Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementan Pantau Kekeringan Sawah di Kebumen

Ditemukan beberapa lokasi sawah yang terancam kekeringan di Kebumen.

18 Juni 2019 | 10.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kementan Pantau Kekeringan Sawah di Kebumen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO BISNIS – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), melakukan pemantauan kekeringan sawah di Kabupaten Kebumen. Ditemukan beberapa lokasi yang terancam kekeringan, di antaranya Kecamatan Bulus Pesantren dan Petanahan.

Di Kecamatan Bulus Pesantren, tanaman padi sawah (standing crop) yang terancam kekeringan pada musim tanam kedua (MT II) seluas 213 hektare (ha). Itu meliputi Desa Indrosari 6 ha, Desa Sangubanyu 30 ha, Desa Ambalkumolo 9 ha, Desa Bocor 14 ha, Desa Waluyo 4 ha, dan Desa Sidomoro 160 ha. 

Saat ini umur tanaman padi 30 hari setelah tanam (HST). Untuk Kecamatan Bulus Pesantren, pantauan dilakukan di Desa Sidomoro, Desa Tanjungsari, dan Desa Bocor. Berdasarkan pantauan, Desa Sidomoro Gapoktan Mitra Tani yang merupakan desa paling luas standing crop yang terancam kekeringan. 

Penyebab kekeringan yang melanda Kecamatan Bulus Pesantren karena pengurangan suplai air dari Waduk Wadaslintang (Intake Kedung Samak) ke jaringan irigasi. Selain itu, juga karena musim kemarau yang maju, di mana April curah hujan rendah dan Mei sudah tidak ada hujan. "Sementara, awal masa tanam yang mengalami kemunduran," ujar Direktur Jenderal PSP, Sarwo Edhy, Senin, 17 Juni 2019.

Sarwo Edhy mengatakan, telah dilakukan upaya penyelamatan tanaman padi yang mengalami kekeringan. Di antaranya dilakukan melalui sistem gilir giring selama enam hari mendapatkan sehari untuk pengairan, memaksimalkan pemanfaatan pompa bantuan pemerintah tahun 2018 dengan (3 inch) untuk mengairi sawah yang rawan kekeringan, dan secara bergiliran anggota P3A/Gapoktan menjaga pengaturan pemakaian air.

Pada Tahun Anggaran 2018, Kabupaten Kebumen mendapatkan alokasi pompa air (dana TP) sebanyak 15 unit (3 inch). Semuanya sudah terdistribusi secara merata pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan. 

"Akan diupayakan pompa dengan kapasitas yang lebih besar (6 inch), agar dapat mengalirkan air dari saluran irigasi di Desa Tanjungsari ke saluran irigasi tersier yang menuju Desa Sidomoro sehingga dapat menambah ketersediaan air," tuturnya.

Sedangkan pada Desa Bocor, standing crop yang mengalami kekeringan mencapai 14 ha. Kekeringan disebabkan karena suplai air dari saluran irigasi Wadaslintang tidak bisa mencapai Desa Bocor.

Namun, saat ini untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dilakukan dengan memanfaatkan air permukaan sungai Kedungbener (JIAP=Jaringan Irigasi Air Permukaan) dengan kapasitas pompa 213 ubin mesin.

Sementara di Kecamatan Petanahan, luas standing crop yang mengalami kekeringan mencapai 20 ha, pada umur tanaman 12 HST. Kejadian kekeringan ini baru pertama kali terjadi di Kecamatan Petanahan yang terkenal paling berpotensi dan subur. Pada Februari 2019 di daerah/blok yang terkena kekeringan tersebut terkena banjir.

"Kekeringan tanaman padi pada Kecamatan Petanahan ini disebabkan oleh kondisi iklim, di mana musim kemarau maju, masa tanam mundur. Air irigasi dari DI Wadaslintang tidak bisa mencapai Petanahan karena kondisi saluran irigasi tersier belum permanen. Sehingga banyak terjadi kehilangan air dan tidak bisa menggunakan air tanah karena air berminyak dan asin," ucapnya.

Solusi yang sedang diupayakan meliputi sistem gilir giring setiap enam hari sekali mendapat giliran sehari untuk pengairan. Selain itu, juga dilakukan rehabilitasi saluran irigasi tersier sejauh 300 meter. (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa Prodik

Bahasa Prodik

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus