Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI 2019-2024, Anwar Hafid, berhasil mempertahankan desertasi dengan judul “Penerapan Nilai-Nilai Religius dan Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan Pemerintahan di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah” dihadapan para penguji Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kamis, 13 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang desertasi dipimpin Rektor IPDN Dr. Hadi Prabowo, M.M., Prof. Dr. Wirman Syafri, M.Si selaku Direktur Sekolah Pascasarjana IPDN, Dr. Mansyur Achmad, M.A., selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN. Sedangkan sebagai promotor adalah Prof. Dr. Drs. H. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S., Prof. Dr. H. Khasan Effendi, M.Pd. dan DR. Sampara Lukman, M.A., selaku Co-Promotor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun tim penguji di antaranya terdapat Dr Ahmad Averus Toana, Dr. Drs. Muhadam Labolo, M.Si., Prof. Hyronimus Rowa, H Andi Jamaro Dulung dan Prof Muhammad Ilham M.Si.
Pria kelahiran Wosu, Bungku Barat, Sulawesi Tengah, 14 Agustus 1969, berhasil mempertahankan desertasi dan berhak menyandang gelar doktor. Anwar merintis kepemimpinan dari bawah mulai dari kepala desa, camat, sampai asisten bagian pemerintahan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
“Modal itu yang membuat saya percaya diri bisa tampil menjadi kepala daerah di kampung halaman di Morowali, Sulawesi Tengah. Kala itu usia saya masih 38 tahun, usia yang masih terbilang muda ketika menjadi kepala daerah,” kata Anwar.
Desertasi “Penerapan Nilai-Nilai Religius dan Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan Pemerintahan di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah” adalah hasil pengalaman dan penelitian Anwar selama menjadi pamong di Morowali.
Dia menuturkan pada saat terpilih sebagai Bupati Morowali pada 2007, sejumlah persoalan dasar menyeruak. Di antaranya belum tercipta kesadaran individu dan kolektif sebagian besar aparatur pemerintah daerah khususnya di level elit birokrasi. Lemahnya nilai-nilai agama dan kearifan lokal dalam birokrasi pemerintahan.
Kemudian pelayanan umum yang belum maksimal dan aspek sosial masyarakat belum berkembang. Apalagi Morowali merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Poso. “Hal yang terpikir dalam benak saya pada periode pertama menjadi bupati, yakni dua program, pendidikan dan kesehatan gratis untuk semua lapisan masyarakat,” kata Anwar.
Kedua program ini membuahkan hasil. Pendidikan gratis dari sekolah dasar hingga menengah atas ini mampu membuat angka putus sekolah di Morowali menurun. Pendidikan gratis dilanjutkan dengan beasiswa kepada mahasiswa tidak mampu dan berprestasi melalui Program Morowali Sarjana pada 2023. “Sejak itu, animo para orangtua untuk menyekolahkan anaknya ke bangku kuliah sangat tinggi,” ujarnya.
Sedangkan kesehatan gratis diterapkan sejak 2007. Hasilnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Morowali naik signifikan dari nomor sembilan skala provinsi menjadi nomor dua.
Lima tahun memimpin Morowali, Anwar mengaku putus asa. Alasannya, pembangunan di Kabupaten Morowali masih jauh dari harapan. “Mengapa semua belum berjalan baik? Saya butuh percepatan pembangunan yang lebih massif lagi, khususnya pada ketersediaan lapangan kerja,” ucapnya.
Birokrasi yang buruk, menurut Anwar, berkorelasi kuat dengan kepemimpinan yang jauh dari nilai-nilai religi seperti siddiq, tabligh, Amanah, dan fathonah. Dia mencoba mengembalikan semua permasalahan dalam dirinya kepada Tuhan. “Saya berdoa agar masyarakat yang saya pimpin dapat hidup dengan baik dan meminta kepada Tuhan jalan terbaik agar percepatan pembangunan dapat berjalan,” tuturnya.
