Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah diminta segera mengundangkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Saat ini dibutuhkan landasan hukum agar BBM subsidi semakin tepat sasaran demi memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman mengatakan konsumsi BBM subsidi melonjak pada 2022 karena pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19. Sayangnya masih banyak masyarakat mampu yang lebih memilih membeli BBM subsidi karena harganya lebih murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan, ada dua penyalahgunaan BBM subsidi. Pertama adalah penyalahgunaan BBM subsidi ke ranah pidana, dan kasus ini mengalami peningkatan dalam empat bulan terakhir.
“Kedua, yang tidak tepat sasaran itu yang banyak dibahas kalau data BPS dan Kementerian Keuangan sekian persen tidak tepat sasaran, artinya orang itu sebutlah tidak butuh subsidi dan mampu beli, tetapi karena harganya (lebih murah) ya mereka pilih itu,” katanya dalam diskusi bertajuk “Pembatasan BBM Berkeadilan” di Jakarta, Senin, 19 September 2022.
Guna mencegah pendistribusian tidak tepat sasaran, Saleh menegaskan, diperlukan pendistribusian secara tertutup, sehingga subsidi energi bisa tepat sasaran, sesuai dengan Undang-Undang Energi. “Subsidi tertutup jadi solusinya, orang yang berhak dapat subsidi dicek diverifikasi kalau boleh dapat QR Code,” kata dia.
Senada, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan BBM subsidi diperuntukkan bagi masyarakat yang masuk dalam kategori tidak mampu atau kurang mampu. Untuk itu, revisi Perpres 191/2014 harus segera diundangkan agar masyarakat memiliki panduan mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan BBM subsidi.
“Sejak bulan April tahun ini kita sudah meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan revisi dari Perpres 191 tahun 2014 itu dengan cara menempelkan kira-kira apa saja yang dipersyaratkan untuk bisa menerima BBM subsidi alias dirinci siapa-siapa saja kalangan masyarakat yang berhak untuk menerima BBM subsidi,” kata Eddy.
Dia mencontohkan, jenis kendaraan yang tidak berhak membeli BBM subsidi adalah sepeda motor di atas 250 cc dan mobil di atas 1500 cc. Namun, pembatasan ini tetap membutuhkan landasan hukum melalui revisi Perpres 191/2014.
“Kenaikan harga dari BBM kemarin atau dalam bahasanya penyesuaian harga BBM itu tidak akan mampu menyelamatkan volume BBM kalau detailnya itu tidak dikuatkan di dalam payung hukum. Karena itu kami berharap agar segera perpres itu bisa segera direvisi supaya masyarakat memiliki arahan yang jelas,” terangnya.
Dengan adanya aturan pembatasan BBM subsidi, Eddy menambahkan, akan mempermudah dalam pengawasan maupun penindakan hukum kepada pihak pihak nakal. “Kita juga sudah bisa melakukan pengawasan yang ketat termasuk tindakan
hukum di lapangan, jangan sampai nanti sudah ada peraturannya tapi pengawasan tindakan hukum masih lemah. Dengan adanya peraturan itu saya kira sudah ada notifikasi untuk melakukan tindakan hukum pada mereka yang melanggar tersebut.” (*)