Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLN akan melakukan proses pengadaan atau tender program konversi Pembangkit Tenaga Listrik Diesel (PLTD) di sejumlah wilayah. PLN pun menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses pengadaan tersebut guna memastikan proyek dapat berjalan dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu untuk memastikan bisnis sesuai dengan prinsip Good Coorporate Governance (GCG). Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, PLN akan melakukan konversi 499 Megawatt (MW) PLTD menjadi pembangkit yang ramah lingkungan melalui mekanisme hybrid dengan PLTD eksisting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program konversi PLTD ke EBT ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 Megawatt (MW) PLTD yang tersebar di beberapa titik di Indonesia. Nantinya, akan dilakukan konversi PLTD dengan menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam.
"Adanya program konversi ini diharapkan dapat menurunkan pemakaian BBM, menurunkan emisi CO2 serta meningkatkan bauran energi baru terbarukan di PLN," kata Wiluyo.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 Mega Watt Peak (MWp). Sehingga, bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.
Dalam tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya, sekitar 249 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik. Wiluyo menegaskan, proyek ini ditargetkan rampung bertahap pada 2025 mendatang, untuk mendukung pencapaian target bauran EBT 23 persen.
Wiluyo mengucapka terima kasih kepada KPK atas dukungannya dalam membantu PLN selama ini, termasuk dalam bantuan penyelesaian sertifikasi tanah. PLN berharap KPK dapat membantu dalam hal pengawasan program dedieselisasi yang akan segera dimulai oleh PLN.
Direktur Monitoring KPK, Agung Yudha Wibowo mengapresiasi upaya PLN yang mengajak KPK dalam pengawasan proses pengadaan proyek dedieselisasi tersebut. "Biasanya KPK yang manggil perusahaan atau lembaga, ini PLN yang mengundang KPK, luar biasa," kata Agung.
Agung menjelaskan dalam data KPK menunjukan bahwa celah yang paling banyak potensi korupsinya adalah pada proses pengadaan. "Ouput dari divisi monitoring di KPK adalah rekomendasi kepada lembaga untuk memperbaiki proses yang ada, sehingga menghilangkan potensi terjadinya tindak pidana korupsi," ujarnya.