu yang ditata sedemikian rupa sehingga tampak seperti ada serangga yang merangkak keluar darinya, dan sepiring bola nasi ketan yang ditaburi ulat sutra.
"Kelihatannya lebih menyeramkan sehingga pelanggan dapat merekam untuk Tiktok mereka," kata Ng.
Ng mengaku menerima banyak telepon pelanggan yang memesan menu serangga karena penasaran ingin mencicipi.
Restoran tersebut telah menyusun menu dengan 30 hidangan yang menampilkan serangga untuk ditawarkan kepada masyarakat umum. Tapi untuk saat ini, Ng menawarkan sampel gratis.
Sumber protein
Pada 2019, Singapura menyatakan bahwa mereka berencana untuk memproduksi 30 persen dari kebutuhan nutrisinya pada 2030. Saat ini mereka mengimpor sekitar 90 persen bahan makanan.
Pakar keamanan pangan Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam, Universitas Teknologi Nanyang, Paul Teng mengatakan serangga dapat membantu mencapai tujuan ini, jika orang mampu mengatasi rasa jijiknya pada binatang tersebut.
"Kebanyakan serangga hampir semuanya mengandung protein," kata Teng. "Membuat orang mau menerima serangga dalam makanan mereka merupakan tantangan. Namun, sebenarnya serangga adalah makanan yang normal. Mari kita lakukan sesuatu untuk mempersiapkan konsumen," katanya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menganggap serangga sebagai sumber protein berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan populasi global yang diperkirakan akan membengkak menjadi 9,7 miliar pada 2050.
Di Indonesia, beberapa jenis serangga seperti belalang, ulat sagu, laron, dan tawon dikenal sebagai makanan di beberapa daerah. Serangga ini diolah menjadi berbagai jenis hidangan, seperti botok, satai, dan peyek.
Di Singapura, semua serangga yang disetujui untuk dikonsumsi manusia harus dibudidayakan di lingkungan yang terkendali dan tidak dipanen dari alam liar. Serangga tersebut juga tidak boleh diberi makan kontaminan seperti pupuk kandang atau makanan busuk, menurut badan pangan.
REUTERS | CNN TRAVEL