Para periode kedua memimpin Morowali, dia melakukan kebijakan berbeda dari sebelumnya. “Jalan yang saya yakini merupakan petunjuk Allah SWT bagi segala pertanyaan dan niat saya untuk membangun daerah,” kata Anwar.
Dia meluncurkan dua program, yakni Morowali Berjamaah dan Morowali Mengaji. “Program ini saya harapkan dapat mengetuk pintu langit agar terbuka dan memberikan solusi bagi daerah yang saya pimpin kala itu,” ungkapnya.”
Morowali Berjamaah tidak hanya sebatas bagi kalangan muslim, tetapi semua agama yang hidup dalam kepercayaan masyarakat Morowali. “Saya selalu percaya, kemakmuran dan ketenangan masyarakat bisa diwujudkan bila seluruh masyarakatnya dapat memakmurkan rumah-rumah ibadah dan menjalankan ritual ibadah mereka secara berjamaah,” ujarnya.
Melalui program ini, masyarakat Morowali diajak mencintai rumah ibadah seperti masjid, gereja, pura dan wihara. Menurut dia, kemakmuran masyarakat akan terjadi jika kita dekat dengan sang pencipta.
Anwar mengajak semua aparatur sipil negara bersama-sama meramaikan rumah-rumah ibadah, termasuk memakmurkan masjid dengan adanya shalat berjamaah. Gagasan Morowali Berjamaah nyatanya menjadi strategi guna memobilisasi sumber daya aparatur menjadi lebih disiplin dan bertanggungjawab.
“Formalisasi salah satu syariat dalam Islam, yaitu salat berjamaah dipandang mampu menyatukan birokrat muslim dan masyarakat pada umumnya,” ucap Anwar
Kata berjamaah, menurut Anwar, tidak hanya digunakan masyarakat muslim, tapi umat agama lain di Indonesia. “Di Nasrani ada sebutan jemaat, Hindu ada perkumpulan, dan lainnya. Masyarakat Sulawesi Selatan sangat religius dan toleran,” tuturnya
Anwar menuturkan, model kepemimpinan yang ditawarkan yaitu kepemimpinan berjamaah, berkolaborasi dan bekerja sama. Tak hanya kalangan muslim, tapi juga dengan agama lain berkumpul membahas apa saja. “Intinya bukan ritual, tapi aktivitasnya. Konsepnya Kolaborasi,” ujarnya
Kebijakan ekonomi Pemerintah Morowali ditujukan untuk memperbaiki perekonomian, meningkatkan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Selain itu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga daya beli penduduk meningkat. Demikian pula dengan nilai-nilai kearifan lokal yang saling menguatkan dan mempersatukan sebagai modal awal membangun kabupaten Morowali.
Nilai kearifan lokal kemudian tidak hanya dipakai di dalam masyarakat tetapi juga diadopsi di dalam dunia pemerintahan di Kabupaten Morowali. “Tepe Asa Moroso merupakan salah satu semboyan atau nilai kearifan lokal yang sering digunakan oleh masyarakat Kabupaten Morowali,” kata Anwar. Tepe Asa Moroso adalah bersatu dengan erat atau bersatu untuk kuat.
Menurut Anwar, penerapan kearifan lokal mampu meningkatkan semangat persatuan dan kesatuan masyarakat (soliditas dan integrasi). Konflik akibat perbedaan identitas menurun dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan
Kebijakan membangun Morowali yang kemudian menjadi bahan penelitian desertasinya diharapkan dapat membawa perubahan. “Semangat untuk merubah kepemimpinan di masa depan dan kehendak merealisasikan pengalaman yang diperoleh bila dipercaya menjadi pemimpin berikutnya,” ujar Anwar
Adapun kegelisahan seorang Anwar, akan menjadi pendorong untuk melanjutkan kepemimpinan untuk wilayah yang lebih luas. “Berusaha mengabdi untuk mengubah realitas masyarakat dari yang belum baik menjadi lebih baik,” ucapnya. Dia mengaku siap maju menjadi Calon Gubernur Sulawesi Tengah pada 2024. (*)