Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah meninjau ulang status PSN untuk PIK yang dikembangkan perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan.
Aguan mengalami berbagai krisis, salah satunya kasus reklamasi Jakarta yang membuat ia bersaksi di pengadilan..
Perusahaan yang terafiliasi dengan Aguan pernah berkonflik dengan Andi Syamsuddin Arsyad alias Isam.
SANDIAGA Salahuddin Uno sudah membayangkan area Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Jakarta Utara akan dipenuhi berbagai fasilitas kelas dunia. Pada Mei 2024, dua bulan setelah pemerintah menetapkan PIK 2 sebagai proyek strategis nasional, Sandiaga bercerita, arena konser terakbar di Asia Tenggara, sirkuit balap Formula 1, dan taman mangrove terbesar sedunia akan berdiri di kawasan yang dikelola Agung Sedayu Group, perusahaan pengembang milik Sugianto Kusuma alias Aguan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandiaga saat itu masih menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia menyebutkan nilai investasi di PIK 2 amat besar. Gedung konser saja, yang akan dibangun Mata Elang Group, membutuhkan modal Rp 7 triliun. Sandiaga yakin proyek itu bisa memutar perekonomian. “Potensi wisatawan bisa mencapai 20 juta orang dan membuka 10 juta lapangan kerja,” katanya kepada Tempo, Kamis, 5 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sandiaga, Aguan akan menjadi investor terbesar. Dalam proyek PIK 2, Aguan berkongsi dengan Salim Group—konglomerat yang didirikan Liem Sioe Liong alias Sudono Salim. Walau demikian, Sandiaga mengklaim banyak investor asing yang juga berminat. “Banyak pebisnis yang menyatakan minatnya ketika saya pergi ke Timur Tengah dan Hong Kong,” ucap politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.
Pembangunan Taman Bhineka di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Teluk Naga, Tangerang, Banten, Jumat 6 Desember 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Inisiatif menetapkan PIK 2 sebagai proyek strategis nasional berasal dari Sandiaga. Mantan Wakil Gubernur Jakarta itu melihat kawasan di pesisir utara Jakarta sangat luas dan cocok menjadi obyek tamasya kekinian dengan tema pariwisata berkelanjutan. Mewujudkan rencana tersebut, pengembang akan membangun infrastruktur yang masif. Karena itu, menurut Sandiaga, PIK 2 membutuhkan status proyek strategis nasional (PSN).
Status PSN untuk PIK 2 mengundang polemik. Keputusan itu ditengarai merupakan hadiah dari pemerintahan Joko Widodo kepada Aguan karena mau berinvestasi dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Aguan tak sendirian menanamkan modal di sana. Menghimpun sejumlah konglomerat, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia itu membentuk Konsorsium Nusantara.
Kongsi para taipan itu berada di balik pembangunan Swissotel Nusantara—hotel bintang lima di ibu kota baru. Mereka mendirikan perusahaan bernama PT Kusuma Putra Alam. Akta perseroan mencatat PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk yang dipimpin Aguan menyetor modal Rp 50 miliar yang ekuivalen dengan 50 ribu lembar saham PT Kusuma. Korporasi raksasa lain menanamkan nilai yang sama ke PT Kusuma. Di antaranya PT Adaro Persada Mandiri—anak usaha Adaro Group yang dipimpin Garibaldi Thohir—PT Sinar Mas, dan PT Pulauintan Puri Damai Sejahtera.
Dalam proyek ini, Maruarar Sirait—kini Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman—ikut patungan. “Saya investasi itu bersama para pengusaha,” ujar Maruarar kepada Tempo di Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 30 November 2024.
Menteri Pariwisata 2020-2024, Sandiaga Uno, mengatakan penetapan PIK 2 sebagai PSN tak terkait dengan proyek di Nusantara. “Belakangan baru masuk ke meja saya dan diproses secepatnya,” tuturnya. Seperti halnya Sandiaga, Aguan menyebutkan status PSN untuk PIK 2 bukan hadiah dari pemerintah karena dia menanamkan modal di Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurut Aguan, “Timeline-nya tidak masuk. Saya bukan bekerja di IKN lalu baru menggarap PIK.”
Rencana pengembangan PIK 2 belakangan menghadapi ganjalan. Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid mengklaim telah mengantongi dugaan pelanggaran di PIK 2. Salah satunya sebagian area proyek strategis di PIK 2 berada di kawasan hutan lindung. Status hutan lindung itu perlu diubah menjadi hutan konversi agar dapat dimanfaatkan oleh perusahaan Aguan. Nusron sedang mengkaji status PSN untuk PIK 2.
