Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dua Jurnalis CNN Indonesia Kena Doxing Usai Liput Aksi Indonesia Gelap, Apa Sanksi Bagi Pelakunya

Dua jurnalis CNN Indonesia mengalami doxing atau doksing dan komentar kebencian usai meliput aksi Indonesia Gelap. Begini pengertian

25 Februari 2025 | 18.17 WIB

Ilustrasi data pribadi (antara/shutterstock)
Perbesar
Ilustrasi data pribadi (antara/shutterstock)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Dua jurnalis CNN Indonesia, AM dan YA, dikabarkan mengalami doxing atau doksing dan komentar kebencian usai meliput aksi Indonesia Gelap yang digelar aliansi mahasiswa di sejumlah daerah pada Senin, 17 Februari 2023 hingga Kamis, 20 Februari 2024. Doxing diduga dilakukan buntut media tersebut dinilai menayangkan berita tidak berimbang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Doksing tersebut bemula saat laporan AM berjudul “CCTV Dirusak Saat Aksi Indonesia Gelap di Patung Kuda” diunggah oleh CNN Indonesia dalam akun X, @CNNIndonesia pada 21 Februari 2025 pukul 18:50 WIB. Tak lama berselang, unggahan itu ditanggapi oleh akun @Budi********** di hari yang sama pukul 20:00 WIB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kalo ga dirusak tar muka yang keliatan dicidukinnampe rumah, CNN t*i udah 2 berita tendensius ke pendemo semua nih n*****t,” tulis akun tersebut.

Tanggapan tersebut kemudian dibalas oleh pengguna lain dengan nama akun @Ruteman. Akun tersebut membagikan tangkapan layar judul laporan AM dan tangkapan layar identitas sang wartawan di akun LinkedIn. Juga sebuah tangkapan layar yang menampilkan foto profil LinkedIn milik AM hasil penelusuran via Google Images.

Sedangkan YA terkena doxing buntut tulisannya berjudul “Indonesia Gelap Ricuh, Aparat Dilempari Bom Molotov di Patung Kuda.” Laporan tersebut diunggah CNN Indonesia di akun X pada 21 Februari 2025 pukul 19:14 WIB. Beberapa waktu kemudian, unggahan itu ditanggapi oleh akun @mim******* pada pukul 23:34 WIB. Akun tersebut menyertakan tangkapan layar profil LinkedIn sang wartawan.

Ada yg mau silaturahmi sama news developernya?” tulis akun tersebut.

Tindakan doxing yang menimpa wartawan CNN Indonesia mendapat sorotan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Sekretaris Jenderal Iwakum Ponco Sulaksono mengatakan kedua wartawan tersebut tidak layak mendapatkan intimidasi karena telah melakukan kerja jurnalistik dengan penuh tanggung jawab terhadap kode etik jurnalistik.

“Tindakan doxing oleh seseorang dapat merusak integritas wartawan dan media tempat bernaung. Lebih dari itu, doxing hanya akan menyudutkan wartawan dan mengerdilkan kepercayaan masyarakat terhadap pers,” kata Ponco, dalam siaran pers di Jakarta Sabtu, 22 Februari 2025, dikutip dari Antara.

Ponco menjelaskan, seluruh proses kerja jurnalistik mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. UU tersebut, kata Ponco, merupakan lex specialis terhadap Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan demikian, permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan seharusnya diselesaikan dengan aturan yang tertuang dalam UU Pers.

Selain itu, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum atau lex generalis. Walau demikian, Ponco mengaku adanya kemungkinan wartawan membuat kesalahan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Namun, penyelesaian permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan secara pidana melainkan melalui beberapa jalur seperti pemberian hak jawab atau hak koreksi kepada pihak yang dirugikan. Artinya jika wartawan keliru dalam proses penyajian berita, maka ada mekanisme yang bisa dilakukan untuk memperbaiki informasi tersebut.

Pengertian Doxing

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, doksing merupakan kegiatan mencari, membongkar, dan memublikasikan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin yang bersangkutan, biasanya dilakukan untuk tujuan yang tidak baik, seperti balas dendam atau memberi hukuman.

Praktik doxing biasanya mencakup informasi pribadi seperti alamat, nomor telepon, alamat email, nomor kartu kredit, atau informasi lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau merusak reputasi korban. Informasi ini dapat ditemukan melalui pencarian online, meretas, atau bahkan penyadapan.

Istilah doxing berasal dari kata “docs” (dokumen) yang merujuk pada dokumen atau data pribadi yang biasanya diungkapkan secara publik. Dilansir dari Merriam-webster, awalnya, istilah ini berasal dari bentuk jamak doc (dokumen). Lalu, lambat-laun, istilahnya berubah menjadi dox pada 2009 dan kini berkembang menjadi doxing.

Sanksi doxing

Menurut Kepala Departemen Advokasi Iwakum Faisal Aristama, pelaku doxing dapat digugat dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 26 UU ITE menyatakan, korban dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan. Tak hanya itu, pelaku doxing dapat dijerat pidana dengan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP, terutama Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP:

Pasal 67

(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

(2) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4 miliar.

Untuk itu, Faisal mengingatkan masyarakat agar lebih bijak menyikapi suatu persoalan dan tidak mudah terpancing akan ajakan di media sosial untuk melakukan doxing.

“Di era media sosial saat ini penting bagi semua pihak untuk lebih bijaksana dalam menyikapi suatu persoalan. Jangan sampai tindakan yang kita lakukan justru merugikan orang lain,” kata Faisal.

Khumar Mahendra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus