Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Para Menteri Tenaga Kerja yang berasal dari negara-negara anggota ASEAN berdiskusi mengenai strategi menghadapi future of work (pekerjaan masa depan) yang mempengaruhi sektor ketenagakerjaan di masing-masing negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan Indonesia terus memperkuat kerja sama dengan semua anggota ASEAN dalam memberikan respons dan menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam era future of work.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan mengedepankan semangat kebersamaan ASEAN, kita akan mampu mengatasi segala tantangan sekaligus memanfaatkan peluang-peluang memajukan kejayaan ASEAN,” kata Hanif saat memberikan sambutan dalam pertemuan khusus Menteri Tenaga Kerja ASEAN tentang future of work di Singapura, Senin, 29 April 2019.
Untuk merespons perubahan-perubahan yang terjadi pada sektor ketenagakerjaan dalam era future of works, Menteri Hanif mengatakan pemerintah Indonesia telah menyiapkan enam strategi khusus di bidang ketenagakerjaan. Pertama, meningkatkan employability angkatan kerja Indonesia melalui penerapan pelatihan vokasi yang masif serta sesuai dengan kebutuhan Industri.
"Pelatihan vokasi dalam bentuk hard dan soft skills diberikan secara masif tanpa memandang usia dan latar belakang pendidikan untuk menjamin adanya skilling, upskilling, dan reskilling bagi SDM Indonesia," katanya.
Skilling berarti mendorong dan memfasilitasi para angkatan kerja, khususnya angkatan kerja muda, untuk berpartisipasi dalam program pelatihan vokasi di balai latihan kerja (BLK). Upaya tersebut didukung dengan program reskilling dan upskilling agar pekerja yang terkena dampak job-shifting mendapat keterampilan sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi pada era future of work.
Pemerintah Indonesia juga membangun BLK Komunitas Keagamaan. Tujuannya, memberi bekal kompetensi. Selain ilmu agama yang mereka pelajari, hal itu akan berdampak pada masyarakat sekitar.
Kedua, dalam menghadapi adanya new form of work di era digital ini, termasuk telework, yang diyakini akan memberi dampak pada beberapa elemen dalam hubungan industrial, pemerintah sudah menyiapkan solusinya.
"Pemerintah Indonesia sudah, sedang, dan terus memperkuat dialog sosial dengan tripartit nasional dan mitra sosial. Selan itu, pemerintah akan memastikan semua pekerja telah terlindungi melalui jaminan sosial dan jaminan kesehatan, termasuk bagi pekerja migran Indonesia di seluruh negara penempatan," tuturnya.
Strategi ketiga, kata Hanif, yaitu memperluas pasar kerja yang fleksibel, tapi mampu menyerap SDM Indonesia untuk bekerja secara produktif dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang inklusif juga berkelanjutan.
Keempat, meminimalkan kesenjangan antara partisipasi kerja perempuan dan laki-laki dalam iklim ketenagakerjaan Indonesia.
"Kita juga melakukan promosi nasional tentang implementasi equal employment opportunity (EEO), baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota, guna memastikan tidak ada diskriminasi gender di tempat kerja," ujarnya.
Kelima, menyadari di era ekonomi digital ini diperlukan kreativitas dan inovasi produktif dari kaum muda, pemerintah Indonesia menyediakan berbagai fasilitas, sarana, juga kemudahan bagi kaum muda untuk berkreasi yang disesuaikan dengan minat, bakat, dan kepentingan bangsa.
"Berbagai skema beasiswa sekolah, baik di dalam maupun luar negeri, kami sediakan dan dimudahkan. Para anak muda juga diajak mengembangkan industri kreatif dan industri dengan inovasi teknologi seperti animasi dan motor listrik melalui pelatihan di balai latihan kerja," ucap Hanif.
Keenam, kata Hanif, guna mendukung iklim ketenagakerjaan yang kondusif bagi investasi asing di wilayah Indonesia, pemerintah memperkuat penerapan occupational safety and health (OSH) di semua sektor industri. Hal ini guna memastikan terwujudnya kepatuhan hukum ketenagakerjaan yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip decent work dan standar ketenagakerjaan, baik domestik maupun standar internasional. (*)