Kepada Tempo, Aguan menjelaskan bahwa PIK 2 bukan bagian dari PSN. Menurut dia, lahan hijau yang berada di sekitar pesisir Jakarta tak akan berubah. Selama ini daerah itu tak pernah dirawat dan kerap terkena abrasi. “Ini ada barang mati menjadi hidup,” kata Aguan di kantor pemasaran PIK 2, Jakarta Utara, pada Selasa, 26 November 2024. Hari itu, Aguan datang menumpang mobil Range Rover hitam berpelat Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dengan kelir merah.
Melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 7 Desember 2024, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan pelat dinas militer hanya bisa dipakai prajurit atau pejabat TNI yang berwenang. Ia mengimbau anggota masyarakat tak menyalahgunakan pelat dinas tentara.
Sebulan sebelum Nusron mengungkap kejanggalan di PIK 2, proyek seluas 2.650 hektare itu pun disorot. Syahdan, sebuah truk tanah yang merupakan kendaraan proyek PIK 2 melindas kaki seorang anak. Kecelakaan itu memicu kericuhan di Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Warga sekitar merusak truk dan memblokade jalur lalu-lalang mobil bak besar.
Setelah penetapan status PSN untuk PIK 2, Aguan kerap mendapat protes dari masyarakat sekitar. Gustaf, warga Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, salah satunya. Pria 40 tahun itu mengeluh sawahnya yang seluas 1 hektare rusak karena aktivitas pembangunan PIK 2. Lahan milik Gustaf saban hari dilewati truk sehingga ceceran tanah dari bak truk lama-lama menimbun sawahnya. “Saya tak bisa lagi memanen padi,” ujarnya. Gustaf belakangan menjual tanahnya karena sudah tak bisa ditanami lagi.
Deretan perahu nelayan di Mangrove Tanjung Pasir yang termasuk kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Teluk Naga, Tangerang, Banten, Jumat 6 Desember 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Sejumlah warga yang mengaku memiliki tanah di sekitar PIK 2 juga mengontak Haris Azhar. Haris adalah mantan penasihat hukum PT Sedayu Sejahtera Abadi, salah satu anak usaha Agung Sedayu Group. Di perusahaan Aguan, ia sebenarnya diminta mengkaji sengketa lahan antara PT Sedayu dan perusahaan lain di Cengkareng, Jakarta Barat, bukan mengurusi PIK 2.
Haris bercerita, warga yang menghubunginya tetap meminta tolong agar dapat menjual lahan di sekitar PIK 2. “Mereka minta difasilitasi agar bisa bernegosiasi,” tutur mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan itu di Kayu Putih, Jakarta Timur, Kamis, 5 Desember 2024.
Ihwal kekusutan proyek dan lahan di sekitar PIK 2, Aguan mengatakan perusahaannya sudah membayar penggarap sekitar Rp 10 ribu per meter persegi. Aguan mengklaim selalu memberikan ganti untung dalam pembebasan lahan dan menuduh ada mafia di balik sengketa lahan itu. “Mafia itu mereka yang punya modal,” ucapnya.
•••
LAHIR di Palembang, Sumatera Selatan, 73 tahun lalu, Sugianto Kusuma alias Aguan merintis bisnisnya pada era Orde Baru. Pada 1971, ia mendirikan Agung Sedayu Group. Perihal nama perusahaan, Aguan punya cerita. Ia mengaku terinspirasi pendekar silat Agung Sedayu dalam cerita Api di Bukit Menoreh karya S.H. Mintardja. Ia merasa cocok dengan nama itu karena pelafalan Agung mirip dengan sapaannya, Aguan.
Aguan mula-mula masuk ke bisnis barang-barang impor. “Kami mengimpor apa saja yang bisa bawa untung,” katanya dalam wawancara khusus di kantor pemasaran Pantai Indah Kapuk 2, Selasa, 26 November 2024. Bidang bisnis Aguan kini terentang dari properti sampai perhotelan.
Di luar bisnis properti, Aguan pernah merambah sektor otomotif dan perbankan. Pengusaha minyak, gas bumi, dan pertambangan Edi Yosfi dalam laporan Tempo edisi 16 Februari 2015 bercerita, Aguan pernah menggandeng perusahaan asal Korea Selatan untuk berbisnis mobil. Kongsi antara Aguan dan KIA—produsen otomotif berbasis di Seoul—membuat mobil KIA Carnival dan Carens bisa mengaspal di Indonesia.
Adapun masuknya Aguan ke bidang perbankan dilatari hubungannya dengan taipan Tomy Winata. Aguan kini tercatat sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Artha Graha, salah satu unit bisnis Tomy. Karena relasi itu, Aguan dan Tomy sering disebut sebagai bagian dari “Sembilan Naga”—sebutan untuk kumpulan konglomerat yang melegenda.
