Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan mutasi virus corona mutasi baru terus menyebar ke sejumlah negara. Di Indonesia pun telah ditemukan tiga varian of concern, yakni Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351) dan Delta (B.1.617.2). Mengutip dari analisis tim peneliti gabungan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), London School of Hygiene and Tropical Medicine, dan Imperial College London, terbukti bahwa varian-tersebut memiliki kemampuan menular yang lebih luas lagi. Adapun penelitian ini dilakukan terhadap 1,7 juta data genome sequences virus Covid-19 yang sudah dikumpulkan oleh Global Initiative On Sharing All Influenza Data (GISAID).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya, untuk varian Alpha terukur memiliki tingkat penularan 29 persen lebih tinggi dibandingkan varian awal virus Covid-19 yang menyebar di awal pandemi. Kemudian Beta lebih tinggi sebesar 25 persen dan Delta atau biasa dikenal dengan varian India mencapai 97 persen. Hal ini tentu harus menjadi perhatian guna lebih meningkatkan sistem imun tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah himbauan dari pemerintah untuk menekan meluasnya infeksi virus Covid-19 varian baru terus dilakukan, mulai dari memperketat protokol kesehatan, penggunaan masker ganda, dan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro, Kendati sejumlah upaya dilakukan, perlu untuk diingat bahwa menjaga imunitas tubuh menjadi hal yang sangat penting.
Pasien covid 19 dijemput tim medis agar mendapatkan perawatan intensif, Jakarta, 19 Juni 2021.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni) Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI menjelaskan, bahwa imunomodulator sangat baik untuk meningkatkan sistem imun tubuh, apalagi saat kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Dia mengatakan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) terutama fitofarmaka yang terbuat dari Phyllanthus Niruri atau meniran hijau dapat dimanfaatkan juga sebagai imunodulator. Pasalnya, sudah banyak penelitian yang membuktikan manfaat dari tanaman yang banyak ditemukan di Indonesia tersebut.
“Jadi dia bisa meningkatkan kerja dari antibodi kita, karena itu dengan konsumsi imunomodulator dapat dilakukan untuk memastikan bisa selalu baik, bisa membantu kita tetap sehat,” kata dia saat Dialog Nasional Kiprah 17 tahun OMAI, Kamis petang, 24 Juni 2021.
Imunomodulator adalah obat atau vitamin yang dapat memodifikasi respons imun, menstimulasi mekanisme pertahanan alamiah dan adaptif, dan dapat berfungsi baik sebagai imunosupresan maupun imunostimulan.
Iris mengatakan, bahwa Phyllanthus Niruri merupakan salah satu farmakalogi yang sudah direkomendasikan untuk pasien Covid-19 tanpa penyerta, serta dengan gejala ringan. Hal itu pun telah tertuang di dalam Pedoman Tata Laksana Covid-19 yang disusun oleh lima organisasi profesi kesehatan.
Meskipun telah direkomendasikan dalam Pedoman Tata Laksana Covid-19, OMAI fitofarmaka masih mengalami banyak tantangan dalam penggunaannya.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Medica, Dr. Raymond R. Tjandrawinata, MS, MBA, FRSC, mengatakan fitofarmaka saat ini sudah memiliki evidance base yang baik. Karena dalam pengembangan membutuhkan waktu 6-7 tahun hingga mendapatkan izin edar dari Badan POM. Jadi bukan hal mudah bagi industri untuk mengembangkan fitofarmaka. “Banyak tantangan yang harus dihadapi industri menyiapkan fitofarmaka,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.
Raymond mengatakan Dexa selalu mendorong kesadaran masyarakat dan dokter agar menggunakan OMAI Fitofarmaka yang selama 17 tahun menjaga imunitas keluarga Indonesia. Penggunaan obat herbal secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia. Sebab, bahan baku fitofarmaka ini didapatkan langsung dari petani.
Dia mengungkapkan pengembangan obat herbal ini membutuhkan investasi besar. “Fitofarmaka menurut hirarki keobatan tidak kalah dengan obat kimia, namun demikian investasi yang diberikan harus kembali,” ujarnya. “Kepastian ini yang belum nyata, karena memang pasarnya belum berkembang.”
