Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia mengusung enam agenda dalam pembahasan Jalur keuangan (Finance Track) G20 selama masa presidensi Indonesia yang berlangsung mulai 1 November 2021 hingga Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 15-16 November 2022 di Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enam agenda itu adalah strategi jalan keluar untuk mendukung pemulihan (exit strategy to support recovery), mengatasi efek lanjut untuk mengamankan pertumbuhan di masa depan (addressing scarring effect to secure future growth), sistem pembayaran di era digital (payment system in digital era), keuangan berkelanjutan (sustainable finance), inklusi keuangan digital (digital financial inclusion) dan pajak internasional (international taxation).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, enam agenda tersebut sudah dibahas dalam dua kali pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) dan deputi menteri keuangan dan bank sentral (FCBD) G20 yang berlangsung pada Desember 2021 dan Februari 2022 lalu. “Dalam pertemuan itu, negara-negara yang hadir memberikan sejumlah rekomendasi untuk agenda exit strategy,” kata dia.
Sri Mulyani mengungkapkan, Indonesia berhasil memainkan peran kepemimpinan pada kedua pertemuan tersebut yang tergambar dalam kesepakatan-kesepakatan yang dicapai. Ia menjelaskan, pada pertemuan FMCBG dan FCBD setidaknya disepakati bahwa sebagian negara menerapkan exit strategy sesuai dengan prioritas kebijakan perekonomian domestik masing-masing.
Kesepakatan lain adalah penguatan proses komunikasi kebijakan exit strategy agar semua negara dapat mencapai pemulihan bersama. Tak hanya itu, negara-negara anggota G20 juga setuju mengembalikan mandat independensi bank sentral demi menjaga kredibilitas kebijakan moneter, sembari tetap membantu proses pemulihan ekonomi.
Sri Mulyani mengungkapkan, Indonesia setuju dengan pandangan beberapa negara G20, mengingat pemerintah sendiri juga mulai memperketat beberapa kebijakan dukungan. Begitu pula beberapa negara menyatakan memahami kebijakan domestik masing-masing anggota, termasuk rencana pemerintah Indonesia untuk kembali kepada aturan defisit maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.
2nd Finance and Central Bank Deputies Meeting, Selasa-Rabu, 15-16 Februari 2022. Dok G20.ORG
Masih berkaitan dengan agenda pemulihan ekonomi, ia mengimbuhkan, Indonesia sebagai representasi negara-negara berkembang dalam forum G20 akan memperjuangkan tata kelola dunia yang lebih adil, merata, dan inklusif. “Sebagaimana ditegaskan Presiden Jokowi bahwa Indonesia akan memobilisasi dukungan negara maju untuk membantu negara berkembang dan negara miskin dalam pemulihan kesehatan dan ekonomi dari pandemi Covid-19,” ucap Menteri.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan, presidensi G20 Indonesia juga menjadi momentum yang sangat baik untuk membawa kepentingan negara berkembang dan meningkatkan diplomasi ekonomi melalui penciptaan arsitektur ekonomi pasca-pandemi,serta melahirkan inisiatif yang konkret.
Sri Mulyani menyambut baik dukungan bagi negara-negara rentan yang terdampak Covid-19 melalui special drawing rights channeling dan debt service suspension initiative. Begitu pula penguatan arsitektur keuangan internasional juga terus dilakukan, termasuk melalui aliran modal berkelanjutan dan pengembangan pasar modal mata uang lokal, maupun menegaskan kembali komitmen terhadap Global Financial Safety Net.
Dia mengakui, fluktuasi suku bunga Federal Reserve AS (The Fed) menjadi tantangan dalam menetapkan kebijakan moneter di banyak negara, termasuk Indonesia. Bank Indonesia, kata Menteri, telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi berupa kebijakan moneter, seperti memperkuat nilai tukar, menjaga tingkat suku bunga acuan, serta menjaga likuiditas.
Selain itu, pemerintah Indonesia telah dan terus berupaya mengurangi dampak volatilitas perekonomian global, salah satunya dengan meningkatkan porsi kepemilikan domestik terhadap Surat Berharga Negara (SBN). “Indonesia mengusulkan tindakan yang sama dalam forum G20, sehingga diharapkan pemulihan ekonomi global, khususnya bagi negara berkembang, dapat lebih tahan terhadap dinamika perekonomian dari luar.”