Aguan berkilah bukan bagian dari Sembilan Naga. “Kami ini cacing,” ujarnya. Menurut Aguan, orang tak akan berani merisaknya jika ia benar-benar bagian dari kelompok konglomerat itu. Komentar Tomy Winata mirip ketika ditanyai tentang Sembilan Naga dalam wawancara dengan Tempo pada 7 September 2023. Kata bos Artha Graha Group itu, “Saya tak pernah terpikir. Mungkin salah satu cacing.”
Bisnis Aguan kian berlambak. Di PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk saja, perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group itu meraup pendapatan bersih mencapai Rp 2,1 triliun pada kuartal III 2024. Namun Aguan tak mau buka-bukaan soal hartanya.
Aguan mengatakan tak pernah menghitung jumlah kekayaannya. Ia yakin makin banyak mendapat berkat jika makin sering berbagi. “Kalau mampu, kami akan menyumbang,” tuturnya. Karena itu, Aguan aktif di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia—lembaga filantropi yang merupakan cabang yayasan yang sama di Taiwan.
Sebagai pengusaha, Aguan juga pernah menghadapi kemelut dalam bisnis. Krisis moneter 1998 dan devaluasi di antaranya. Namun ia juga tak lupa akan kasus reklamasi pantai utara Jakarta pada 2016. Komisi Pemberantasan Korupsi waktu itu menggulung anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai Gerindra, Mohamad Sanusi. Penyelidikan kemudian mengungkap peran Aguan.
Laporan Tempo berjudul “Tiga Relasi Suap Reklamasi” mengungkapkan, Aguan sempat membicarakan kewajiban pengembang membayar kontribusi tambahan sebesar 15 persen dengan Sunny Tanuwidjaja, anggota staf Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aguan disebut sempat meminta kontribusi tambahan diturunkan menjadi 5 persen dan hal itu disampaikan kepada Ahok. Gara-gara perkara itu, Aguan dicegah bepergian ke luar negeri.
Ditanyai kembali tentang kasus reklamasi, Aguan menjelaskan beberapa hal tapi menolak dikutip. Ia hanya bersedia mengomentari dugaan aliran dana dari pengembang kepada kelompok relawan pendukung Ahok yang waktu itu bersiap maju dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2017. “Namanya politik. Enggak kasih dibilang kasih,” ucapnya.
Sementara itu, Ahok tak mau mengungkit kasus reklamasi pantai utara Jakarta saat dimintai tanggapan pada Jumat, 6 Desember 2024, melalui pesan WhatsApp. “Masalah reklamasi sudah lewat,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Bagi Ahok, Aguan adalah orang yang rendah hati. “Beliau tak memandang rendah orang lain karena ada atau tidak ada jabatan.”
Walau demikian, Aguan tak berarti jarang bergesekan dengan sesama pengusaha. Pada 2018, PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) berkonflik dengan pengusaha tambang asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Isam. Grup SILO adalah salah satu pemilik konsesi batu bara di Pulau Laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Di sana, lahan SILO bersebelahan dengan kebun PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) yang dimiliki Isam melalui Jhonlin Group. MSAM saat itu sempat menanami kebunnya dengan sawit, termasuk di lahan yang tumpang-tindih dengan SILO. Menganggap area yang ditanami sawit masih menjadi bagian dari konsesinya, SILO keberatan.
SILO pernah berafiliasi dengan Salim Group. Salah satu kapal bisnis Salim, Gallant Venture Ltd, melepas saham tak langsung SILO senilai US$ 12,59 juta pada 2015. Narasumber di SILO mengatakan perusahaan itu masih berkaitan dengan Salim Group dan Agung Sedayu Group yang dimiliki Aguan.
Isam waktu itu menyebutkan lahan yang dipersoalkan Grup SILO bukan milik PT MSAM, melainkan area kerja sama dengan PT Eksploitasi dan Industri Hutan alias Inhutani. “Kami pakai sistem bagi hasil. Jadi salahnya di mana?” tutur Isam.
Pendiri Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, tak mau mengorek-orek lagi kasus lamanya dengan Isam. “Sudahlah, itu sudah selesai,” katanya. Aguan mengaku tak suka berkonflik dengan siapa pun. “Kalau beperkara pasti habis dan rugi banyak.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ayu Cipta di Tangerang, Riri Rahayu, Yosea Arga Pramudita, Raymundus Rikang, dan Sunudyantoro berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Taipan 'Cacing' di Teluk Jakarta"