Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan merespons soal penyerangan puluhan anggota TNI terhadap warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Budi mengatakan pihaknya menghargai proses hukum yang sedang berjalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dari keterangan Pangdam Bukit Barisan telah dijelaskan bahwa prosesnya akan digelar transparan. Sehingga publik bisa mengawal dan mengikuti perkembangan kasusnya,” ucap Budi di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga mengulangi pernyataan dari Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan yang menyampaikan akan memproses hukum pelaku dari anggota TNI yang terbukti bersalah. “Akan ditindak dan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Budi.
Sementara itu, Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan secara membabi buta tersebut dan mendesak agar para pelaku penyerangan segera diadili. Penyerangan tersebut ditenggarai disebabkan oleh adanya perselisihan antara salah seorang warga dengan anggota TNI pada siang hari di jalan.
“Puluhan anggota TNI kemudian merespons perselisihan tersebut dengan melakukan penyerangan secara brutal terhadap warga. Kami menilai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun,” ucap Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.
Dia juga mengatakan penyerangan terhadap warga yang dilakukan oleh anggota TNI di Kabupaten Deli Serdang tersebut menunjukan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum (above the law) anggota TNI terhadap warga sipil.
“Para anggota TNI yang diduga melakukan serangan brutal tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya,” ujar Julius.
Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang 2024 (Januari – November 2024), diketahui terdapat 25 peristiwa kekerasan anggota TNI terhadap warga sipil. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain penganiayaan atau penyiksaan terhadap warga sipil, kekerasan terhadap pembela HAM dan jurnalis, intimidasi dan perusakan properti, penembakan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Motif dari tindakan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI ini juga beragam, mulai dari motif persoalan pribadi, bentuk solidaritas terhadap korps yang keliru, terlibat dalam sengketa lahan dengan masyarakat, terlibat dalam penggusuran, serta pembatasan terhadap kerja-kerja jurnalis dan pembela HAM. Menurut catatan Imparsial, umumnya pelaku kekerasan tersebut juga tidak mendapatkan hukuman atau sanksi sebagaimana mestinya (impunitas).