Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNDP meluncurkan Accelerator Lab untuk mengatasi tantangan pembangunan yang semakin kompleks, Rabu, 24 Maret 2021, secara virtual. Accelerator Lab Indonesia akan menjadi salah satu dari 91 Accelerator Lab di 115 negara yang mencari, menguji, dan meningkatkan solusi untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam acara yang bertema ‘Menuju masa depan yang lebih inovatif dan inklusif untuk Indonesia’ ini, hadir sebagai pembicara Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, Duta Besar Jerman untuk Indonesia Peter Schoof, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, Duta Besar Qatar untuk Indonesia Fawziya Edrees Salman Al-Sulaiti dan Penasihat Global Accelerator Labs Geoff Mulgan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara terselenggara kerja sama UNDP Indonesia dan Tempo Media ini bertujuan untuk menginspirasi masyarakat agar berperan lebih aktif dalam mengatasi tantangan pembangunan. Kegiatan ini diikuti sekitar 334 orang secara virtual dan 1.900 viewer di YouTube. Acara dipandu oleh jurnalis Tempo Media, Dheayu Jihan.
Dengan pendanaan dari Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Qatar Fund for Development, Accelerator Lab Indonesia telah melakukan analisis tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kerentanan air di perkotaan seperti banjir sebagai bagian dari upaya awalnya, termasuk studi etnografi di lima komunitas yang terdampak bencana.
Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, mengatakan teknologi inovatif dan inovasi sosial memegang kunci untuk mengatasi berbagai tantangan utama di dunia. “Pandemi Covid-19 telah membuat kita sadar betapa pentingnya tindakan cepat dan kreativitas untuk mengatasi tantangan pembangunan saat ini,” kata dia.
Menurut Bambang, Indonesia memerlukan ide dan kreativitas baru untuk menghadirkan teknologi baru. “Yang dapat mendisrupsi paradigma lama yang menghambat solusi untuk mengatasi tantangan seperti perubahan iklim dan ketimpangan,” ujarnya.
Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Peter Schoof, mengatakan dengan adanya pusat jaringan pembelajaran di Indonesia akan membantu ide dan kreativitas mengalir lebih mudah. Selain itu, kata dia, dapat menciptakan solusi yang cepat dan mendorong lebih banyak praktisi untuk mempercepat proses untuk memenuhi agenda SDGs.
“Pemerintah Jerman bangga mendukung pendirian Accelerator Lab di Indonesia yang diharapkan dapat menjadi katalisator pembelajaran untuk solusi SDGs,” kata Peter Schoof.
Duta Besar Qatar untuk Indonesia, Fawziya Edrees Salman Al-Sulaiti, menyampaikan inovasi adalah inti pembangunan pesat Qatar dalam beberapa dekade terakhir. “Masyarakat kami telah mengalami perubahan transformatif dan menjadi lebih baik karena kami terus mendorong inovasi dan teknologi,” ucapnya.
Perubahan besar dengan skala nasional dapat dimulai dari komunitas kecil. “Dan kami harap Accelerator Lab Indonesia menjadi jaringan pembelajaran yang berkembang pesat,” kata Fawziya.
Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura meminta semua pemangku kepentingan mempercepat tindakan dan mengadopsi inovasi. “Kreativitas dan kecepatan harus menjadi pendekatan baru kita,” tuturnya.
Tantangan pembangunan yang semakin kompleks saat ini membutuhkan lebih banyak kreativitas untuk menghasilkan peluang baru. “Dan seiring berjalannya waktu menuju 2030, kami tidak punya pilihan selain mempercepat pencapaian SDGs dengan ide dan tindakan baru,” kata Norimasa.
Norimasa mengaku bangga UNDP Indonesia bisa meluncurkan Accelerator Lab. “Peluncuran ini dapat menambahkan lebih banyak solusi dan ide untuk mengatasi tantangan hari ini untuk meraih peluang di masa depan,” ujarnya.
Professor of Collective Intelligence, Public Policy and Social Innovation, University College London dan penasihat Global Accelerator Labs, Geoff Mulgan, mengaku menghadirkan inovasi dinamis ke dalam birokrasi publik besar tidak pernah mudah, dan akan selalu ada banyak penentang dan sinisme. “Ini juga tampak berisiko menyiapkan begitu banyak Lab sekaligus tanpa infrastruktur pendukung yang kuat,” ujarnya.
Menurut Geoff, tanpa inovasi yang dipercepat, kecil peluang untuk mencapai SDGs. “Accelerator Lab telah membuat awal yang baik, dengan masukan dari orang-orang cerdas dan berkomitmen, yang berfokus pada tindakan praktis,” kata dia.
Accelerator Lab Indonesia akan bekerja dalam kemitraan dengan Pemerintah Indonesia, akademisi, CSOs, masyarakat setempat, komunitas inovator nasional dan internasional, dan start-up. Bagian dari kegiatan awal Accelerator Lab Indonesia adalah survei warga tentang masalah perkotaan di lima komunitas yang terkena bencana.
Sementara dalam sesi diskusi di acara yang sama, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), hasil penelitian tidak hanya terbatas pada produk final atau tujuan komersial saja, tapi harus ada pengembangan terobosan alternatif penyelesaian masalah di tingkat negara maupun masyarakat.
Untuk bisa sampai ke sana, menurut Tri, peneliti tidak bisa melakukan sendiri tapi dia harus membangun sebuah kolaborasi dengan pemerintah, dunia usaha.