Selanjutnya, dalam hal agenda dukungan terhadap pembayaran digital, keuangan berkelanjutan, dan inklusi keuangan, Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah Indonesia sudah menggiatkan ketiga sektor ini secara masif di dalam negeri, walaupun literasi dan aspek keamanan masih menjadi tantangan.
Pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan Indonesia naik hingga 90 persen pada 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks inklusi keuangan nasional 2019 baru sebesar 76,19 persen dengan tingkat literasi keuangan 38,03 persen.
Ia memaparkan, untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat, khususnya generasi muda, Kementerian Keuangan telah menjalin kerja sama dengan BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan membentuk Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK).
Buat memuluskan implementasi agenda Finance Track, Indonesia juga mendorong pembentukan arsitektur keuangan internasional yang lebih kuat. “Begitu pula untuk menjaga stabilitas keuangan perlu dipikirkan mengenai risiko siber dan peraturan yang menjangkau setiap transformasi bisnis,” ucap Sri Mulyani.
Dia mengakui, negara berkembang masih menghadapi tantangan untuk mewujudkan keuangan berkelanjutan. Tantangan tersebut berhubungan dengan mobilisasi dan akses ke keuangan berkelanjutan. Menteri Sri Mulyani lantas mengusulkan penyelenggaraan seminar perihal cara terbaik membantu negara-negara berkembang.
Di samping itu, kata dia, harus ada tindakan yang menjamin ketersediaan pendanaan bagi transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan. Tindakan ini dibutuhkan untuk mendukung transisi yang tertib, adil, dan terjangkau menuju perekonomian rendah emisi dan ramah iklim.
Lebih lanjut, perihal agenda inklusi keuangan dan sistem pembayaran di era digital, ujar Sri Mulyani, pandemi Covid-19 kian menyulitkan kelompok rentan dan kurang terlayani secara finansial, terutama perempuan, pemuda, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Karena itu, ia ingin meneguhkan kembali komitmen untuk memajukan agenda inklusi keuangan, dan meminta platform Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) G20 mengembangkan kerangka inklusi keuangan untuk memanfaatkan digitalisasi. Tujuannya meningkatkan produktivitas, mendorong keberlanjutan, dan menciptakan ekonomi inklusif bagi perempuan, pemuda, dan UMKM.
Ihwal agenda pajak internasional, Sri Mulyani menyatakan, pembahasan agenda itu dalam presidensi G20 Indonesia meliputi banyak aspek. Beberapa isu bersifat melanjutkan proses yang telah berjalan, seperti implementasi rencana aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
BEPS adalah praktik mengalihkan keuntungan perusahaan ke negara lain yang memiliki tarif pajak rendah. Sementara beberapa isu lain bersifat baru, seperti pajak dan kesetaraan gender, pajak lingkungan, serta pajak dan pembangunan.
Tidak hanya manfaat tidak langsung berupa perubahan kebijakan keuangan global, Indonesia sebagai tuan rumah G20 juga akan menerima manfaat langsung secara ekonomi maupun sosial budaya. Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto, rangkaian pertemuan G20 akan meningkatkan konsumsi domestik sebesar Rp 1,7 triliun; menambah produk domestik bruto nasional Rp 7,4 triliun; melibatkan UMKM, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 33 ribu orang.
Manfaat penting berikutnya dari Presidensi G20 bagi Indonesia adalah peningkatan citra positif dan kebanggaan di dunia internasional. “Dalam jangka panjang, branding Indonesia akan meningkatkan kepercayaan dari negara-negara lain.” Ia juga meyakini Presidensi G20 dapat menambah wawasan masyarakat, khususnya generasi muda.
Dia mengimbuhkan, manfaat langsung G20 juga akan dirasakan pada Jalur Sherpa (Sherpa Track). Banyak agenda pada jalur pembahasan itu yang berfokus langsung ke masyarakat, seperti digitalisasi UMKM, peningkatan keterampilan UMKM, maupun pembiayaan ultra mikro. “Dengan demikian, hasil dari forum ini dipastikan memberikan dampak yang bisa dirasakan masyarakat.”