Antusias dalam negeri terhadap OMAI, kata Raymond cenderung bertolak belakang dengan respon di luar negeri. Fitofarmaka produksi Dexa Medica seperti obat batuk-pilek, diabetes, dan imunodulator digemari di beberapa negara. Para dokter di negara lain mempercayai penelitian obat herbal untuk kesehatan.
Pelaksana tugas Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, drg. Arianti Anaya, MKM mengatakan, pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menjadi momentum meningkatkan konsumsi OMAI. Sebab, ia menyebut, saat ini banyak orang telah kembali menggunakan obat herbal. “Jadi ini kesempatan memanfaatkan OMAI,” tuturnya.
Untuk mendorong OMAI semakin dikenal di masyarakat, kata Arianti, saat ini instansinya tengah menyusun formularium khusus. Sehingga nantinya obat-obatan herbal buatan dalam negeri bisa masuk dalam daftar obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan bisa diberikan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan. “Rencananya OMAI fitofarmaka yang sudah mendapat izin edar dari Badan POM akan masuk formularium, karena sudah dipastikan keamanannya,” ungkapnya.
Kementerian Kesehatan berkomitmen mendukung perkembangan fitofarmaka di dalam negeri. Pasalnya, jika pasar sudah tercipta, maka industrinya pun dengan sendirinya akan tumbuh. Kemudian dengan mendukung produk dalam negeri, Indonesia tidak tergantung dengan keberadaan dari obat-obat impor.
“Jadi sekarang bagaimana mengedukasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, bahwa fitofarmaka tidak perlu diragukan efiaksinya, agar tidak ragu menggunakan produk fitofarmaka,” kata Arianti.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan POM Dra. Reri Indriani, Apt, M.Si, mengungkapkan sejak Covid-19 permintaan OMAI fitofarmaka imunomodulator meningkat signifikan. “Hal tersebut didorong oleh keinginan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap serangan penyakit,” kata dia.
Reri mengatakan tingginya permintaan suplemen imunitas tubuh mendorong produsen mengajukan izin edar. “Banyak produsen obat-obatan herbal mengajukan berkas permohonan izin untuk mengedarkan obat buatannya,” ujarnya.
Selama pandemi, lanjut Reri, ada peningkatan pengajuan berkas 35 persen hingga 40 persen OMAI. Tugas Badan Pengawas adalah mengawal mulai dari uji praklinis, uji klinis dan memastikan semua proses produksinya memenuhi standar yang berlaku. “Kami juga membuat kebijakan relaksasi untuk mempercepat waktu perizinannya sehingga bisa cepat diproduksi dan dikonsumsi masyarakat,” tuturnya.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Indonesia (PDHMI) Dr. Slamet Sudi Santoso, M.Pd.Ked, mengatakan keunggulan fitofarmaka sudah tidak diragukan lagi. Sebab, dari bahan baku hingga khasiatnya sudah terbukti dan dijamin keamanannnya. Kemudian, dalam proses perizininan tidak jauh beda dengan perizinan yang dilalui oleh obat kimia. “Ada kebanggaan jika digunakan bangsa sendiri, kemandiriannya semakin jaya Indonesia,” ucapnya.
Karena itu, terkait sejumlah hambatan terhadap pengembangan OMAI, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Si, Apt, menekankan, diperlukan political will untuk mendukung dan memberikan ruang dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dia mengaku telah mengecek akar masalah kepada pihak terkait, mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) dan tim penyusun formularium nasional.
Melki menyarankan untuk dibuatkan aturan guna mendukung penggunaan OMAI. Seperti para dokter dapat meresepkan sekian persen obat herbal untuk penyakit yang tidak berbahaya. Sehingga jenis obat ini mendapatkan ruang dan tersosialisasi dengan baik.
Dia mengatakan di Cina dan Korea Selatan sudah banyak yang menggunakan obat tradisional. Sedangkan di Indonesia belum ada kebanggaan menggunakan OMAI sebagai obat yang diresepkan.
Melki mendorong pemerintah dan BPJS Kesehatan memberikan ruang kepada OMAI. “Tugas kami bersama, sejauh pengalaman empirik benar, dan sejauh dinilai manfaat oke, maka bisa melengkapi pengobatan, termasuk penggunaan OMAI atau fitofarmaka,” ujarnya.
Info Kesehatan