Inovator Komunitas Kampung Tematik, Bambang Irianto, juga menjelaskan pentingnya inovasi sosial untuk membangun kemandirian. Dia menuturkan hal yang dilakukan dalam membangun kemandirian masyarakat dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder.
Dosen dan Peneliti dari Lab Desain Etnografi Institut Teknologi Bandung (ITB), Meirina Triharini, menjelaskan bagaimana ilmu desain bisa berkontribusi terhadap Accelerator Lab Indonesia. Dia mengatakan ITB mencoba untuk mempraktekkan dan mengembangkan metode di mana etnografi ini menjadi bagian dari proses berpikir desain atau design thinking. Tujuannya untuk problem solving, dengan pendekatan kreatif dengan cara-cara yang bisa dipikirkan sejauh mungkin dengan melibatkan berbagai keilmuan dan keahlian.
Director and Chief Strategy & Innovation Officer Indosat Ooredoo, Arief Mustain, juga mengutarakan pihaknya tengah mendesain bagaimana membangun ekosistem inovasi di masa pandemi ini melalui Virtual Hackathon. “Melalui SheHacks, kita mengajak khusus para perempuan di Indonesia untuk melakukan live hacking. Kita berikan sebuah arena sebagai tempat mereka untuk memberikan gagasan dan ide-ide mereka,” ujarnya.
Langkah ini membuahkan hasil. Peserta virtual ini sebarannya sudah di seluruh Indonesia dengan 75 partisipan baik tim dan individu. Sebanyak 33 tema yang diangkat perempuan di Indonesia melalui Virtual Hacking ini juga luar biasa.
Setelah sesi panel diskusi, pemandu acara mengajak semua peserta untuk mengikuti sesi interaktif, yakni diseminasi hasil survei dan diskusi terfokus yang dibagi ke dalam empat sektor, yakni lingkungan (1), teknologi (2), ekonomi (3), dan sosial (4).
Sebelumnya para peserta diminta mengisi kuis singkat dengan pertanyaan, “Dimana kamu tinggal?” dan “Apa 3 kata terkait Accelerator Lab!”. Mayoritas peserta menjawab “-Inovasi-”, “-Eksperimen-”, dan “-Kreatifitas-”.
Aisha Marzuki, Head of Exploration UNDP, mengatakan Accelerator Lab telah membuat empat skenario masa depan Indonesia dari hasil survei yang dilakukan selama 10 hari pada bulan Februari 2021 lalu dan diisi oleh lebih dari 520 partisipan di 125 kota dan kabupaten di Indonesia. Di antaranya adalah skenario Ibukota Berhitung Mundur, Hancurnya Perkotaan, Kesenjangan Mendalam, dan Membangun Dengan Seimbang. Melalui polling, peserta paling banyak memilih skenario Membangun Dengan Seimbang.
Skenario ini menampilkan situasi dengan terpuruknya negara akibat pandemi dan buruknya kondisi iklim, pengembangan ekonomi berbasis lingkungan meningkat, dan perputaran investasi di pedesaan juga semakin seimbang. Hal itu didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi dan internet yang baik, sehingga kualitas pendidikan dan mutu pekerjaan pun meningkat. Banyak usaha baru berkembang yang dimungkinkan oleh teknologi canggih. Setelah itu, beberapa peserta diminta untuk berbagi mengenai pendapat mereka atas skenario ini.
Selanjutnya para peserta dibagi empat breakout room sesuai sektor yang mereka pilih dan melakukan diskusi dengan metode Cards for the Future yang dikembangkan oleh Nesta. Setelah berdiskusi, dua tim menyampaikan pendapat mereka.
Dari tim sosial, melalui jurubicaranya menyampaikan bahwa membentuk masa depan Indonesia harus dilakukan melalui layanan publik berkelanjutan berbasis aplikasi dengan pembangunan kapasistas manusia dan komunitas berkelanjutan berbasis teknologi. Selain itu, diperlukan program sekolah gratis dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan kawasan berbasis partisipasi warga, edutainment untuk pengenalan adat ke masyarakat luas, sekolah gratis di Bogor untuk pemberdayaan masyarakat agroponik, ada sekolah gratis terutama untuk yang putus sekolah, peningkatan kapasitas komunitas dalam pengembangan desa wisata berkelanjutan, dan implementasi smart society menuju ketahanan komunitas yang berkelanjutan.
Sementara dari tim ekonomi memaparkan bahwa membentuk masa depan Indonesia itu harus dilakukan melalui ekonomi yang lebih merata. Diperlukan kegiatan pembangunan tepat konteks dan kondisi Indonesia, penyamaan standar hidup dengan biaya hidup sesuai dengan konteks dan lokasi, jaminan sosial yang menyeluruh, pemerataan pembangunan tidak hanya pertumbuhan, perubahan paradigma ekonomi yang juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan, apresiasi sosial yang dimunculkan dari gerakan akar rumput yang sesuai konteks dan mencapai tujuan bersama, keterkaitan pembangunan manusia dengan lingkungan, serta mempertimbangkan penghasilan dasar universal.
Di sesi akhir acara, Accelerator Lab UNDP Indonesia mengumumkan kemitraan dengan Lab Desain Etnografi Institut Teknologi Bandung untuk mendorong budaya inovasi sosial di Indonesia. Kerja sama ini akan diawali dengan merancang alat identifikasi dan wadah pemetaan solusi yang sudah dikembangkan masyarakat di berbagai bidang.
Inforial