Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sidang Perdana Gugatan Perdata Warga Wadas Digelar Hari Ini, Tetap Meminta Tidak Menambang Andesit

"Gugatan perdata ini salah satu perjuangan hukum masyarakat Wadas dari pilihan-pilihan lain," kata Ketua Tim Advokat.

30 November 2023 | 21.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Empat warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang terancam dampak penambangan batuan andesit untuk Bendungan Bener mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Sleman, DI Yogyakarta (DIY). Sidang perdana yang dipimpin Hakim Ketua Asni Meriyenti dan dua hakim anggota Aziz Muslim dan Intan Tri Kumalasari dimulai Kamis, 30 November 2023 sekitar pukul 14.15 WIB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Gugatan perdata ini salah satu perjuangan hukum masyarakat Wadas dari pilihan-pilihan lain,” kata Ketua Tim Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo saat ditemui Tempo bersama sejumlah wartawan lain usai sidang, Kamis, 30 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gugatan perdata tersebut diajukan kepada empat pihak, meliputi Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, Gubernur Jawa Tengah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Presiden Republik Indonesia. Mereka digugat karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum.

Bahwa berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pengadaan tanah untuk tambang bukan termasuk kepentingan untuk umum. Selain itu, masa penetapan lokasi tambang yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah sejak 2018 dan diperpanjang hingga tiga kali dianggap melanggar hukum. Sebab berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012, perpanjangan hanya bisa dilakukan sekali saja.

Selain itu, saat menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menetapkan lokasi pertambangan batu andesit di Desa Wadas pada 2018. Beberapa pekan menjelang lengser sebagai gubernur dan selanjutnya menjadi salah satu calon presiden, Ganjar kembali mengeluarkan Izin Penetapan Lokasi (IPL) baru.

Pemilihan upaya hukum berupa pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum tersebut ditawarkan pihak kuasa hukum kepada warga Wadas. Kemudian upaya hukum itu menjadi keputusan bersama warga Wadas. 

“Masyarakat Wadas meminta agar Wadas tidak menjadi bagian dari proyek tersebut,” kata Trisno yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Empat orang warga Wadas yang mengajukan gugatan adalah Priyanggodo, Talabudin, Kadir, dan M. Nawaf Syarif. Mereka didampingi 12 pengacara dari LBHAP. Keempat warga ini adalah sedikit dari warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang andesit dan menolak untuk menyerahkan tanahnya.  “Kenapa empat orang, karena mereka yang siap mengajukan gugatan. Patut diingat, kalau upaya hukum ini hasilnya baik, tentu jadi contoh kasus lainnya,” jelas Trisno.

Keempat penggugat menuntut agar Wadas tidak dijadikan lokasi pengambilan batuan andesit untuk proyek Bendungan Bener. Sebab, proyek bendungan itu tidak berlokasi di lahan mereka. Dan lahan mereka bukanlah bagian dari PSN. “Itu prinsip dasar yang kami ajukan dalam gugatan,” tegas Trisno.

Sedangkan penentuan para tergugat adalah mereka yang diberi kewenangan mengelola proyek bendungan yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN), maupun para pihak yang membuat kebijakan. “Tambang menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir dan tanah longsor. Juga mengakibatkan konflik sosial di Wadas,” ujar Kadir.

Kekhawatiran warga sudah terbukti. Harmoni sosial di Wadas sudah rusak karena warga terbelah antara yang pro dan kontra tambang. Selain itu, akses pembukaan jalan ke lokasi tambang di Wadas sudah menyebabkan beberapa kali banjir dan air menjadi keruh. “Kondisi ini menyebabkan warga Wadas tidak bisa hidup sejahtera lahir dan batin di desanya,” tambah Kadir. 

Dalam sidang perdana, Majelis Hakim melakukan pengecekan berkas administratif para kuasa hukum. Hasilnya, syarat administratif kuasa hukum dari Presiden yang diwakili pihak Sekretaris Negara belum lengkap. “Masih ada yang nyusul kuasanya ya, dari Setneg,” kata Asni.

Persidangan pun dilanjutkan dengan agenda mediasi. Baik pihak penggugat maupun tergugat sepakat menyerahkan mediator kepada majelis hakim. Kemudian majelis hakim menunjuk hakim PN Sleman, Novita sebagai mediator. “Mudah-mudahan kedua belah pihak ada titik temunya, sehingga berdamai,” kata Asni.

Mediasi Pertama


Sidang pertama gugatan perbuatan melawan hukum pun ditutup. Trisno menjelaskan, proses mediasi diberi waktu selama satu bulan. Dalam mediasi, kuasa hukum penggugat tetap mengajukan permintaan agar penambangan batuan andesit tidak dilakukan di lahan-lahan kliennya di Wadas.

Trisno menambahkan, hasil mediasi bisa tak mencapai kata sepakat. Sebaliknya, apabila hasilnya sesuai dengan tujuan kliennya, bisa juga diterima. Kemudian mediator akan membuat akta perdamaian yang ditandatangani para pihak.

“Kalau mediasi tak tercapai, proses sidang tetap dilaksanakan. Putusan kami serahkan kepada hakim,” kata Trisno. 

Sementara kuasa hukum Tergugat I, Kepala BBWSSO yang diwakili Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah memilih untuk melihat perkembangan selanjutnya. 

“Dari mereka (pihak penggugat) mau mengajukan apa, perdamaiannya bagaimana, dari BBWSO bagaimana, kan belum jelas,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum BBWSO, Nilla Aldriani yang juga Kepala Seksi Perdata Kejati Jateng usai persidangan.

Kamis sore, agenda langsung dilanjutkan dengan mediasi pertama yang dipimpin hakim Novita selaku mediator. Ada tiga poin penting yang diminta para penggugat melalui kuasa hukumnya. Pertama, meminta seluruh tergugat untuk menghentikan proses pengadaan tanah. Kedua, memindahkan lokasi tambang andesit dari Wadas. Ketiga, memberikan ganti rugi kepada para penggugat, baik material dan im-material dengan total Rp53,8 miliar.

Mediasi pertama itu pun belum ada hasil. Proses mediasi pun dilanjutkan pada 11 Desember 2023.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, warga Wadas yang tergabung dalam Gempa Dewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) tetap kukuh menolak lokasi tambang di Wadas karena mengancam pekerjaan warga sebagai petani. Lokasi tambang di perbukitan bagian atas dinilai berpotensi menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, dan hilangnya sumber air. 

Namun pemerintah terus memaksa warga menyerahkan tanahnya untuk areal tambang seluas 114 hektare. Pemerintah melakukan aksi kekerasan fisik, ancaman, teror konsinyasi, dan rayuan ganti rugi yang besar untuk meruntuhkan pendirian warga. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus