Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membenarkan pemain sirkus cilik binaan Oriental Circus Indonesia (OCI) tidak digaji sejak 1970-an. Tony mengatakan pemain sirkus anak hanya diberi uang saku.
Taman Safari Indonesia, kata Tony, menganggap para pemain sirkus cilik di OCI seperti keluarga. Meski tak memberi upah, Tony menyebut pihaknya menjamin semua kebutuhan pemain sirkus anak seperti pakaian, kebutuhan medis, dan uang saku tiap pekan untuk belanja keperluan lain.
“Memang itu tidak diberi gaji, ya. Kami kan dulu juga enggak terima gaji, sama. Masih anak-anak masa terima gaji, gitu ya,” ujar Tony kepada sejumlah awak media di bilangan Melawai, Jakarta Selatan, Kamis, 17 April 2025.
Tony menunjukkan kepada wartawan dokumentasi masa kecil para pemain sirkus. Terlihat video mereka saat di tenda sirkus, berwisata ke pantai, merayakan ulang tahun, hingga menikah. Ia mengklaim semua anak-anak tersebut berada dalam keadaan sehat dan tidak memiliki tubuh kurus. “Jadi uang belanja ada, pakaian lengkap, kalau hari raya pasti dapat hadiah,” ucapnya. “Ulang tahun dirayakan ramai-ramai. Itu biasa. Itu kehidupan keluarga besar.”
Pada 1970-an, Tony menghabiskan masa kecil bersama anak-anak pemain sirkus OCI, yang pada 2025 sudah berusia paruh baya. Ia mengklaim orang tuanya memang suka menampung anak-anak dari panti asuhan. Dari sanalah OCI menemukan anak-anak untuk dilatih sebagai pemain sirkus.
Sekitar lima dekade kemudian, para pemain sirkus yang sudah dewasa mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada mereka selama di OCI. Sebelumnya, mereka sempat membawa kasus ini ke Komnas HAM. Pada 1997, Komisi menyatakan OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus.
Delapan perwakilan dari para korban menyambangi kantor Kementerian HAM di Jakarta Selatan pada Selasa, 15 April 2025. Sebagian besar adalah perempuan paruh baya. Mereka berdialog dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, beserta dua direktur jenderal kementerian tersebut.
Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan, hingga dipaksa makan kotoran hewan. Tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang mereka sampaikan diduga terjadi sejak 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban, dikatakan bahwa para pemilik dan/atau pengelola OCI serta Taman Safari Indonesia mengambil dan memisahkan lebih dari 60 anak-anak berusia 2 – 4 tahun dari orang tua mereka. Kemudian di usia 4 – 6 tahun, mereka diduga dipekerjakan tanpa upah, tidak disekolahkan, dan tidak diberi tahu identitas aslinya.
Tony, mewakili keluarga pendiri OCI, telah membantah keluarganya melakukan kekerasan sebagaimana disebutkan oleh para korban. Ia berkata, kala itu para anak pemain sirkus hanya mendapat pendisiplinan dalam bentuk pukulan. Salah satunya menggunakan rotan. “Pemukulan biasa itu ada aja,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini